SD Disegel, Walikota Turun Tangan
BENGKULU, BE - Segel dan gembok yang terpasang di gerbang masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri 62 Kota Bengkulu akhirnya dilepas. 488 siswa dan siswi di sekolah tersebut juga sudah belajar seperti biasa. Pembukaan segel dilakukan Selasa malam (27/8) setelah dilakukan negosiasi warga, ahli waris, sekolah dan pemerintahan setempat. Kepolisian pun ikut memantau proses negosiasi tersebut. Walikota Bengkulu H Helmi Hasan pun memberikan perhatian serius terhadap insiden penyegelan tersebut. Walikota termuda itu pun meminta warga yang mengaku sebagai ahli waris lahan tidak melakukan penyegelan kembali karena bisa merugikan anak didik. Apalagi persoalan ini dapat diselesaikan secara bersama. \"Ahli waris tidak boleh menyegel-nyegel\" tegas Helmi. Kepada BE, Helmi menuturkan, Pemkot sesegera mungkin menuntaskan sengketa itu. Kalau memang sengketa lahan itu milik warga kota Bengkulu maka harus diganti. Hanya saja, untuk menggantinya pemerintah harus ada pembicaraan. Apalagi disebut-sebut sengketa ini juga telah berlangsung dan telah ada keputusan dari Mahkamah Agung (MA). \" Kita dengar sengketa ini sudah di MA dan telah ada putusanya. Mana putusan MA itu,\" tanyanya. Putusan MA itu, lanjut politisi PAN ini, akan dijadikan dasar pemerintah melakukan koordinasi dengan legislatif untuk menganggarkan ganti rugi lahan tersebut. \"Ganti rugi juga bisa kita lihat dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nah, ini tentu ada pembicaraan,\" katanya.
Minta Ganti Rugi Kepala SDN 62 Kota Bengkulu, Tutik Sumarsih SPd mengaku tidak mengetahui secara persis kronologi penyegelan sekolah yang baru dipimpinnya 8 bulan terakhir. Hanya saja, sejak semalam dirinya sudah mendapatkan informasi dari pemilik tanah yang menyatakan mau membuka gerbang sekolah yang sudah digemboknya. \"Saya berterimakasih sekali kepada pemilik tanah yang sudah mau membuka gerbong sekolah ini karena anak-anak mau belajar,\" jelasnya secara singkat. Lebih detail, penjaga SDN 62, Topan menuturkan pada pukul 16.00 WIB, sekolahnya kedatangan 5 orang yang langsung mengunci pintu sekolah dengan gembok. Melihat kejadian itu, beberapa orang siswa yang sedang melakukan kegiatan di halaman sekolah terlihat sangat terkejut. Karena kedatangan keluarga dari pemilik tanah itu langsung menyegel sekolah yang ketika itu kegiatan belajar mengajar masih berlangsung. \"Anak-anak di halaman sedang latihan baris berbaris tiba-tiba datang keluarga dari ibu Atiyah yang datang menyegel gerbang sekolah,\" jelasnya. Tak lama kemudian, pukul 17.30 WIB, gerbong dibuka kembali karena jam belajar siswa telah habis. Setelah itu, gerbong disegel kembali hingga malam hari. \"Mereka bilang kalau tanah ini tanah milik keluarga Atiyah berdasarkan keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan keluarga Atiyah,\" terangnya. Mendengar hal tersebut masyarakat sekitar sekolah pun langsung menghubungi kepolisian mengingat situasi yang sudah tidak memungkinkan. Akhirnya, setelah menunggu lama gerbong sekolah ini pun kemudian dibuka kembali oleh kepolisian. Ketua RW 08 Sawah Lebar Baru, M Rusli Amin mengakui sudah terjadi penyegelan gedung sekolah oleh keluarga Atiyah. Sebagai pemuka masyarakat yang telah lama bertempat di kawasan ini, Rusli menjelaskan bahwa tanah ini adalah milik keluarga Atiyah. Namun pada kepemimpinan Walikota Bengkulu Sulaiman Effendi tanah seluas 6 ribu meter ini diambil secara paksa untuk dibangun fasilitas negara yaitu gedung sekolah dan perumahan guru. Bahkan pada tahun 1984, terjadi keributan perebutan kembali tanah yang sudah dibangun gedung sekolah oleh keluarga Atiyah. \"Setelah bapak Husinuddin meninggal, anak dan istrinya ribut dengan pemerintah ingin tanahnya dikembalikan. Tetapi pemerintah tetap membangun dan sampai sekarang terjadi lagi,\" ungkapnya. Sebagai masyarakat, dia berharap agar pemerintah mencari solusi yang terbaik agar keperebutan ini tidak terjadi kembali. Bagaimanapun, sekolah yang berdiri tahun 1982 ini telah banyak melahirkan alumninya. Sebagai orang tua yang pernah menyekolahkan anaknya di SDN 62, berharap agar gedung sekolah ini masih tetap ada. \"Kami menolak penyegelan karena anak-anak mau sekolah di mana? Pemerintah harus bernegosiasi dengan keluarga pemilik tanah untuk menyelesaikan ganti ruginya,\" harapnya. Di sisi lain, pemilih tanah SDN 62, Atiyah ditemui BE di kediamannya mengaku pihaknya sudah lelah menanti realisasi dari pemerintah yang setiap tahun berjanji akan menyelesaikan ganti rugi tanah itu. Sudah hampir 30 tahun, Atiyah dan keluarganya mencari keadilan atas kepemilikan tanah yang diambil alih pemerintah sejak tahun 1984. Mirisnya, perebutan tanah itu dilakukan pemerintah seminggu meninggalnya suaminya. \"Bapak meninggal seminggu, tanah itu langsung diserobot dibangun sekolah tanpa memberitahu keluarga. Saya sedih sekali waktu itu,\" ungkapnya. Tak terima diperlakukan semana-mena, sepeninggalan suaminya, Atiyah dan anaknya mencoba merebut kembali tanah tersebut. Bahkan anak tertuanya, Amirianuddin sempat ditangkap polisi. Berbekal surat keputusan Mahkamah Agung yang memutuskan kepemilikan tanah dimenangkan keluarganya, Atiyah bersama dengan 12 anaknya meminta kembali haknya kepada pemerintah. \"Tanah ini sah milik kami, dan kami meminta ganti rugi kepada pemerintah,\" pintanya.
Pantau Situasi Insiden ini juga membuat Polres Bengkulu ikut memantau situasi sekolah tersebut. Kapolres Bengkulu AKBP Iksantyo Bagus Pramono SH MH mengungkapkan pihaknya melalui intelijen telah melakukan penyelidikan, dengan meminta keterangan dari semua pihak yang berkompeten. Bahkan polres juga telah menggelar pertemuan dengan ahli waris dengan memanggil kuasa hukum. Ini untuk mengklarifikasi kebenaran kepemilikan SHM tersebut. \"Sekarang ini kita berbicara soal hukum, sehingga warga tidak bisa bertindak langsung melakukan penyegelan,\" katanya. Penyegelan yang dilakukan di aset pemerintahan terlebih menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika apa yang ahli waris perjuangkan telah memiliki bukti hukum polres siap memfasilitasi pertemuan dengan Pemkot Bengkulu.(247/128)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: