SK Gubernur Tak Bisa Dipidanakan
BENGKULU, BE - Gubernur Bengkulu, H Junaidi Hamsyah SAg MPd tidak bisa dipidanakan terkait kebijakannya mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor: Z.17.XXXVIII Tahun 2011 tentang tim pembina RSUD M Yunus Bengkulu. Pasalnya, SK tersebut bersifat administrasi yang telah melalui proses panjang sebelum di tandatangani oleh gubernur. Dengan demikian, desakan dari berbagai pihak agar Polda Bengkulu menetapkan Gubernur ditetapkan sebagai tersangka, dianggap keliru. Hal ini ditegaskan Anggota Komisi Yudisial (KY) RI Bidang Rekrutmen Hakim, Dr Taufiqurrahman Syahuri SH usai menghadiri pelantikan pengurus Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) Provinsi Bengkulu, Sabtu (30/11) kemarin. Menurutnya, pihak yang berwenang untuk menentukan salah atau benarnya SK tersebut adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan pihak kepolisian atau pun penegak hukum lainnya. \"Aturannya sangat jelas, jika surat keputusan (SK) atau Pergub yang salah, maka penyelesaiannya ada di ranah PTUN. Jika Undang-undang yang salah, maka bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan jika yang salah itu adalah peraturan perundang-undangan, maka diselesaikan di Mahkamah Agung. Yang namanya administrasi itu tidak bisa dipidanakan,\" ungkapnya. Taufiqurrahman mengutarakan, jika SK tersebut dinyatakan salah oleh PTUN dan menimbulkan kerugian negara, maka penyelesaianya cukup dengan mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan akibat SK tersebut. Sedangkan pejabat yang mengeluarkannya (gubernur, red) sama sekali tidak bisa diseret untuk diminta pertanggungjawabannya. \"Jika pejabat negara bisa dipidanakan karena mengeluarkan SK atau peraturan yang salah, maka Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sudah lama mendekam di penjara. Hal ini dikarenakan presiden pernah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2006 tentang pemberian tunjangan komunikasi bagi anggota DPR RI. Setelah digugat ke MA, ternyata PP tersebut dinyatakan salah. Tapi presiden tidak dipidanakan, melainkan cukup memperbaiki PP tersebut dan mengembalikan seluruh tunjangan komunikasi yang sudah diterima oleh anggota DPR,\" terangnya. Dilanjutkannya, tidak hanya Presiden SBY yang pernah mengeluarkan PP yang salah. Hal yang sama pun pernah dilakukan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. Kedua presiden ini pun tidak seret ke ranah pidana. Disebutkannya, yang bisa dipidanakan dalam kasus tersebut adalah oknum atau SKPD yang menyalahi SK itu, bukan pejabat yang mengeluarkan. Seperti mengambil semua honor pembina sendiri dan menandatangani pencairan uang dengan sendiri. Terkait persoalan yang terjadi di RSUD M Yunus, menurutnya tidak perlu melebar, melainkan cukup menggugat SK tersebut ke PTUN Bengkulu. Jika PTUN menyatakan salah, maka SK itu harus dicabut atau diperbaiki dan semua kerugian negara harus dikembalikan. Pihak yang sudah menikmati honor sebagai dewan pembina itu tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka, kecuali ia menyalahi perintah SK. \"Saya pikir penyidik dari Polda Bengkulu pun sudah mengetahui tentang prosedur penyelesaikan kasus ini. Dan tidak mencampur adukkan antara kesalahan administrasi dengan pidana murni,\" pungkasnya. (400)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: