Walikota Dilaporkan ke Komnas HAM

Walikota Dilaporkan ke Komnas HAM

\"RIO-PMIIBENGKULU, BE - Kebijakan Walikota Bengkulu merelokasi Pedagang Pasar Subuh di  Jalan KZ Abidin I ke Barukoto II, yang mengakibatkan ditahannya 3 pedagang oleh Polres Bengkulu,  dilaporkan mahasiswa yang tergabung dalam PMII dan Koaliasi Mahasiswa Pro Rakyat (Kompor) ke Komisi Nasional Hak Azazi Manusia (Komnas HAM). Selain melaporkan ke KomnasHAM, PMII Bengkulu juga berencana berkoordinasi dengan PMII pusat untuk menggelar aksi di depan istana negara. Sehingga persoalan relokasi pasar Subuh itu akan menjadi isu nasional. \"Kami menilai tindakan walikota merelokasi Pasar Subuh yang berujung pada penangkapan dan penahanan pedagang sudah melanggar HAM. Kami akan menyampaikan kasus ini ke Komnas HAM agar pedagang yang menjadi korban relokasi itu  tidak dirampas haknya sebagai warga negara. Dan besok pagi (pagi ini) saya dan bendahara berangkat ke Jakarta membawa  kasus ini dan semua barang bukti yang ada,\" tegas Ketua PMII Bengkulu, Muhammad Iqbal saat konfrensi pers, kemarin. Gerakan mahasiswa ini menuntut beberapa hal. Pertama, meminta bantuan pihak Komnas HAM agar  3 orang pedagang yang saat ini ditahan segera dibebaskan. Karena keluarganya  cukup menderita akibat  mereka yang menjadi tulang punggung keluarga tidak bisa lagi mencari nafkah. Sejak ditanggkap 8 Juli lalu, hingga saat ini ketiga pedagang itu belum dapat menghirup udara bebas. Kedua, tetap memperjuangkan agar pedagang diberikan kesempatan untuk berjualan di Pasar Subuh, bukan di Pasar Barukoto II. \"Ketiga pedagang yang ditahan itu, yakni Edi Hendra, Hanafi, dan Hasan Basri. Hasan Basri ditahan karena kedapatan senjata tajam yang digunakan untuk mengupas jengkol, sedangkan 2 lainnya dituduh sebagai provokator. Dan ini sungguh tidak adil,\"  ungkap Iqbal. Ia mengaku, sejauh ini pihaknya sudah mendatangi Mapolres Bengkulu meminta ketiga pedagang itu agar dibebaskan. Namun, pihak Polres tidak berani membebaskannya karena tidak ada izin dari Walikota Bengkulu Helmi Hasan. Selain itu, pihaknya juga sudah meminta bantuan anggota DPRD Kota dan beberapa pihak lainnya, namun semua lepas tangan. \"Kami cukup prihatin, pedagang yang mencari sesuap nasi ini ditahan seperti koruptor. Dan semua lembaga di daerah ini sudah tidak bisa membantu, karena semuanya bertekuk lutut kepada walikota. Makanya kami memutuskan untuk membawa perkara ini ke tingkat nasional agar semua masyarakat Indonesia mengetahui  bagaimana pemberlakukan pedagang kecil di Kota Bengkulu,\" paparnya. Sementara itu, Wati, salah seorang  pedagang sayur di Pasar  Subuh yang ikut hadir dalam konfrensi pers tersebut, mengaku hingga saat ini ia bersama ratusan pedagang lainnya terpaksa mengangggur. Wati pun sudah mencoba berjualan di pasar Barukoto II, namun barang dagangannya tidak laku karena pasar Barukoto II tersebut sepi pengunjung. “ Kami sudah mencoba berjualan di Barukoto II tapi tidak laku. Kemudian saya coba berjualan di Pasar Panorama ternyata disitu banyak pungutannya. Seperti pungutan parkir Rp 5 ribu perhari. Sewa lapaknya Rp 10.000 per hari dan biaya keamanan dan lainnya jumlahnya hampir Rp 20 ribu perhari. Jika biaya cukup tinggi, bagaimana lagi kami cari makan,\" sampainya sembari berharap dibolehkan kembali berjualan di kawasan Jalan KZ Abidin I. Gelar Yasinan Dalam kesempatan itu,  Wati juga mengungkapkan bahwa semua pedagang sudah kompak untuk menggelar Yasinan  atas kebijakan  walikota tersebut. Mereka menganggap walikota sudah menyengsarakan mereka. \"Malam ini  (kemarin malam) kami menggelar Yasinan di rumah salah seorang pedagang Pasar Subuh. Kami akan berdoa semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal kepada Walikota, karena sudah berhasil menyengsarakan kami rakyat kecil ini,\" pungkas Wati. Dikonfirmasi, Kabag Humas Pemkot, Drs H Al Mizan mengaku  tidak keberatan dengan laporan mahasiswa tersebut. Namun ia membantah bahwa  kebijakan walikota tersebut dianggap melanggar HAM. \"Pedagang itu bukan digusur, tapi direlokasi ke tempat yang lebih baik, yakni di Pasar Barukoto II. Sehingga persoalan ini tidak  bukan melanggar HAM, tetapi memindahkan pedagang ke tempat yang lebih baik agar pedagang dapat berjualan dengan nyaman dan aman,\" ungkap Al Mizan.(400)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: