Pasangan Siri Diminta Isbat Nikah
JAKARTA, BE - Kementerian Agama (Kemenag) terus menyorot pertumbuhan perilaku nikah siri alias tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Mereka meminta pasangan nikah siri segera mengikuti isbat nikah. Sehingga hak-hak sipil pasangan dan anak-anaknya diakui pemerintah. Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Dir Urais-Binsyar) Kemenag Muchtar Ali menuturkan, program isbat ini merupakan kerja sama antara Kemenag, Mahkamah Agung (MA), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). ”Perlu saya tegaskan bahwa isbat nikah ini sangat menguntungkan bagi masyarakat. Berbeda sekali dengan nikah atau kawin massal,” tukasnya. Muchtar menuturkan ketentuan isbat nikah untuk pasangan nikah siri berlaku surut. Artinya jika saat isbat nikah pasangan siri tadi sudah memiliki anak, otomatis anak tersebut bisa mendapatkan akta kelahiran dan hak-hak kependudukan lainnya. Sebaliknya prosesi nikah massal tidak berlaku surut. Jika ada pasangan siri telah memiliki anak dan mengikuti nikah massal, negara tidak mengakui status anak tersebut. Maka anak-anak dari pasangan nikah siri yang mengikuti kawin massal di KUA tidak berhak mendapatkan akta kelahiran. ”Pemerintah perlahan akan menghapus praktik nikah massal untuk pasangan siri. Karena tidak menguntungkan bagi anak-anaknya,” ujarnya. Muchtar menuturkan program isbat nikah ini sudah mulai dijalankan. Tetapi dalam praktiknya masih belum banyak pasangan nikah siri yang memanfaatkannya. Muchtar menuturkan skema pengajuan isbat nikah ini. Caranya dimulai dengan mendaftarkan diri di pengadilan agama setempat. Ia mengingatkan pasangan nikah siri yang mendaftar isbat nikah wajib membawa dokumen penunjang serta saksi-saksi. ”Harus benar-benar terbukti pasangan nikah siri,” katanya. Setelah disahkan oleh pengadilan agama, pasangan nikah siri yang mengajukan isbat nikah itu berhak mendapatkan buku nikah dari KUA setempat. Nah, berbekal buku nikah resmi yang dikeluarkan KUA itu, anak-anak pasangan nikah siri bisa mengurus akta lahir. ”Saat ini fungsi akta lahir sangat vital. Rugi jika ada yang tidak memilikinya,” tukasnya Muchtar. Fungsi akta lahir itu di antaranya adalah untuk membuat KTP, syarat masuk sekolah, hingga kuliah. Menurut Muchtar laporan yang masuk ke Kemenag tentang anak-anak yang belum berakta lahir sangat mencemaskan. Ia menuturkan saat ini ada sekitar 32 juta anak pasangan nikah siri yang tidak bisa mendapatkan akta lahir. Selama pernikahan orang tua mereka belum terdaftar di KUA, anak-anak tadi tidak dapat mengurus penerbitan akta lahir. Selain sosialisasi isbat nikah itu, Muchtar juga mengatakan perkembangan pembinaan KUA. Ia menuturkan pemerintah dan DPR sudah sepakat mengalokasikan anggaran untuk penghulu atau petugas pencatat nikah. Dengan catatan alokasi anggaran itu untuk pencatatan pernikahan di luar kantor dan di luar hari kerja. Pungli Nikah, Dipidanakan Kementerian Agama (Kemenag) terus menyoroti adanya pungutan liar (pungli) nikah yang dilakukan oknum petugas Kantor Urusan Agama (KUA). Bahkan, Kemenag sempat geram lantaran masih ada laporan warga yang menyebut oknum petugas KUA melakukan pungli. Laporan tersebut tentu membuat citra lembaga berfalsafah Ikhlas Beramal itu pun kian tercoreng. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kemenag Abdul Djamil menegaskan, pihaknya tidak pernah membenarkan petugas KUA meminta uang jasa pernikahan pada keluarga mempelai. Apalagi sampai mematok uang jasa yang harus diberikan mempelai pada petugas. \"Itu jelas-jelas pungli. Dan saya tidak pernah mentoleransi adanya pungli yang dilakukan petugas KUA. Sanksinya sangat keras!\" ujarnya. Dia memastikan bakal merespon secara langsung laporan warga terkait adanya oknum petugas KUA yang memang melakukan pungli. Pelakunya dapat diancam pidana sekaligus pemecatan dari jabatan. Bahkan bisa pula dicopot dari status sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Menurutnya, kondisi yang dialami petugas KUA memang cukup sulit. Mereka diminta melayani tugas mencatat pernikahan di luar jam bekerja. Jumlahnya bisa puluhan kali dalam sebulan. Padahal, petugas KUA merupakan PNS yang memiliki jam kerja tertentu dengan aturan yang sama seperti pegawai lainnya, yakni memiliki hak libur pada waktu yang telah ditentukan. \"Nyatanya petugas KUA itu tetap bekerja pada jam yang ditentukan dan diatur. Lokasi kerjanya pun tidak lagi pada tempat yang biasa,\" paparnya. Dia mengaku prihatin terhadap kondisi petugas KUA itu, terlebih terasa di daerah kepulauan. Banyak petugas KUA yang diminta menghadiri dan mencatat pernikahan di lokasi yang sangat jauh. Mereka harus menempuh dengan kapal dan kendaraan lainnya. Sedangkan petugas KUA yang berada di perkotaan, memang relatif lebih mudah. Ini karena jangkauan kerja melayani pernikahan relatif bisa dijangkau kendaraan. Namun semuanya tetap dilakukan di luar jam kerja. \"Saya meminta keluarga mempelai untuk menikah di kantor KUA saja. Itu mencegah adanya uang amplop yang harus diberikan pada petugas KUA,\" tegasnya. Dia juga meminta petugas KUA tidak memberikan patokan uang jasa pernikahan. Pematokan uang jasa pernikahan itu merupakan tindak pidana. ”Bisa menjadi bagian dari tindakan suap,” ujarnya. Sebelumnya, Irjen Kemenag Muhammad Jasin mengungkapkan, jumlah pungli di seluruh KUA di Indonesia mencapai angka fantastis, yakni Rp 1,2 triliun. \"Jumlahnya memang besar karena punglinya tidak main-main,\"paparnya. Jasin memaparkan, pungli tersebut terjadi ketika ada pasangan yang mendaftar ke KUA untuk menikah. Dari proses pendaftaran tersebut, biasanya para penghulu minta jatah atau ongkos. Biaya sebenarnya hanya Rp 30 ribu. Tapi, para penghulu nakal itu mematok tarif Rp 500 ribu. \"Kalau kita akumulasikan dalam setahun ada sekitar 2,5 juta pasangan menikah. Kalau dikalikan Rp 500 ribu, hasilnya ya mencapai Rp 1,2 triliun,\" katanya. Pihaknya menyarankan agar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB) KUA dapat dialokasikan sebagai real cost bagi penghulu. \"Dengan begitu diharapkan bisa menghindari terjadinya suap dan gratifikasi seperti praktik pungli yang ada sekarang ini,\" ujar Jasin.(**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: