Demang Lehman, Panglima Perang Banjar yang Kepalanya Disimpan di Museum Leiden
Demang Lehman menjalani hukuman gantung sampai mati di Martapura sebagai pelaksanaan keputusan Pengadilan Militer Belanda tanggal 27 Februari 1864.--
BENGKULUEKSPRESS.COM - Peran dan jasa Demang Lehman pun tak kalah pentingnya bagi Kesultanan Banjar itu sendiri. Beliau lahir tahun 1832 dengan nama Idies dan digelari Kiai Demang yang merupakan gelar pejabat yang memimpin lalawangan (distrik) di Kesultanan Banjar. Demang Lehman semula merupakan seorang panakawan (ajudan) dari Pangeran Hidayatullah II sejak tahun 1857. Oleh karena kesetiaan dan kecakapannya dan besarnya jasa sebagai panakawan dari Pangeran Hidayatullah II, dia diangkat menjadi Kiai Demang sebagai lalawangan/kepala Distrik Riam Kanan.
Pada masa Perang Banjar (1859–1905), Demang Lehman bersama Kiai Langlang dan Penghulu Haji Buyasin memimpin kekuatan untuk melawan Belanda disekitar Martapura dan Tanah Laut.
BACA JUGA:Benarkah Menyapu di Malam Hari Bisa Menghambat Rezeki?
Pada tanggal 30 Agustus 1859, Demang Lehman berangkat menuju Keraton Bumi Selamat dengan 3.000 pasukan. Serangan tiba-tiba itu mengejutkan Belanda. Bahkan, Letnan Kolonel Boon Ostade nyaris tewas. Namun, serbuan ini gagal karena berhadapan dengan pasukan Belanda yang sedang berkumpul melakukan inspeksi senjata.
Sementara itu, kapal perang Bone dikirim Belanda ke Tanah Laut untuk merebut kembali Benteng Tabanio yang telah dikuasai Demang Lehman dalam sebuah pertempuran.v Ketika pasukan Letnan Laut Cronental menyerbu Benteng Tabanio, sembilan orang serdadu Belanda tewas. Sisanya mengundurkan diri dengan menderita kekalahan.
BACA JUGA:Jangan Takut Gemoy, Ini 6 Manfaat Makan Malam dan Tipsnya
Serangan kedua dilakukan oleh Belanda. Namun, benteng itu dipertahankan dengan gagah berani oleh Demang Lehman, Kiai Langlang, dan Penghulu Haji Buyasin. Karena serangan serdadu Belanda didukung oleh angkatan laut yang menembakkan meriam dari kapal perang, sedangkan pasukan darat menyerbu Benteng Tabanio, Demang Lehman berserta pasukannya lolos dengan tidak meninggalkan korban.
Belanda menilai bahwa kemenangan terhadap Benteng Tabanio ini tidak ada artinya. Jumlah sarana yang dikerahkan adalah 15 buah meriam dan sejumlah senjata yang mengkilap ternyata tidak berhasil melumpuhkan kekuatan Demang Lehman.
Selanjutnya, Demang Lehman memusatkan kekuatannya di benteng pertahanan Gunung Lawak di Tanah Laut. Benteng itu terletak di atas bukit. Di setiap sudut benteng dipersenjatai dengan meriam.
BACA JUGA:Agar Cepat Hafal dan Memiliki Daya Ingat Tinggi, Rutinkan Membaca 3 Doa Berikut
Pada 27 September 1859, terjadi pertempuran memperebutkan benteng ini. Dalam pertempuran yang sengit, pasukan Demang Lehman mempertahankan Benteng Gunung Lawak dengan gagah berani. Lebih dari 100 pasukannya gugur dalam pertempuran ini.
Kekalahan ini tidak melemahkan semangat pasukan Demang Lehman. Mereka yakin bahwa berperang melawan Belanda adalah perang sabil. Mati dalam perang adalah mati syahid.Pada September 1859, Demang Lehman bersama pimpinan lainnya seperti Pangeran Muhammad Aminullah dan Tumenggung Jalil berangkat menuju Kandangan untuk merundingkan bentuk perlawanan terhadap Belanda. Pertemuan menghasilkan kesepakatan menolak tawaran Belanda untuk berunding.
BACA JUGA:Cara Menonaktifkan Gopay Paylater, Tips Terbebas Dari Ketergantungan Paylater
Para pejuang tersebut bersumpah mengusir penjajah Belanda dari Bumi Banjar. Mereka akan berjuang tanpa kompromi, Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing yang berarti berjuang sampai titik darah penghabisan. Di sisi lain, untuk melumpuhkan perjuangan rakyat, Belanda mendirikan sejumlah benteng. Di daerah Tapin, ada Benteng Munggu Tayor yang telah direbut dari pasukan Demang Lehman. Di daerah Kandangan, didirikan pula Benteng Amawang. Demang Lehman dan pasukannya merencanakan untuk menyerang benteng Belanda di Amawang ini.
Demang Lehman berhasil menyelundupkan dua orang kepercayaannya ke dalam benteng sebagai pekerja Belanda. Dengan informasi dari kedua pekerja ini, Demang Lehman bertekad menyerbu benteng tersebut. Namun, pihak Belanda memperoleh informasi bahwa rakyat telah berkumpul di Sungai Paring hendak menyerbu Benteng Amawang.
BACA JUGA:Anies Siapkan Program Bagi Pedagang, Akses Kredit Mudah Hingga Konsep Pasar ala AMIN
Pasukan Belanda di bawah pimpinan Munters membawa 60 orang serdadu dan sebuah meriam menuju Sungai Paring. Saat pasukan tersebut keluar dan diperkirakan sudah mencapai Sungai Paring, Pada tanggal 31 Maret 1860, Demang Lehman beserta 300 pasukan menyerbu Benteng Amawang.
Ketika pasukan Demang Lehman menyerbu, kedua orang kepercayaan yang menjadi buruh dalam benteng tersebut mengamuk dan menjadikan serdadu Belanda menjadi kacau dibuatnya. Kedua orang yang mengamuk tersebut tewas dalam benteng. Pasukan Munters ternyata kembali ke benteng sebelum sampai di Sungai Paring.
Datangnya bantuan kekuatan ini menyebabkan Demang Lehman dan pasukannya mundur. Demang Lehman mundur di sekitar Sungai Kupang dan Tabihi bersama Pangeran Muhammad Aminullah dan Tuan Said. Pasukan Belanda menyusul ke Tabihi dan terjadilah pertempuran. Dalam pertempuran itu, komandan pasukan Belanda Van Dam van Isselt tewas dan beberapa orang serdadu menjadi korban keganasan perang.
BACA JUGA:Miliki Wajah Glowing, Inilah Rekomendasi Makanan Sehat Untuk Wajah
Demang Lehman meneruskan ke daerah Barabai untuk membantu pertahanan Pangeran Hidayatullah. Gustave Marie Verspijck, Jenderal Belanda yang memimpin berbagai ekspedisi militer di Hindia Belanda, berusaha keras untuk menghancurkan kekuatan Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman.
Ratusan serdadu dikerahkan oleh Gustave Marie Verspijck. Pengepungan terhadap kedudukan Pangeran Hidayatullah ini disertai pula kapal-kapal perang Suriname, Bone, Bennet, dan beberapa kapal kecil. Kapal-kapal perang ini memasuki Sungai Ilir Pamangkih.
Karena banyak rintangan, serdadu Belanda terpaksa menggunakan perahu-perahu. Iringan perahu ini mendapat serangan dari kelompok Haji Sarodin yang menggunakan lila dan senapan lantakan. Dalam pertempuran ini, Haji Sarodin tewas, tetapi dia berhasil menewaskan beberapa serdadu Belanda.
BACA JUGA:Wajib Tahu, Penyebab Wajah Berminyak dan Cara Merawatnya
Pertempuran terjadi pula di Walangku Kasarangan dan Pantai Hambawang. Tetapi, karena jumlah personel Belanda lebih besar dan perlengkapan perang lebih unggul, diambil suatu siasat mundur. Pangeran Hidayatullah mundur ke Aluwan, sedangkan Demang Lehman bertahan di Kampung Pajukungan. Akhirnya Belanda berhasil menduduki Barabai.
Belanda berusaha keras untuk memutuskan hubungan Pangeran Hidayat yang berada di Aluwan dengan pasukan Demang Lehman yang berada di sekitar Amawang. Usaha Belanda untuk melemahkan kekuatan rakyat tidak berhasil karena rakyat menggunakan taktik gerilya dalam serangannya.
Belanda berusaha memikat Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman dengan segala cara agar menghentikan perlawanannya. Belanda kemudian menempuh jalan untuk menangkap kedua pejuang itu, hidup atau mati. Rakyat diminta membantu Belanda menangkap kedua tokoh itu dan akan diberi imbalan oleh Belanda. Belanda menghargai kepala Pangeran Hidayatullah sebesar f10.000 sedangkan Demang Lehman sebesar f2.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: