Rupiah Kembali ke Level 10.000-an
JAKARTA - Tekanan pada Rupiah tampaknya mulai reda. Derasnya aliran modal masuk membuat nilai tukar yang dalam tiga bulan terakhir anjlok, kini berbalik arah menguat.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, prioritas BI saat ini adalah meyakinkan pasar valuta asing agar lebih dalam dan lebih aktif. Caranya, melalui penguatan struktur instrumen dan kapasitas, serta komunikasi dengan perbankan dan investor. \"Saat ini, pasar valas sudah jauh lebih baik dan nilai tukar lebih mencerminkan fundamental ekonomi,\" ujarnya usai rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (18/10).
Penguatan Rupiah terlihat jelas di pasar spot. Data kompilasi Reuters menunjukkan, Rupiah berhasil ditutup di level 10.864 per USD, menguat 436 poin atau 3,8 persen dibanding penutupan Kamis (17/10) yang di posisi 11.300 per USD.
Ini merupakan posisi terkuat Rupiah sejak 23 Agustus 2013 ketika Rupiah ada di level 10.830 per USD. Ini juga merupakan pertama kalinya Rupiah ditutup di bawah level 11.000 per USD sejak 2 September lalu.
Sementara itu, data Bloomberg juga menunjukkan Rupiah sudah menembus level di bawah 11.000. Kemarin Rupiah menguat 221 poin atau 1,98 persen ke level 10.904 per USD. Itu merupakan penguatan terbesar terhadap USD dibanding mata uang utama lainnya di kawasan Asia Pasifik.
Sedangkan data BI berdasar Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) menunjukkan Rupiah masih bertengger di posisi 11.308 per USD, menguat 43 poin dibanding penutupan Kamis (17/10) yang di level 11.351 per USD.
Terkait nilai tukar Rupiah di pasar spot yang sudah tembus ke level 10.000an, Agus menyatakan, salah satunya karena aliran modal yang kembali masuk ke Indonesia. Dia menyebut, di pasar modal memang masih terjadi net outflow (aliran modal keluar lebih banyak dari modal masuk), namun di pasar Sertifikat BI (SBI) dan Surat Berharga Negara (SBN) terjadi net inflow. \"Sehingga, total dana asing yang masuk sudah Rp 20 triliun,\" jelasnya.
Menurut Agus, masuknya aliran modal yang mendorong penguatan Rupiah tersebut tersebut disebabkan dua faktor. Pertama, penundaan pengurangan atau tapering off stimulus quantitative easing (QE) di AS. Ke dua, membaiknya fundamental ekonomi Indonesia, seperti mulai surplusnya neraca dagang serta inflasi yang terkendali. (gal/owi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: