Sejarah Peredaran Opium Atau Candu Di Dunia

Sejarah Peredaran Opium Atau Candu Di Dunia

Tahun 1600-an Penduduk Persia dan India memakan dan meminum campuran makanan yang mengandung opium untuk maksud bersenang-senang.--

BENGKULUEKSPRESS.COM - Apa itu Opium, apiun, atau candu? Opium bahasa kerennya disebut poppy adalah getah bahan baku narkotika yang diperoleh dari buah candu (Papaver somniferum L. atau P. paeoniflorum) yang belum matang. Opium merupakan tanaman semusim yang hanya bisa dibudidayakan di pegunungan kawasan subtropis. Tinggi tanaman hanya sekitar satu meter. Daunnya jorong dengan tepi bergerigi.

BACA JUGA:Mau Membangkitkan Indera Ke-6? Begini Caranya

Bunga opium bertangkai panjang dan keluar dari ujung ranting. Satu tangkai hanya terdiri dari satu bunga dengan kuntum bermahkota putih, ungu, dengan pangkal putih serta merah cerah. Bunga opium sangat indah hingga beberapa spesies Papaver lazim dijadikan tanaman hias. Buah opium berupa bulatan sebesar bola pingpong bewarna hijau.

Sejarah opium dimulai di tahun 3400 SM ketika para petani mulai menanamnya di Mesopotamia bagian bawah. Sejak saat itu, para penduduk telah menanam dan menggunakan opium sebagai narkotika  dan sebagai obat dalam bidang kedokteran, menurut situs House of Opium, sebuah museum di propinsi Chiang Rai di Thailand.

Pengaruh opium di Asia sangat besar. Minat negara Inggris dalam keuntungan dari perdagangan opium telah memicu dua peperangan dengan Cina di tahun 1800-an. Opium, yang sering disebut “Emas Hitam,” begitu berharganya sehingga seringkali orang menggunakan emas sebagai pengganti uang dalam perdagangannya, menurut houseofopium.com. Di akhir tahun 1900-an, perdagangan yang sama menciptakan apa yang kemudian dikenal sebagai Segitiga Emas.

BACA JUGA:Hewan Ini Konon Dapat Merasakan Kedatangan Makhluk Halus

Wilayah itu, yang dinamai oleh para pedagang opium, meliputi bagian dari tiga negara: Thailand, Laos dan Birma yang meliputi lebih dari 100.000 kilometer persegi pegunungan dan membentuk sebuah segitiga atau semacamnya. Dua buah sungai besar, Mekong dan Ruak, bergabung di tengah daerah itu.

Sampai hari ini, “obat terlarang memasuki Kamboja dari daerah Segitiga Emas di sepanjang perbatasan-perbatasan Thailand, Laos dan Birma,” lalu melalui Kamboja menuju Thailand dan Vietnam untuk diekspor,” menurut buku terbitan tahun 2010 berjudul Issues for Engagement: Asian Perspectives on Transnational Security Challenges (Masalah-Masalah Untuk Dijadikan Perjanjian: Pandangan Asia Mengenai Tantangan-Tantangan Keamanan Antarnegara).

Negara-negara Segitiga Emas telah matang dalam membuat dan mengedarkan obat terlarang, menurut buku yang diedarkan oleh Asia-Pacific Center for Security Studies (Lembaga Asia-Pasifik untuk Penelitian Keamanan) itu. Misalnya, “para laboratorium tersembunyi yang ditunjang oleh sindikat kejahatan yang teratur membuat obat-obat terlarang di daerah-daerah Kamboja yang jarang penduduknya,” demikian dinyatakan buku itu, dan perbatasan-perbatasan yang bercelah memancing para penyelundup untuk melewati hutan-hutannya yang terpencil.”

BACA JUGA: Tertarik Beli Motor Seken? Begini Cara Mengecek Kondisinya

Thailand merupakan “tempat pemindahan muatan dan importir bersih obat perangsang jenis amphetamine,” menurut Laporan Kebijakan Pengendalian Narkotika Internasional dari Departemen Luar Negeri A.S. di tahun 2010. Menurut laporan tersebut, shabu-shabu diperdagangkan dari Birma melewati perbatasan utara Thailand untuk diekspor secara internasional.

Kemungkinan obat-obatan terlarang dibawa dari Birma melalui Laos dan menyeberangi Sungai Mekong memasuki Thailand, menurut laporan itu, yang menambahkan bahwa para penyelundup juga membawanya ke selatan melalui Laos menuju Kamboja di mana mereka masuk lewat perbatasan Thai-Kamboja. Jumlah tablet shabu-shabu yang diedarkan dari Segitiga Emas juga telah meningkat jumlahnya, menurut laporan itu. Di tahun 2008 misalnya, pihak berwajib Cina di propinsi Yunnan telah menyita shabu-shabu sebanyak 2,4 ton.

BACA JUGA:Prototype Motor Sport Listrik Triumph TE-1 Segara Diproduksi

Indian memproses Opium
Terlebih lagi, Cina dan India merupakan penghasil besar ephedrin dan pseudoephedrin, yang digunakan secara tak sah dalam pembuatan shabu-shabu, menurut laporan tersebut. Lalu bagaimana perkembangan tanaman opium di Indonesia, apalagi setelah India mampu menjual opium dengan mengubahnya menjadi sabu, kokain dan morfin, Penjualan opium menjadi semakin pesat? Di Indonesia opium mulai masuk pada zaman penjajahan Belanda yakni tahun 1980-an. Saat itu para penjajah mendapatkan opium ini dari India kemudian dijual ke masyarakat luas.

Ada dua cara penjualan opium saat itu melalui pelelangan negara dan penjualan kepada bandar-bandar yang tersebar di Indonesia. Saat itu, tingginya harga opium mengakibatkan banyak opium yang diselundupkan. Beruntung, pengaruh negatif opium bisa segera disadari pemerintah Belanda. Dalam sumber lainnya di javaaction.org disebutkan pada tahun 1900-an, pemerintah Belanda mulai melarang rakyat Indonesia dan warganya untuk mengonsumsi opium.Namun tetap saja penjualan opium oleh negara dan pemilik tanah kepada para bandar masih dilakukan mengingat besarnya nilai jual opium.

BACA JUGA:Dijual Murah Rp40 Jutaan, Moge Triumph Speed 400 dan Scrambler 400 X

Memasuki abad millenium, perang terhadap opium dan narkoba sejenisnya mulai digalakan. Ini terealisasi dengan dibentuknya Badan Narkotika Nasional (BNN) yang berkomitmen mencegah meluasnya narkoba hingga memenuhi target Indonesia bebas narkoba di tahun 2015.

Sejarah opium di Asia
Tahun 1600-an Penduduk Persia dan India memakan dan meminum campuran makanan yang mengandung opium untuk maksud bersenang-senang. Pedagang Portugis membawa opium asal India ke Cina. Tahun 1700-an Orang-orang Belanda mengekspor opium India ke Cina dan pulau-pulau di Asia Tenggara. Para pedagang opium juga memperkenalkan cara menghisap opium dengan menggunakan pipa tembakau kepada orang-orang Cina.

BACA JUGA:Ketangguhan BMW R 1300 GS Taklukkan Pegunungan Berapi Paling Aktif di Dunia

Opium merajai Shanghai 1907
Tahun 1729 Kaisar Cina Yung Cheng mengeluarkan larangan menghisap opium dan penjualannya di dalam negeri, kecuali dengan surat izin untuk keperluan pengobatan. Tahun 1767 Angka impor perusahaan British East India Co. ke Cina hingga mencapai jumlah mengejutkan sebanyak 2.000 peti setahunnya. Satu peti dapat memuat 60 kilogram opium mentah.

Tahun 1811 Raja Thai Rama II melarang penjualan dan penggunaan opium.
Tahun 1839 Raja Thai Rama III mengenalkan hukuman mati untuk pengedar besar opium tapi masalah opium terbukti terlalu luas bagi para petugas untuk diberantas. Tahun 1842 Inggris mengalahkan Cina dalam Perang Opium Pertama antara tahun 1839 sampai 1842. Setelah Inggris memaksa Cina untuk tetap membuka jalur perdagangan opium, Cina menyerahkan Hong Kong kepada Inggris. Hong Kong berkembang menjadi sebuah tempat perpindahan penting bagi opium India untuk memasuki pasar Cina yang sangat besar.

BACA JUGA:Ketangguhan BMW R 1300 GS Taklukkan Pegunungan Berapi Paling Aktif di Dunia

Tahun 1856 Orang-orang Inggris dan Perancis memulai lagi permusuhan mereka terhadap Cina dalam Perang Opium Kedua, antara tahun 1856 sampai 1860. Di akhir perjuangan itu, impor opium disahkan secara hukum. Di tahun 1860, Cina mulai menanam opiumnya sendiri dalam jumlah yang sangat banyak.

Tahun 1898 Heinrich Dreser, yang bekerja untuk Bayer Co. di Elberfeld, Jerman, menemukan bahwa mengencerkan morfin dengan asetyl menghasilkan suatu obat tanpa akibat sampingan. Bayer mulai membuat diasetylmorfin dan menamakannya “heroin”, dari kata Jerman heroisch yang berarti heroic (bersifat seperti pahlawan). Heroin tidak diperkenalkan secara umum selama tiga tahun berikutnya.

Tahun 1900-an Sebuah lembaga dermawan A.S. Saint James Society mengadakan suatu kampanye untuk menyediakan contoh-contoh gratis heroin melalui jasa pos kepada para pecandu morfin yang sedang berusaha untuk berhenti. Inggris dan Perancis berhasil dalam mengawasi pembuatan opium di Asia Tenggara. Daerah ini, yang dikenal sebagai Segitiga Emas, lalu menjadi pemain utama dalam perdagangan opium yang menguntungkan di tahun 1940-an.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: