Penimbun Pupuk Diancam Pidana

Penimbun Pupuk Diancam Pidana

\"ilustrasiTUBEI, BE - Hilangnya pupuk urea di wilayah Kecamatan Lebong Sakti dan Kecamatan Bingin Kuning diduga ulah para spekulan yang sengaja mengambil untung pada saat musim tanam. Peran serta masyarakat sangat diharapkan agar tindakan menguntungkan diri sendiri oleh pihak tak bertanggung jawab ini bisa dibongkar.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Panga Lebong Ir Rudi Pancawarman mengatakan, pelaku penimbun pupuk bersubsidi sudah melanggar UU Korupsi No 31 dan UU Darurat dan Tindak Pidana Ekonomi Jo Pasal 2 Perpre No 77 Tahun 2005, tentang penetapan pupuk bersubsidi sebagai barang dalam pengawasan Jo pasal 19 ayat (4), Permendag No 07/M-DAG/PER/2/2009, tentang penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian, dengan ancaman hukuman diatas 5 tahun.

\"Kalau dilihat dari penebusan yang di lakukan oleh agen maupun pengecer pupuk pupuk bersubsidi tidak mungkin terjadi kelangkaan pupuk di Kabupaten Lebong, karena sejak awal tahun 2013 pupuk bersubsidi jenis Urea, NPK, SP36, Za maupun pupuk organik sudah masuk di Kabupaten Lebong. Namun kalau ada kelangkaan pupuk maka kita menduga ada sepekulan yang bermain,\" ungkap Rudi.

Ditambahkan, upaya pengawasan yang dilakukan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan terhadap peredaran pupuk bersubsidi yang masuk ke Kabupaten Lebong sudah dilakukan sejak awal tahun.

Caranya dengan mengajukan jatah pupuk berdasarkan kebutuhan kelompok tani yang disusun dalam Rencana Depenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

\"Sekarang yang bisa mengajukan RDKK hanya kelompok tani yang memang benar-benar memiliki lahan, namun dari analisa kita setelah adanya pendataan kelompok tani di Kabupaten Lebong, pola yang dilakukan para spekulan juga sudah berubah. Misalnya kalau dulu spekulan ini mengajukan RDKK sendiri ke distributior, maka sekarang polanya sudah berganti. Mereka memanfaatkan petani anggota kelompok.

Petani anggota kelompok tersebut benar-benar mengajukan RDKK namun untuk permodalan membeli pupuk ini didanai oleh spekulan. Dengan memberikan upah Rp 5-10 ribu/sak, para spekulan ini sudah bisa mendapakan pupuk bersubsidi, selanjutnya pupuk tersebut dijual kembali oleh mereka dengan sistem ijon. Hal seperti ini lah yang terjadi sekarang dan kita mengalami kesulitan untuk menemukan para sepekulan tersebut,\" kata Rudi. (777)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: