Demang Lehman, Panglima Perang Banjar yang Kepalanya Disimpan di Museum Leiden
Demang Lehman menjalani hukuman gantung sampai mati di Martapura sebagai pelaksanaan keputusan Pengadilan Militer Belanda tanggal 27 Februari 1864.--
BACA JUGA:Benarkah, Minum Air Putih Bantu Mencerahkan Wajah?
Pemerintah Belanda juga mengutus Haji Isa, seorang yang dekat dengan dan tahu Pangeran ini berada. Tugas Haji Isa adalah menyampaikan keinginan Pemerintah Belanda terhadap sang Pangeran ini.
Haji Isa tidak berhasil menemukan Pangeran Hidayatullah, tetapi dia bertemu dengan Demang Lehman. Ketika Haji Isa menyampaikan misinya, Demang Lehman langsung menolak segala macam perundingan dan akan terus berjuang sampai akhirnya memperoleh kemenangan.
Laporan Haji Isa ini menimbulkan semangat Belanda untuk mengatur siasat baru. Mayor Koch Asisten Residen di Martapura mengatur dan mengadakan hubungan dengan Demang Lehman atas perintah Residen Verspijck. Pertemuan dengan Demang Lehman menghasilkan kesepakatan bahwa Demang Lehman bersedia menemui Pangeran Hidayatullah asalkan Belanda berjanji mendudukkan Pangeran Hidayatullah sebagai Sultan Banjar.
BACA JUGA:All New Toyota Voxy Mobil Terlaris di Kelas MPV Minivan, Ini Keunggulan Dan Harganya
Setelah terjadi hubungan surat menyurat antara Demang Lehman dengan Regent Martapura yaitu Pangeran Jaya Pemenang, Demang Lehman bersedia turun ke Martapura. Pada tanggal 02 Oktober 1861, Demang Lehman turun ke Martapura bersama tokoh-tokoh pejuang disertai 250 orang pasukannya.
Anggota pasukannya ini akan menyusup ke seluruh pelosok Martapura dan bakal mengamuk kalau Belanda menipu dan menangkap Demang Lehman. Tanggal 06 Oktober 1861, Demang Lehman memasuki Kota Martapura disertai 15 orang pemimpin lainnya. Haji Isa menyambut rombongan ini dan langsung ke rumah Regent Martapura Pangeran Jaya Pemenang.
Dalam pertemuan empat mata, Residen berusaha memikat Demang Lehman dengan janji memberikan jaminan hidup setiap bulan kepadanya asal Demang Lehman berjanji menetap di Martapura, Banjarmasin, atau Pelaihari dan mengajak seluruh rakyat kembali ke kampung mereka masing-masing dan bekerja sama seperti semula.
Janji Residen itu tidak menarik perhatiannya. Demang Lehman tegas menyatakan bahwa mereka akan berjuang terus sampai Pangeran Hidayat dapat duduk kembali di Martapura memangku Kerajaan Banjar. Hasil pertemuan dengan Residen tersebut memaksa Demang Lehman mencari tempat persembunyian Pangeran Hidayatullah dan akan merundingkannya dengan lebih teliti dan segala akibatnya nanti.
BACA JUGA:Kampanye ke Bengkulu, Ini Prioritas Capres No Urut 1 Anies Baswedan untuk Bumi Rafflesia
Pada tanggal 09 Oktober 1861, Demang Lehman berangkat ke Karang Intan dan kepergiannya ini memakan waktu hampir sebulan. Kepergian Demang Lehman ini mengkhawatirkan Belanda.
Pada tanggal 30 Desember 1861, Residen GM Verspyck tiba di Martapura dan perundingan dengan Demang Lehman dilangsungkan. Residen berjanji Pangeran Hidayat boleh tinggal dengan keluarganya di Martapura selama perundingan berlangsung. Jika perundingan gagal Pangeran Hidayat boleh kembali ke pusat pertahanannya dalam tempo sepuluh hari dengan aman.
Pada tanggal 03 Januari 1862, Demang Lehman kembali berangkat mencari Pangeran Hidayat menuju Muara Pahu di daerah antara Riam Kanan dan Riam Kiwa. Pada tanggal 14 Januari 1862, Demang Lehman bertemu dengan Pangeran Hidayat di Muara Pahu.
Demang Lehman menyampaikan surat Residen dan surat Regent Martapura Pangeran Jaya Pamenang. Dalam perjanjian itu, Ratu Siti, ibu Pangeran Hidayat dijemput dari tempatnya di Paau Sungai Pinang, begitu pula keluarga Pangeran Hidayatullah yang masih menetap di Tamunih.
BACA JUGA:Sapa Mahasiswa di Bengkulu, Capres Anies Dicecar Banyak Pertanyaan
Pada 22 Januari 1862, rombongan Pangeran Hidayatullah berangkat dari Muara Pahu dengan rakit dan perahu, melewati Mangapan dan tiga hari kemudian sampai di Awang Bangkal. Mereka tiba di Martapura tanggal 28 Januari 1862.
Rombongan ini disambut rakyat dengan suka hati. Rombongan langsung menuju tempat Regent Martapura Pangeran Jaya Pemenang yang masih hubungan paman dari Pangeran Hidayat.
Perundingan dilangsungkan pada tanggal 30 Januari 1862. Pihak Pangeran Hidayatullah terdiri dari 23 orang, termasuk Demang Lehman. Dalam perundingan itu, Belanda mengatur siasat yang licik berpura-pura baik hati dengan tujuan untuk menangkap dan mengasingkan Pangeran Hidayat keluar dari Bumi Selamat, Martapura.
Dalam situasi yang terjepit dan kondisi tidak memungkinkan, Pangeran Hidayatullah terpaksa menandatangani Surat Pemberitahuan yang ditujukan kepada rakyat Banjar, yang sudah disiapkan Belanda sebelumnya. Surat Pemberitahuan itu ditandatangani Pangeran Hidayatullah dengan cap Pangeran tertanggal 31 Januari 1862.
BACA JUGA:Jarang Diketahui, Ternyata Gula Bermanfaat Untuk Kulit Wajah
Belanda terus berupaya menyingkirkan Pangeran Hidayatullah. Mereka melakukan segala tipu daya. Penipuan itu dimulai dengan menangkap Ratu Siti, Ibu Sultan Hidayatullah, 02 Maret 1862.
Pihak Belanda lalu menulis surat atas nama Ratu Siti kepada Sultan, agar mengunjungi dia sebelum dihukum gantung oleh Pihak Belanda. Surat tersebut tertera cap Ratu Siti. Padahal, semua itu hanya rekayasa dan tipuan. Sultan Hidayatullah pun ditangkap, lalu diasingkan ke Cianjur.
Demang Lehman yang merasa kecewa dengan tipu muslihat Belanda berusaha mengatur kekuatan kembali di daerah Gunung Pangkal, Batulicin, Tanah Bumbu. Dia bersama Tumenggung Aria Pati bersembunyi di Gua Gunung Pangkal dan hanya memakan daun-daunan.
Oleh seorang bernama Pembarani, dia diajak menginap. Karena tergiur imbalan gulden dari Belanda, Pembarani bekerja sama dengan Syarif Hamid dan anak buahnya yang sudah menyusuri Gunung Lintang dan Gunung Panjang untuk mencari Demang Lehman atas perintah Belanda. Demang Lehman tidak mengetahui bahwa Belanda sedang mengatur perangkap terhadapnya oleh orang yang menginginkan hadiah dan tanda jasa.
BACA JUGA:Agar Mendapatkan Jodoh yang Baik, Amalkan 5 Doa Berikut
Sehabis menunaikan Shalat Subuh dan dalam keadaan tidak bersenjata, beliau ditangkap dan diangkut ke Martapura. Pemerintah Belanda menetapkan hukuman gantung terhadapnya. Dia menjalani hukuman gantung sampai mati di Martapura sebagai pelaksanaan keputusan Pengadilan Militer Belanda tanggal 27 Februari 1864. Beliau dihukum mati diumur 32 tahun.
Usai dieksekusi mati, kepalanya dibawa oleh Konservator Rijksmuseum van Volkenkunde Leiden. Kepala Demang Lehman kabarnya disimpan di Museum Leiden di Negeri Belanda, sehingga mayatnya dimakamkan tanpa kepala.(**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: