Akar Fondation Bantu Hak Lahan Masyarakat

Akar Fondation Bantu Hak Lahan Masyarakat

URAM JAYA,BE - Persoalan tidak adanya kontribusi yang jelas dari  Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) terhadap masyarakat, membuat masyarakat di Kabupaten lebong yang langsung berbatasan dengan wilayah TNKS mengeluh. Bahkan, masyarakat merasa hak mereka dalam mengelola lahan telah dirampas. Pasalnya, undang-undang TNKS tersebut lahir jauh setelah masyarakat menempati lahan tersebut. Menyikapi hal ini Yayasan Akar Foundation Bengkulu melalui program Sekolah Pendamping Hukum Rakyat Bengkulu (SPHRB) melakukan kegiatan Pelatihan Pembuatan Kebijakan daerah di Desa Embong I Kecamatan Uram Jaya. Guna membantu warga mendapatkan hak pengelolaan lahannya selama ini. \"Seperti di Desa kami ini, Desa Embong I kecamatan Uram Jaya, masyarakat jauh lebih dahulu menempati lahan, tetapi pada tahun 90-an lahir undang-undang TNKS yang seolah-olah merampas hak masyarakat. Sedangkan setelah adanya TNKS, kontribusi yang diberikan pihak TNKS sangat minim dan bahkan tidak ada,\" ungkap salah satu warga Rim (37) kepada BE kemarin. Untuk itu, masyarakat berharap agar ada undang-undang yang mengatur mengenai pengelolaan hutan. Sebab, masyarakat yang masuk ke dalam hutan tersebut tak lebih dari sekedar urusan mencari makan. \"Nah, yang biasanya mengambil keuntungan dari dalam hutan biasanya orang-orang dari luar. Kalau warga disekitar hutan biasanya malah menjaga hutan, mereka tidak lebih hanya untuk mencari makan,\" katanya. Menanggapi hal tersebut, Yayasan Akar Foundation Bengkulu melalui program Sekolah Pendamping Hukum Rakyat Bengkulu (SPHRB) melaksanakan pelatihan pembuatan kebijakan daerah di Desa Embong I Kecamatan Uram Jaya. Dalam kegiatan tersebut, Kepala Sekolah Pendamping Hukum Rakyat Bengkulu (SPHRB) M.A Prihatno mengatakan jika target pelatihan tersebut peserta bisa mengkritisi kekayaan alam sekitarnya, serta bisa membuat kesepakatan dan aturan sehingga mana yang menjadi hak masyarakat tidak dirampas orang lain. Sebagimana, sesuai dengan Keputusan MK nomor 35/PUU-X/2012, jika hutan adat yang berada didalam hutan negara telah dikeluarkan dari hutan negara. \"Jadi setelah ini masyarakat bisa melakukan pemetaan wilayah adat,\'\'kara M.A Prihatno. Keputusan MK nomor 35 tersebut cukup ideal meskipun telah mensyaratkan pengakuan ditingkat daerah. Alasannya karena ketika adanya pengakuan hukum ditingkat daerah itu akan menguatkan pengakuan dan legitimasi hak masyarakat adat. Selain itu masyarakat adat harus berperan aktif dan memastikan fungsi hutan berjalan berdasarkan norma dan hukum adat yang ada dalam masyarakat. Memperjelas wilayah adat serta melakukan pendidikan hukum bagi masyarakat adat.(777)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: