Rupiah Masih Jeblok

Rupiah Masih Jeblok

JAKARTA - Pelemahan tajam rupiah dalam beberapa hari terakhir mulai memantik kekhawatiran banyak pihak. Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter pun berupaya mendinginkan pasar. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, dia meyakini BI tidak akan membiarkan rupiah melemah terlalu tajam. Caranya, melalui intervensi di pasar ketika rupiah menembus level Rp 12.000 per USD. “\'Ini memberi confidence (kepercayaan) di pasar bahwa memang ada yang menjaga (rupiah),\'\' ujarnya. Menurut Chatib, tekanan pada rupiah masih kuat seiring rilis data pemerintah AS yang menyebut angka pengangguran lebih rendah dari perkiraan. Ini memberi sinyal pemulihan ekonomi di AS makin baik dan itu berarti kemungkinan tapering off oleh The Fed (bank sentral AS) menjadi kian nyata. \'\'Selain itu, dari sisi internal, rupiah juga tertekan karena kebutuhan valas untuk pembayaran utang sangat tinggi, sampai USD 6,3 miliar,\'\' katanya. Dalam kondisi seperti ini, BI memang dinilai perlu memberi sinyal ke pelaku pasar bahwa bank sentral Indonesia tidak akan tinggal diam melihat depresiasi rupiah. Ini penting agar pelaku pasar tidak makin getol berburu dolar AS (USD) dan melepas aset dalam denominasi rupiah. Menjawab arah pikiran pemerintah ini, Gubernur BI Agus Martowardojo berjanji, BI akan terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Salah satunya, dengan melakukan intervensi di pasar uang. “Kami ingin jelaskan, kalau BI ada di pasar, kami akan lihat, dan mengambil langkah-langkah intervensi yang diperlukan,\'\' ujarnya. Menurut Agus, intervensi pasar merupakan salah satu cara untuk meredam fluktuasi rupiah. Namun, selain itu, BI juga merespons depresiasi rupiah dengan bauran kebijakan seperti makroprudensial, maupun penyesuaian tingkat suku bunga acuan BI Rate. \'\'Agenda BI adalah menjaga sistem keuangan kita stabil,\'\' katanya. Agus menyebut, tekanan rupiah dalam beberapa pekan terakhir dipicu oleh banyak hal. Selain faktor eksternal berupa rencana pengurangan stimulus quantitative easing (QE) oleh bank sentral AS, juga karena efek seasonal atau musiman akhir tahun. \'\'Mungkin investor-investor global banyak yang sudah ingin cuti liburan dan menutup posisinya,\'\' ucapnya. Yang dimaksud menutup posisi adalah melepas portofolio investasi dalam bentuk rupiah dan mengalihkannya ke dalam denominasi USD yang dinilai lebih aman. Terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) di pasar spot valas kembali ke level di bawah Rp 12.000. Data kompilasi Bloomberg menunjukkan, rupiah ditutup di posisi Rp 11.965 per USD, menguat 53 poin atau 0,44 persen dibanding penutupan Kamis (28/11) di posisi Rp 12.018 per USD. Ini merupakan penguatan terbesar terhadap USD dibandingkan seluruh mata uang utama Asia Pasifik lainnya. Sementara itu, nilai tukar rupiah berdasar Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) menunjukkan, rupiah kemarin ditutup di posisi Rp 11.977 per USD, melemah 47 poin dibanding penutupan sehari sebelumnya yang di posisi Rp 11.930 per USD. Ini merupakan level terendah sejak 18 Maret 2009. Ketika itu, rupiah ada di posisi Rp 11.979 per USD. Dengan posisi saat ini, maka sepanjang tahun ini (year-to-date), rupiah sudah melemah 2.292 poin atau 23,66 persen dibanding posisi awal tahun yang di level Rp 9.685 per USD. Ekonom DBS Group Holding Ltd Gundy Cahyadi dalam keterangan resminya menyatakan, sebenarnya arus modal ke Indonesia saat ini cukup bagus. Dia menyebut, sejak Agustus lalu, kepemilikan asing di surat utang negara (SUN) naik USD 3 miliar, jauh melebihi dana asing yang keluar dari pasar saham yang besarnya sekitar USD 600 juta. \'\'Masalahnya saat ini pasar ragu apakah pemerintah bisa memperbaiki defisit transaksi berjalan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi,\'\' ucapnya. Saat ini, pasar masih menunggu data fundamental seperti realisasi ekspor impor yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada pekan depan. \'\'Sampai ada berita bagus dari neraca dagang, sentimen pasar pada rupiah masih akan suram,\'\' jelasnya. Sementara itu nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus melemah sampai tahun depan. \"Pada kuartal pertama rupiah berada di level Rp 12.100 dan Rp 12.500 pada kuartal kedua,\" kata Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi. Sedangkan pada kuartal ketiga, kata Eric, rupiah akan kembali ke posisi Rp 12.000. \"Dan pada akhir tahun rupiah berada di level Rp 11.400.\" Pada perdagangan kemarin rupiah ditransaksikan di level Rp 12.018 per dolar AS.  Pelemahanan nilai tukar rupiah kali ini paling rendah sejak November 2008. Menurut Eric, penurunan nilai rupiah terus berlanjut sebagai dampak dari kebijakan pengurangan stimulus secara bertahap (tapering off) Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) pada awal 2014. Indikator ini bisa dilihat dari membaiknya data pereknomian Amerika yang mampu mengurangi pengangguran sekitar 340 ribu orang. Faktor lain pelemahan rupiah, kata Eric, adalah pemlihan umum pada tahun depan. Investor akan menunggu sampai proses pemilihan umum tuntas digelar. \"Masuk semester kedua ada tendesi penguatan nilai tukar rupiah, karena pemilihan umum sudah selesai.\"(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: