Waspada, Pengawet Mayat di Buah Impor

Waspada, Pengawet Mayat di Buah Impor

SAMARINDA- Tak hanya jajanan sekolah yang tercemar. Sekarang, menu sehat macam buah dan sayur pun terkontaminasi. Hasil penelitian terbaru, ada buah impor yang dicampur formalin. Masyarakat mesti selektif memilih makanan agar terhindar dampak buruk kimiawi dalam tubuh.

Peringatan ini disampaikan Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kaltim Ibrahim, ketika ditemui Kaltim Post (JPNN Grup), baru-baru ini. Sayur-sayuran, diakui, masih ada kelompok tani yang menggunakan pestisida atau unsur kimiawi serupa demi mendapatkan hasil bagus. “Padahal ini bisa berdampak kepada pencernaan karena ada bahan aktifnya,” ucap Ibrahim.

Sayuran dari petani pengguna pestisida memang tampak segar. Tapi, warga jangan tertipu karena paparan kimia tetap menjangkiti sayuran hasil pestisida. Sementara sayur organik, lebih terjamin kesehatannya. Sayur jenis ini diproduksi murni secara alami seperti menggunakan pupuk organik. Berbeda dengan hasil pestisida, sayur organik tampak tak sempurna karena biasanya masih terdapat gigitan serangga. “Penggunaan urea, pupuk TSP, dan lain-lain itu sudah kami kurangi. Tapi, memang masih ada yang menggunakan,” sebut dia. “Sayur organik tanpa pestisida murni dari agen hayati. Seluruh supermarket sudah diarahkan agar menjual sayur organik,” lanjutnya.

Yang turut mengkhawatirkan, buah-buahan juga diketahui tercemar bahan berbahaya. Ibrahim menyebut hasil penelitian Balai Kesehatan di Jogjakarta, menunjukkan buah impor seperti jeruk, apel, hingga anggur, sengaja dicampur zat formalin dari produsen di Tiongkok. “Formalin yang dipakai untuk mayat itu dipakai di buah. Bahaya kalau sampai terkonsumsi, makanya perlu diwaspadai,” sebutnya.

Ibrahim menyebut, pasokan buah impor sejatinya melewati prosedur panjang. Pengujian mesti dilakukan sebelum melepas buah ke pasar. Namun, pengujian disebut hanya dilakukan kepada sebagian kecil buah yang jadi sampel. Dengan demikian, banyak peluang buah impor yang tercampur formalin beredar di pasaran karena tak diuji seluruhnya. “Mestinya dilakukan menyeluruh agar bisa disortir mana yang tercemar. kasihan yang kena,” tutur dia.

Warga diimbau mengonsumsi buah nusantara ketimbang impor. Di Kaltim, beberapa jenis buah sudah jadi unggulan nasional seperti pepaya dan buah naga. Secara kuantitas produksi buah juga tinggi sehingga turut dikirim ke Pulau Jawa. “Makanya kalau ada acara saya tak pernah sajikan anggur, jeruk, atau apel. Melainkan pisang rebus, singkong, jagung rebus. Jangan lihat jenisnya, tapi khasiatnya,” ucap Ibrahim.

Sebelumnya, data Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Samarinda hampir 50 persen penganan SD di empat kabupaten/kota di Kaltim tak memenuhi syarat. Bahkan hingga ditemukan kandungan bahan berbahaya. Seperti boraks dan rodamin B di beberapa sekolah lain.

Dalam setahun ini BBPOM sudah melakukan dua kali penelitian terhadap 30 SD di Kaltim. Sampel dilakukan di empat kabupaten/kota dengan jumlah SD terbanyak. Dalam tahap pertama yang dilakukan Februari silam, sebanyak 50 persen SD yang diambil sampel dinyatakan tidak memenuhi syarat secara mikrobiologi.

“Selain itu, sebanyak enam persen sekolah ditemukan kandungan boraks. Sementara rhodamin B ditemukan sebanyak dua persen dari sampel,” ucap Kepala Seksi Layanan Informasi Konsumen BBPOM Samarinda, Yanti Wijaya, seperti diberitakan kemarin.

Pengujian tahap pertama dilakukan di Balikpapan, Bontang, Kutai Kartanegara (Kukar), dan Samarinda. Sementara tahap dua, sampel diambil di Samarinda, Penajam Paser Utara (PPU), Kutai Timur, dan Kukar.  Adapun SD yang jadi target pengujian, dipilih berdasar keterwakilan dari tiap-tiap akreditasi sekolah. “Hasil pengujian dari BBPOM diteruskan kepada Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan setempat,” jelas dia.(*/bby/far/k1)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: