Batik Besurek, Bertahan Ditengah Gempuran Teknologi

Batik Besurek, Bertahan Ditengah Gempuran Teknologi

\"pengrajinBENGKULU, BE - Meski bukan penduduk asli Kota Bengkulu, nyatanya tidak menyurutkan hati Taryuni (62), pendatang dari Kuningan, Jawa Barat,  untuk menjaga kelestarian kain basurek dari batik tulis yang merupakan salah satu seni budaya Provinsi Bengkulu.  Dia mengatakan, mulai terjun membuat kain basurek pada tahun 1990 silam.

Ini bermula dari keinginan Gubernur Bengkulu saat itu, H A Razie Yahya yang menginginkan di setiap kelurahan ada pengrajin batik basurek. Tetapi sayang, seiring berjalannya waktu, minat masyarakat untuk membatik semakin tergerus. Apalagi saat ini, dimana para pembatik tradisional kalah bersaing dengan pembuat batik, yang menggunakan teknologi canggih.

\"Sekarang tinggal tiga orang yang masih membatik dengan tangan. Saya, lalu orang yang tinggal di Kuala Lempuing, sama satu lagi di Lingkar Barat.  Hanya kami yang bertahan, untuk meneruskan batik tulis kain basurek. Kenapa bisa begini, ya karena kami kalah bersaing sama batik printing.

Pemasarannya juga susah, karena memang harganya agak mahal karena memang bahan bakunya mahal. Untung kami cuma sedikit. Selain itu karena memang kurang didukung, tidak seperti dulu,\" keluh Taryuni kepada Bengkulu Ekspress kemarin.

Dia pun mengaku prihatin dengan kondisi seperti ini, padahal dulu membatik kain besurek begitu digencarkan untuk menjaga kelestarian budaya Provinsi Bengkulu. \"Kami bertahan, karena kami senang dan bahan baku masih ada. Walaupun modalnya mahal,\" ucap warga Jalan Suprapto 1, RT 5, RW 2, Nomor 23, Kelurahan Anggut Dalam ini.

Padahal dari sejarahnya, kain basurek mulai dikenal masyarakat Bengkulu ketika Pangeran Sentot Ali Basa diasingkan oleh kolonial Belanda. Pada saat pengasingan, keluarga Sentot Ali Basa membawa bahan dan peralatan membuat batik, yang tujuannya untuk mengisi kesibukan selama di pengasingan. Lalu warga Bengkulu tersebut tertarik dan belajar pada keluarga Sentot Ali Basa, untuk membuat batik.

Mengenai nama, kain besurek berasal dari dua kata, yaitu kain dan besurek. Kain adalah tekstil dan besurek berasal dari dua kata juga, yaitu be(r) yang artinya mempunyai atau memiliki. Sedangkan surek dari bahasa Bengkulu berarti surat atau tulisan. Sehingga makna kain basurek adalah kain yang memiliki tulisan.

Motif utama kain besurek adalah huruf kaligrafi, yang bertuliskan huruf Arab.  Ini tidak lepas dari masuknya agama Islam wilayah Bengkulu, pada abad 16. Padahal sebelumnya, motif kain besurek Bengkulu lebih banyak didominasi oleh motif flora dan fauna.

Sebelum pengaruh Islam masuk, warna yang mendominasi kain besurek Bengkulu umumnya adalah warna hitam, biru, merah, merah hati, coklat, kuning atau kekuningan. Kain Besurek dengan warna hitam atau biru biasanya digunakan untuk menutup mayat dan menutup keranda. Sementara itu, kain Besurek dengan warna merah, merah hati, coklat, kuning dan kekuningan biasanya digunakan untuk keperluan upacara adat seperti untuk penganten dan pernikahan.

Hingga saat ini, sudah banyak motif dari kain basurek yaitu motif kaligrafi yang biasanya kaligrafinya tidak memiliki makna. Lalu motif bunga Rafflesia, motif burung kuau, motif relung paku, dan motif rembulan. Biasanya dalam satu kain besurek, tidak hanya menggunakan satu motif, melainkan dipadupadankan diantara kelima motif tersebut.

Semua proses pembuatan kain besurek, sama persis dengan proses pembuatan kain batik di Pulau Jawa. Tetapi yang membedakan hanyalah motif, atau corak dan pemilihan warna pada batik yang lebih banyak mengambil motif atau warna warni yang sesuai dengan nilai seni budaya setempat. (cw6)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: