Resep Dahlan Iskan Kembangkan Perusahaan
BOGOR-Menteri BUMN Dahlan Iskan berbagi resep jitu dalam membangun dan mengembangkan sebuah perusahaan, kepada ratusan mahasiswa peserta seminar di Fakultas Ekonomi, Universitas Pakuan Bogor, kemarin. Sebuah metode yang selama ini diterapkannya hingga berhasil membangun sebuah raksasa media. Selama ini, Dahlan membuat kerangka perusahaan dengan membagi struktur dan jumlah karyawan berdasarkan nilai antara 1-9. Dia mengatakan, di dalam sebuah perusahaan, karyawan dengan nilai 9, cukup hanya 5 persen dari jumlah total karyawan keseluruhan.
Sedangkan nilai 8 sebanyak 15 persen, nilai 7-7,5 sebanyak 60 persen, dan nilai 6 sebanyak 15 persen. Sisanya karyawan dengan nilai 5 harus tetap ada sebanyak 5 persen. “Mengapa saya cenderung menetapkan nilai 9, hanya 5 persen, karena terlalu banyak orang pintar maka kecenderungan yang terjadi hanya rapat saja. Dan itu tidak bagus karena tidak ada yang bekerja,” katanya. Dijelaskannya, nilai 9 tugasnya yakni menyusun konsep, maka diperlukan orang dengan nilai 8 sebanyak 15 persen untuk menjabarkan konsep-konsep tersebut. Sedangkan yang menginterprestasi atau yang bekerja adalah orang yang nilainya 7 dengan jumlah sebanyak 60 persen dari total keseluruhan karyawan.
“Makanya orang yang nilainya 7, harus banyak karena mereka yang bekerja. Sedangkan orang yang nilainya 6 sebanyak 15 persen, karena tugasnya sebagai helper, berupa sokongan,” bebernya.
Kemudian yang jadi pertanyaan, bagaimana dengan nilai 5 yang hanya sebanyak 5 persen? Menurut Dahlan mereka tetap memiliki tempat yang penting sebagai pelengkap. Lantas bagaimana jika sebuah perusahaan kebanjiran karyawan dengan nilai 9? Dahlan mengatakan, lebih baik memberikan beberapa karyawan pintar itu sebuah perusahaan baru, atau perusahaan yang sedang tidak sehat. “Di sini akan ada virus optimisme yang menular,” cetusnya. Meski begitu, imbuhnya, Dahlan mengingatkan bahaya nepotisme dalam sebuah manajemen. Dalam pandangannya, nepotisme akan mengganggu manajemen perusahaan dan menciptakan kesenjangan di antara karyawan.
“Ada perasaan tidak adil karena ada hubungan keluarga di dalamnya. Walau sebetulnya justru ada beberapa keluarga yang berprestasi, tapi itu harus dihindari,” kata dia. Untuk menghindari kehancuran manajemen oleh virus nepotisme, mantan Dirut PLN itu punya cara tersendiri. Dahlan menerapkan manajemen clean and clear atau tuntas secara bersih dalam setiap pekerjaan. Sebagai contoh, ia enggan memanfaatkan kemampuan memasak sang istri, Nafsiah Sabri, sebagai penyedia katering di sejumlah perusahaan BUMN. “Dari keahlian istri saya, bisa saja mengambil order makanan di salah satu perusahaan BUMN, misalnya Pertamina. Karena istri saya pintar memasak, dan Pertamina bisa menghemat. Bisa saja saya meminta agar istri saya yang memasak untuk seluruh karyawan dengan harganya yang lebih murah yaitu Rp9 ribu. Namun secara manajemen ini tidak clear, karena yang memasak itu adalah istri dari menteri BUMN,” bebernya. Agar manajemen bisa berjalan lancar, pemimpin harus pandai memilih orang dengan melihat track record atau rekam jejak. “Kadang kala pintar saja itu tidak cukup, karena orang yang pintar itu belum tentu baik. Saya lebih memilih orang yang mempunyai track record,” ungkapnya.
Selain prinsip itu, Dahlan juga mengingatkan para mahasiswa yang nantinya diharapkan menjadi pemimpin untuk menghargai prestasi karyawan dan rekan kerja. Itu menurutnya sangat penting dalam suatu lembaga atau perusahaan. Dalam seminar itu, Dahlan juga membeberkan munculnya istilah kerja, kerja, kerja yang sekarang gaungnya terdengar di mana-mana. Ternyata istilah itu lahir akibat rasa jengkel melihat kondisi BUMN yang memiliki banyak orang pintar namun sedikit bekerja.
“Mungkin saking terlalu mengikuti kursus pendidikan manajemen, sehingga banyak orang pintar di BUMN. Namun teori itu saja tidak cukup. Pada intinya harus kerja, kerja, kerja,” tukasnya. Mendengar resep sukses ala Dahlan Iskan, Rektor Universitas Pakuan Bogor, Bibin Rubini mengangguk setuju. Bibin membalas pemaparan Dahlan dengan mengomentari baju putih yang kerap dikenakan oleh penggemar Soto Kuning Bogor itu. Menurut Bibin, baju putih mencerminkan kebersihan diri.
“Kalau sudah bersih dirinya maka bersih hatinya, maka akan jujur. Kejujuran itu nantinya akan menuntut kepada kebijaksanaan. Aura baju putih itu memancarkan sinar,” ungkapnya. Bibin juga sedikit mengulas masalah pendidikan yang ada di Indonesia. Menurutnya, Indonesia adalah negara yang rata-rata pendidikannya hanya sampai pada tingkat SMA, sama seperti dengan Malayasia, Singapura dan Thailand. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa pendapatan per kapita Indonesia lebih kecil dari negara-negara tetangga.
\"Hal ini yang akan menjadi PR bagi bangsa ini. Namun di tangan Menteri BUMN Dahlan Iskan, saya melihat perekonomian kita semakin membaik,\" tandasnya.(rp3)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: