Pemilik Melawan, Penertiban Gagal

Pemilik Melawan, Penertiban Gagal

\"RIO-WARGA \"RIO-BANGUNANKAMPUNG MELAYU, BE - Penertiban bangunan yang dinilai melanggar Garis Sempadan Pagar (GSP) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) di sepanjang Jalan RE. Martadinata Kota Bengkulu, gagal.  Pasalnya para pemilk bangunan, melawan dan menolak penertiban. Tim penertiban yang terdiri dari Pihak Dinas Tata Kota dan Pengawasan Bangunan Kota Bengkulu, Kecamatan Kampung Melayu, Kelurahan Kandang yang juga diback up personil Satpol PP Kota Bengkulu serta pihak kepolisian, mendapat perlawanan dari para pemilik bangunan. Pantauan BE di lapangan, penertiban yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB diawali di kawasan   Bumi Ayu, tepatnya di sekitar  Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bengkulu.  Dalam eksekusi itu, tak terlihat alat berat, personil hanya membawa linggis dan  palu.  Sebelum eksekusi, tim ini melakukan pengukuran terlebih dahulu, kemudian memberikan tanda dengan pewarna berwarna merah pada bangunan yang harus dieksekusi. Ada beberapa bangunan yang dinilai  melanggar  GSB disana, salah satunya  milik  Poniman (45) salah seorang pemilik bengkel tambal ban di RT. 11 Kelurahan Kandang Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu.Ia langsung mencak-mencak, ketika melihat tim penertiban berada di bengkelnya.  Poniman yang datang menggunakan motor itu  terlihat geram saat Satpol PP mulai melakukan pembongkaran pada atap bengkelnya yang terbuat seng.  Warga Bumi Ayu ini langsung melarang petugas melakukan eksekusi dengan alasan tidak pernah disosialisasikan dan diperingatkan, baik secara lisan maupun tertulis. \"Pembongkaran ada pembicaraan, ada ganti rugi, dan pemberitahuan.  Ini omongan tidak ada, berhentikan dulu,\" teriaknya. Poniman mengaku keberatan, karena pembongkaran terkesan dilakukan pada bagian yang terlihat saja, padahal seharusnya dibongkar mulai dari Simpang Pagar Dewa terlebih dahulu. Tuntutan kompensasi ganti rugi itu, menurut Poniman  karena masyarakat saat akan membangun kawasan yang dulunya merupakan lahan rawa, mengeluarkan biaya besar.  Poniman juga mengaku memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) yang artinya kepemilikan tanah itu dianggap sah sehingga patut diganti rugi. Hal senada diungkapkan Herlan Mahyudin yang mengharapkan petugas tidak asal melakukan pembongkaran.  Berdasarkan informasi awal, bangunan yang akan dibongkar mulai dari Simpang Perundam sampai Simpang Kandis, dan bukan di wilayah mereka.Tak hanya itu, ia juga mengaku tidak ada pemberitahuan, dan mereka yang diundang justru terindikasi memiliki peran tertentu. \"Pembongkaran juga harus melalui kesepakatan dengan warga, tidak hanya menggelar pertemuan dengan sekelompok orang yang dinilai justru mempunyai kepentingan terhadap proyek pelebaran jalan itu,\" tegasnya. Satpol Tarik Pasukan Setelah gagal, tim akhirnya pindah lokasi  tepatnya di depan  simpang Perundam.   Sasaranya warung milik salah satu warga, setelah  di ukur.  Dinding warung  itu kemudian hendak dibongkar.   Kadis Tata Kota, Ir Yalinus memerintahkan pembongkaran.  Dan ia mengawali  membongkar dinding dengan palu yang dipegangnya.   Selanjutnya eksekusi dilanjutkan oleh Satuan Pol PP.   Beberapa kali pukulan pada dinding dan sempat membuat dinding  berlubang.  Tiba-tiba  Camat Kampung Melayu, Zuliyanti, berteriak dan meminta untuk menghentikan aksi eksekusi.  \"Jangan dibongkar, cukup  diberi tanda,\" teriaknya. Mendapat larangan dari camat,  Komandan Kompi Satpol PP, Asmiliadi  emosi, dan berteriak dan menarik personilnya dari eksekusi yang dinilai tidak konsisten ini.   \"Dari tadi tarik ulur - tarik ulur.  Kalau seperti ini saya tarik anggota saya,\" teriaknya. Penarikan pasukan itu dikarenakan pihak Satpol PP Kota Bengkulu kecewa terhadap sikap dan tindakan pihak Dinas Tata Kota dan Pengawasan Bangunan Kota Bengkulu serta pihak kecamatan maupun kelurahan, yang dinilai tidak konsisten terhadap upaya eksekusi bangunan yang dinilai melanggar GSP dan GSB.   Menurut Asmiliadi, seharusnya dalam kegiatan represif seperti penertiban ini dilakukan dengan tegas, namun yang terjadi justru pihak dinas, kecamatan maupun kelurahan terkesan tarik ulur dalam eksekusi tersebut. Sementara Camat Kampung Melayu, Zulianty yang diamini Lurah Kandang, Yumiriani mengaku melarang pembongkaran dengan alasan  bangunan yang dibongkar cukup ditandai, selanjutnya pemilik bangunan yang diharapkan membongkar sendiri. Hal itu untuk memberikan waktu pada pemilik bangunan menyelamatkan harta bendanya sehingga tidak rusak.   Menurut Zulianty bila pemilik bangunan tidak membongkar juga pada hari berikutnya, barulah dibongkar paksa. Di sisi lain, Kepala Dinas Tata Kota dan Pengawasan Bangunan Kota Bengkulu, Ir  Yalinus membantah dalam kegiatan itu, terkesan tanpa koordinasi.  Dirinya  mengakui, penertiban yang dilakukan ditentang masyarakat dengan alasan tidak ada sosialiasasi.  Ia juga menegaskan sudah melakukan tahapan sosialisasi sejak lama sehingga alasan masyarakat tidak bisa dibenarkan.   \"Besok (hari ini, red) kami akan kembali melakukan pengukuran, penandaan sekaligus eksekusi bagi bangunan yang siap dibongkar,\" tandasnya. (247)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: