Pengacara Djoko Nilai Tuntutan JPU Emosional
JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menilai harta yang dimiliki terdakwa dugaan korupsi Driving Simulator SIM Korps Lalu Lintas Polri dan Pencucian Uang, Inspektur Jenderal Djoko Susilo tak wajar.
Karenanya, JPU berkeyakinan Djoko telah melakukan pidana pencucian uang. Menurut JPU KPK, Antonius Budi Satria, terhitung sejak 2010 hingga Maret 2012, sebagai pejabat kepolisian Djoko mempunyai penghasilan total Rp 235 juta. Beberapa jabatan diemban Djoko dalam periode itu. JPU membeberkan, Djoko dalam periode itu menjabat Direktur Lalu Lintas Badan Pembinaan Keamanan Polri, Kepala Korps Lalu Lintas Polri dan Gubernur Akademi Kepolisian Semarang.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Djoko juga disebut mempunyai penghasilan lain total Rp 1,2 miliar.
Kendati demikian selama periode itu, kata JPU KPK, Djoko membeli aset seperti tanah, bangunan, Stasiun Pengisian Bahan bakar untuk Umum, dan kendaraan. \"Totalnya Rp 63,7 miliar,\" ujar JPU Antonius, membacakan surat tuntutan untuk Djoko, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (20/8), malam.
Menurut JPU pula, Djoko melakukan pembelian melalui keluarga atau pihak ketiga. Dia menegaskan, Djoko tidak mengatasnamakan atas dirinya sendiri saat membeli aset-aset itu.
Karena tak sesuai dengan profil penghasilan Djoko, maka JPU menduga harta kekayaan jenderal bintang tiga itu ada yang berasal dari tindak korupsi dalam pengadaan Driving Simulator SIM.
Pun demikian pada periode 2003 hingga Oktober 2010. Menurut JPU, periode itu Djoko menjabat sebagai Kepala Kepolisian Resor Bekasi, Jawa Barat, Kapolres Metro Jakarta Utara, Dirlantas Polda Metro Jaya, Wakil Dirlantas Babinkam Polri, Dirlantas Babinkam Polri, dan Kakorlantas.
Menurut JPU, sebagai pejabat Polri, Djoko memeroleh penghasilan total Rp 407 juta dan penghasilan lainnya Rp 1,2 miliar.
Dalam LHKPN, JPU menyebut Djoko tidak mempunyai penghasilan lainnya yang sah. Berdasarkan fakta persidangan, jaksa mengatakan selama 2003-2009, Djoko menerima uang dari PT Pura Kudus dengan total senilai Rp 7 miliar terkait dengan pengadaan BPKB.
Namun, sepanjang periode 2003-Oktober 2010, Djoko mempunyai total aset yang dibeli senilai Rp 54,6 miliar dan 60 ribu US Dolar. Jaksa menilai hal itu tidak wajar. \"Diduga sebagai penghasilan dari tindak pidana korupsi,\" ungkap jaksa.
Usai persidangan, Nasrullah Penasehat Hukum Djoko, menyatakan, pihaknya siap melakukan pembelaan. Dia heran, dengan apa yang dituduhkan JPU kepada kliennya. Misalnya, JPU menyebut Djoko melakukan pencucian uang karena memeroleh penghasilan dari hasil korupsi.
\"Saya kemarin sudah tanya kepada Pak Djoko sebelum ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Juli 2012, pernah tidak sebelumnya didakwa kasus korupsi? Tidak pernah,\" kata Nasrullah, kepada wartawan.
\"Saya tanya juga pernah jadi tersangka? tidak pernah. Pernah dilidik dalam kasus korupsi, tidak pernah. Pernah diperiksa atau diduga melakukan korupsi, tidak pernah,\" kata Nasrullah.
Ia pun heran, dengan pernyataan JPU bahwa Djoko tak mampu membuktikan tidak pernah korupsi. \"Masa harus seperti itu,\" sesalnya.
Kemudian soal penncabutan hak memilih dan dipilih Djoko dalam jabatan publik, Nasrullah menegaskan, itu menghancurkan hak-hak politik orang. Menurutnya, kalau dalam masa pemidanaan boleh-boleh saja hak politiknya dicabut. \"Hak sipil-sipilnya setelah sidang itu harus pulih. Kalau selama pemidanaan oke. Tapi setelah pemidanaan, boleh (punya hak),\" jelasnya.
Dia menilai tuntutan JPU penjara 18 tahun beserta denda dan tambahan pidana lainnya sangat emosional. \"Tuntutan sangat emosional. Lebih kepada dulu banyak kepada pertengkaran (KPK-Polri), mungkin saja. Tapi, saya harap tidak. Yang jelas tuntutan itu di luar prinsip hukum,\" katanya.
Dia pun mengingatkan, Djoko juga pernah berjasa untuk negeri ini. Misalnya menggagas TMC, gedung Polres Jakarta Utara yang termegah dan terbagus, mengadakan Simulatro serta gedung biru Polda Metro Jaya. \"Itu semua di zaman Djoko Susilo,\" tuntasnya.(boy/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: