Produsen Tahu-Tempe Stop Produksi
JAKARTA--Gara-gara harga kedelai melambung tinggi, produsen tahu dan tempe mengancam mogok produksi pada 9\"11 September nanti. Mereka menyebut harga kedelai yang saat ini Rp 8.900 hingga Rp 10 ribu per kg merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah.
Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin menjelaskan, pada pertengahan Agustus lalu, harga kedelai Rp 7.700 per kg. Namun, dua minggu ini harganya melonjak 15\"20 persen. Produsen pun mulai menaikkan harga jual tahu dan tempe. Kenaikan itu diprotes konsumen yang mayoritas merupakan masyarakat kelas menengah bawah. Akhirnya, banyak produsen yang menurunkan harga seperti semula, namun menyiasati dengan memperkecil ukuran.
\"Keuntungan kami sangat kecil, bahkan ada yang rela merugi. Kami ini tidak mengejar untung yang melimpah. Kami hanya ingin lahan pencaharian kami bisa berlangsung. Kami mengharapkan pemerintah segera mengatasi hal itu,\" ucapnya saat ditemui di acara Bedah Kasus Kenaikan Harga Kedelai di gedung Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, kemarin.
Dia berharap, setelah produsen tempe-tahu memperlihatkan aksi keras itu, pemerintah segera menetapkan langkah-langkah yang konkret dalam stabilisasi kedelai. Dia memberikan contoh kejadian tahun lalu. Saat itu harga kedelai Rp 5 ribu hingga Rp 6 ribu per kg, lalu naik menjadi Rp 8.200 hingga Rp 8.500 per kg. Setelah produsen mogok produksi, harga kedelai turun menjadi Rp 5 ribu hingga Rp 7 ribu per kg.
Dia juga mengkritisi tindakan pemerintah yang menghapus patokan harga jual ke perajin (HJP). Menurut dia, dengan penghapusan itu, harga kedelai impor yang diterima ke perajin semakin tidak terkontrol. Menurut Aip, keputusan tersebut sangat berpihak kepada importer. \"Kalau HJP dihapus, ini berarti sudah pasar bebas. Importer bisa sesuka hati memainkan harga,\" katanya. Pihaknya juga mempertanyakan dasar pemerintah menghapus patokan HPJ itu.
Seperti diwartakan, dalam rangka stabilisasi kedelai, Juni lalu dikeluarkan Permendag No 26/2013. Beleid itu mengatur penetapan harga beli petani (HBP) dan HJP. Dengan adanya harga patokan tersebut, problem petani dan perajin kedelai terkait dengan fluktuasi harga bisa diselesaikan. Pada Juli lalu, pemerintah menetapkan HJP Rp 7.450 per kg dan pada Agustus Rp 7.700. Namun, pada September ini, pemerintah menghilangkan HJP.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina mengatakan, untuk memberikan jaminan harga kepada perajin dan petani, pemerintah menetapkan HJP dan HBP. Namun, setelah dievaluasi, HJP tidak berjalan efektif. Fluktuasi harga kedelai internasional membuat importer tidak dapat memenuhi harga patokan yang ditetapkan.
\"Bulan lalu kami menetapkan harga jualnya Rp 7.700 per kg. Tapi, banyak importer yang keberatan karena harga kedelai dunia naik,\" katanya. Srie menuturkan, saat ini prioritas pemerintah ialah memperbanyak pasokan kedelai sehingga harga turun.
Kusnarto, direktur PT FKS Multi Agro, salah satu importer kedelai, mengatakan telah menaikkan harga jual ke produsen. Itu dilakukan karena pelemahan nilai tukar rupiah mengurangi keuntungan mereka. \"Kami tentu merugi. Tapi, besarannya belum kami hitung,\" katanya. PT FKS Multi Agro mulai Januari hingga Agustus mendatangkan 450 ribu ton kedelai. Lalu, hingga akhir tahun ini, mereka akan mengimpor 200 ribu ton kedelai. (uma/c4/oki)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: