Menjaga Nilai di Era Digital Perpustakaan

Susialia Fitriani, Pustakawan Universitas Bengkulu-(ist)-
Perpustakaan perguruan tinggi merupakan sarana penunjang akademik yang berada dilingkungan universitas, institut, atau sekolah tinggi yang menyediakan berbagai fasilitas dan beragam informasi sebagai sumber belajar dan penelitian untuk mahasiswa, dosen, serta staf akademik.
Saat ini perpustakaan bukan lagi sekadar tempat menyimpan buku, tetapi telah menjadi pusat informasi, ruang belajar, ruang diskusi, kolaborasi, ajang pencari bakat, dan bahkan laboratorium inovasi. Namun, di tengah transformasi digital saat ini, manajemen perpustakaan menghadapi tantangan baru: bagaimana berinovasi tanpa mengorbankan etika dan nilai-nilai dasar pelayanan terhadap pemustaka. Inovasi digital tentulah berdampak kepada sistem layanan yang dilakukan secara online dan mandiri, seperti halnya layanan keanggotaan, sirkulasi, akses informasi, repository, ebook, ejournal, bahkan media sosial.
Sehubungan dengan penerapan layanan digital sebagian perpustakaan tidak lagi dilayani secara langsung oleh pustakawan karena sudah bisa dilakukan secara mandiri, online oleh pemustaka. Namun dibeberapa perpustakaan yang sudah menerapkan masih terdapat pustakawan yang standbay untuk bisa melayani secara langsung. Digital library tentunya memiliki dampak positif dan negatif hal inilah yang menjadi tantang bagi pustakawan dan perpustakaan dalam menerapkan inovasi layanan digital.
BACA JUGA:Sengketa Perdata yang Dipaksakan Menjadi Pidana: Catatan Kritis Atas Kasus Ahmad Kanedi
BACA JUGA:Dol di Malam Takbiran: Simbol Akulturasi Islam dan Budaya Bengkulu
Lalu bagaimana kita harus tetap bisa melayani dengan baik sekalipun layanan kita sudah dalam bentuk informasi digital? Di tulisan ini ada beberapa hal yang bisa diterapkan dalam pengembangan digitalisasi perpustakaan.
Inovasi dalam Manajemen Perpustakaan
- Manajemen perpustakaan digital mengharuskan kita untuk menerapkan sisi adaptif dan kreatif melalui inovasi yang telah diterapkan saat ini seperti:
- Digitalisasi Koleksi: koleksi ini bisa berupa buku, manuskrip, kliping, dan arsip langka yang dapat diakses secara daring sehingga layanan dapat diakses ke seluruh masyarakat umum dan pengguna secara khusus
- Layanan Berbasis AI dan Big Data: Sistem rekomendasi buku, Jurnal, Karya ilmiah, chatbot untuk layanan informasi, dan analisis perilaku peminjam yang dapat membantu meningkatkan efisiensi dan personalisasi layanan.
- Ruang Kolaboratif dan Makerspace Perpustakaan menyediakan ruang untuk diskusi, eksperimen teknologi, dan pelatihan keterampilan digital.
- Integrasi Media Sosial dan Aplikasi Mobile Komunikasi dengan pengguna menjadi lebih interaktif dan dinamis, memperkuat keterlibatan komunitas.
Etika dalam Manajemen Perpustakaan
Di balik inovasi, etika tetap menjadi fondasi utama. Beberapa prinsip etis yang harus dijaga meliputi:
- Privasi dan Keamanan Data Pengguna Penggunaan teknologi harus disertai perlindungan terhadap data pribadi dan kebebasan membaca.
- Akses Informasi yang Adil dan Inklusif Inovasi tidak boleh menciptakan kesenjangan digital. Perpustakaan harus tetap menjangkau kelompok rentan dan masyarakat terpencil.
- Netralitas dan Kebebasan Berinformasi Perpustakaan tidak boleh menjadi alat propaganda. Kurasi koleksi harus berdasarkan nilai edukatif dan keberagaman perspektif.
- Transparansi dalam Pengelolaan Pengambilan keputusan, alokasi anggaran, dan kebijakan koleksi harus terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
BACA JUGA:3 Polisi Gugur Di Arena Sabung Ayam, Intelijen yang Buruk dan Benarkah ada Sinergitas TNI-Polri?
BACA JUGA:Kasus Jaksa Jovi Andrea, Permasalahan UU ITE Dalam Perspektif Regulasi Komunikasi di Indonesia
Sinergi Inovasi dan Etika
Kunci keberhasilan manajemen perpustakaan masa kini adalah keseimbangan antara inovasi dan etika. Teknologi harus menjadi alat untuk memperkuat nilai-nilai perpustakaan, bukan menggantikannya. Manajer perpustakaan perlu menjadi pemimpin yang visioner sekaligus penjaga integritas.
Penutup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: