Prabu Wibisana! Menjadi Manusia Arif Setelah Melampaui Dilema

Prabu Wibisana! Menjadi Manusia Arif Setelah Melampaui Dilema

bagi pewayangan perjalanan Wibisana juga melambangkan kerinduan orang suci yang telah mencapai tingkat gunawan arif--

BENGKULUEKSPRESS.COM - Wibisana bagi mistikus adalah Gunawan, yaitu manusia yang sudah mencapai tataran arif atau menerima makrifat. Sedang bagi pewayangan perjalanan Wibisana juga melambangkan kerinduan orang suci yang telah mencapai tingkat gunawan arif (makrifat) yang ingin (bergabung) menjadi satu dengan Kebenaran sejati (Rama). Kisahnya cukup menarik. Coba perhatikan cara Wibisana berusaha menjauhkan diri dari angkara murka (mingkar mingkur ing angkoro).

BACA JUGA:Ini Dia Lima Wanita Cantik Istri Raden Arjuna

“Duh kakanda Maha Raja Rahwana”. Demikian Wibisana menyatakan pendapatnya. “Pertimbangkanlah, benar-benar keputusan kakanda untuk berperang melawan Sri Rama. Karena perang kali ini menurut pendapat hamba hanyalah semata-mata memperebutkan putri curian. Perang ini jelas akan membawa malapetaka dan pemusnahan darah dan putra-putra Alengka. Kalau demikian halnya apakah faedah perang ini? Sri Rama adalah seorang maha sakti gagah perkasa berbudi luhur dan jujur.

Ingatlah, guru kakanda Resi Subali tewas karenanya. Begitu pula Argasoka dulu adalah pertapaan dan tempat pesemadian nenek moyang kita, yang karena keramatnya mega piyak mendung menyibak, bahkan burun jatuh ketanah muntah darah, bila berani terbang melintasinya. Tetapi apa sekarang jadinya. Sekarang hanya satu kera duta Sri Rama sanggup merusak membakar dan memusnahkannya dengan mudah. Dilihat sepintas lalu memang Sri Rama hanyalah seorang diri tetapi beliau mempunyai senjata ampuh Gunawijaya, pemunah angkara murka.

BACA JUGA:Raden Arjuna! dari Pandawa yang Terkenal Ketampanannya dan Punya Banyak Istri

Lebih lanjut Wibisana berkata:
“Beliau adalah penjelmaan Wisnu, sedangkan Wisnu adalah sumber hidup dan kehidupan. Hidup adalah suci. Hidup adalah adil. Adil adalah Kebenaran. Hanya satria yang demikian itulah yang akan menang. Kalau kakanda kalah, semua orang akan mengutuk perbuatan paduka. Rakyat akan meninggalkan paduka. Bahakan binatangpun akan memusuhi pula.O Kakanda dengan segala hormat dan kerendahan hati serta demi keselamatan Negara, bangsa dan paduka sendiri. Kembalikanlah Sinta kepada Sri Rama.”

Rahwana tak sabarkan diri sambil meloncat mengumpati Wibisana. “Biadab diam. Prajurit penakut perang. Minggat dari sini.” Wibisana tahu bahaya yang akan minimpanya maka dengan ceketan menghindarkan serangan dan pergi meninggalkan Alengka bersatu dengan Sri Rama.

BACA JUGA:Kematian Jayadrata, Senjata Cakra Menutupi Matahari

Di sini Wibisana memilih kebenaran mutlak daripada memilih “membela raja”. Pilihan Wibisana menyebabkan pertentangan antara dua motif pokok yaitu: Memilih antara kebenaran mutlah dan membela kerajaan, dua konflik yang sama berat dan seimbang.

Membela kerajaan berarti mengkhianati kebenaran atau mengikuti angkara, sedangkan membela kebenaran berarti mengkhianati kerajaan/negara. Oleh karena itu dalam pewayangan pada waktu kaki kiri Wibisana sudah menginjak bumi Maliawan dan kaki kanan masih di bumi Alengka, ia berhenti sejenak yang oleh Ki Dalang diceritakan sebagai berikut:

“Mandeg greg kadyo tugu sinungkarta Raden Wibisana oneng jroning penggalih, jagad mendung pada sanalika, manuk-manuk kang pada mabur pada nyalorot ing lemah pating ketotor wulune, mino-mino kang ana jroning telaga pada ngambang minggir ing gisiking telaga bebasan godongan tan ora obah, labet samirana datan lumampah.”

BACA JUGA:Prabu Basudewa! Putra Tertua Dewi Kunti

Artinya:
“Berhenti tegak berdiri laksana tugu yang berbusana. Wibisana bimbang hatinya. Dunia gelap seketika, burung-burung yang sedang terbang segera menukik ke tanah, sayap dan bulunya tak teratur, ikan-ikan dalam telaga menepi, seolah-olah daun-daunpun tak bergerak karena tak ada angin yang menghembus.”

Pocapan dalang tersebut dapat diartikan sebagai gambaran terjadinya moral dilemma atau konflik batin yang rasanya seperti. “Makan buah simalakama, dimakan ibuknya meninggal tidak dimakan ayahnya meninggal, sehingga maju tatu (luka) mundur ajur.”(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: