Rekomendasi Ulama Soal Dana Talangan Haji, Boleh

Rekomendasi Ulama Soal Dana Talangan Haji, Boleh

\"\"Dalam Sidang Komisi B-2 Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV tahun 2012 di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat juga dibahas soal status kepemilikan dana setoran BPIH yang masuk daftar tunggu (Waiting List), hukum penempatan dana BPIH pada bank konvensional, dan dana talangan haji dan Istitha’ah untuk menunaikan haji. Terkait dana talangan haji dan Istitha’ah untuk menunaikan haji, Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 tersebut ditetapkan bahwa: Pertama, dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS (Lembaga Keuangan Syariah) dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000. Kedua, apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001. Ketiga, jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji; dan Keempat, besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah. Dalam fatwa tersebut berlaku dua akad secara pararel: akad ijarah –sebagai akad utama -- dan akad qardh — sebagai akad pendukung. LKS yang mengurus dan membantu nasabah untuk memperoleh seat/porsi haji dari pihak otoritas berhak mendapatkan ujrah atas pekerjaan yang berupa pelayanan tersebut berdasarkan akad ijarah; oleh karena itu, berlakulah norma ijarah dan norma qardh sebagai terdapat dalam fatwa DSN-MUI. Akad qardh antara LKS dengan nasabah berupa pembiayaan dilakukan untuk mendukung pelayanan yang diberikan oleh LKS kepada nasabah dalam rangka membantu nasabah mendapatkan porsi haji sebagaimana dimaksudkan di atas. Untuk hal ini berlakulah ketentuan mengenai pembiayaan qardh sebagaimana diatur dalam fatwa DSN-MUI. Isu yang berkembang di masyarakat dalam menyikapi fatwa tentang Pembiayaan Pengurusan Haji LKS berkaitan dengan istitha’ah ; yaitu orang yang sudah istitha’ah (mampu) untuk melakukan ibadah haji merasa terhalangi oleh orang yang memperoleh fasilitas dari bank yang berupa talangan haji sehingga mendapatkan porsi haji lebih awal. Di sisi yang lain, keberadaan dana talangan haji dirasakan tidak sejalan dengan ruh syariat Islam yang menganjurkan kaum muslimin dari berhutang. Lantas bagaimana hukum pembiayaan pengurusan haji yang dilakukan oleh sejumlah perbankan syariah? Bagaimana kaitan syarat  istitha’ah dengan pelaksanaan ibadah haji? Apakah sebaiknya pembiayaan pengurusan haji oleh LKS diberhentikan untuk menghindari panjangnya daftar tunggu? Hukum pembiayaan pengurusan haji oleh lembaga keuangan syariah adalah boleh (mubah/ja’iz) dengan syarat mengikuti/taat pada dhawabith yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, yang ketentuannya antara lain: LKS hanya mendapat ujrah (fee/upah) atas jasa pengurusan haji, sedangkan qardl yang timbul sebagai dana talangan haji tidak boleh dikenakan tambahan. Istitha’ah adalah syarat wajib haji (bukan syarat sah haji), Upaya untuk mendapatkan porsi haji dengan cara memperoleh dana talangan haji dari LKS adalah boleh, karena hal itu merupakan usaha/kasab/ ikhtiar dalam rangka menunaikan haji. Namun demikian, kaum muslimin tidak sepatutnya memaksakan diri untuk melaksanakan ibadah  haji sebelum benar-benar istitha’ah dan tidak dianjurkan untuk memperoleh dana talangan haji terutama dalam kondisi antrian haji yang sangat panjang seperti saat  ini. Sebaiknya yang bersangkutan tidak menunaikan ibadah haji sebelum pembiayaan talangan haji dari LKS dilunasi. Pihak pemberi dana talangan haji wajib melakukan seleksi dan memilih nasabah penerima dana talangan haji tersebut dari sisi kemampuan finansial, standar penghasilan, persetujuan suami/istri serta tenor pembiayaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin tidak terabaikannya kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab nasabah seperti nafkah keluarga. Pemerintah c/q Bank Indonesia boleh memberlakukan kebijakan pembatasan kepada perbankan dalam menyalurkan pembiayaan dana talangan haji bila diperlukan. Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia merekomendasikan: Bank Indonesia agar meningkatkan pengawasan pelaksanaan , mengingat bahwa saat ini  jumlah waiting listsudah sangat panjang.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: