Setahun, Indonesia Habiskan 230 Miliar Batang Rokok

Setahun, Indonesia Habiskan 230 Miliar Batang Rokok

\"\"JAKARTA - Hasil penelitian Libangkes Kementrian Kesehatan RI tahun 2010 menyebutkan, setiap tahun masyarakat Indonesia mengkonsumsi rokok sebanyak 230 miliar batang. Peningkatan jumlah perokok juga makin tak terkendali, terutama perokok pemula yang mencapai empat kali lipat dalam 10 tahun terkahir.
Kenyataan lain, korban meninggal karena penyakit akibat rokok terus berjatuhan. Penyakit tidak menular penyebab kematian, seperti kanker paru, jantung, dan stroke menjadi penyakit yang biasa terjadi pada perokok berat. Hal ini diungkap dalam konferensi pers terbentuknya Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia, di Sekretariat Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Menteng, Jakarta, Senin (12/11). Aliansi ini beranggotakan para korban sakit atau cacat akibat rokok yang terbentuk sejak 22 Oktober 2012 lalu. \"Kami hadir untuk ikut menyuarakan bahaya terselubung dari asap rokok. Jangan ada lagi jatuh korban karena rokok. Kami tidak mau tambah teman,\" tegas Edison P Siahaan, salah seorang penggagas Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), yang telah kehilangan pita suaranya akibat kanker laring yang pernah dideritanya. Korban rokok lainnya, Laksmi Notokusumo, mengatakan masyarakat seringkali tidak mendapat informasi lengkap mengenai bahaya rokok di lingkungannya. Sementara masyarakat terus diperlihatkan iklan-iklan rokok yang menyesatkan. \"Sehingga, seperti kami dulu, terjerumus dalam ketagihan nikotin dan akhirnya sakit,\" kata Laksmi, seniman tari dan teater, mantan perokok berat yang terpaksa harus kehilangan sebelah payudaranya akibat kanker. Menurut Dr Agus Dwi Susanto, anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menyatakan, tiga dari empat penderita kanker paru biasanya adalah perokok berat, dan nyaris bisa dipastikan bahwa penderita kanker paru umumnya baru diketahui pada stadium 3 atau 4 tidak akan selamat. \"Jadi sudah sepatutnya masalah rokok menjadi perhatian semua pihak. Dan korban rokok sendirilah yang paling kuat menyuarakan hal ini,\" kata Dr Agus Dwi Susanto.(fat/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: