Kejagung Tetapkan Empat Tsk Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng
Bengkulu, bengkuluekspress.com - Jaksa Agung RI Burhanuddin telah menetapkan 4 orang tersangka yang terkait dengan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022, Selasa (19/4). Burhanuddin mengatakan bahwa beberapa lalu ada arahan Presiden RI terkait beberapa peristiwa yang menyentuh hajat hidup masyarakat seperti kelangkaan minyak goreng. Kelangkaan ini menjadi perhatian Presiden RI dan oleh karenanya Presiden RI menginstrusikan kepada seluruh pimpinan kementerian, institusi/lembaga untuk mengedepankan sense of crisis sehingga setiap peristiwa yang terjadi dan menyentuh hajat hidup orang banyak dapat diberikan respon. “Khususnya tentang kelangkaan minyak goreng, dimana ini sangat ironi karena Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia. Untuk itu, kami telah melakukan penyidikan dan telah ditemukan indikasi kuat bahwa adanya perbuatan tindak pidana korupsi terkait pemberian persetujuan ekspor minyak goreng telah membuat masyarakat luas khususnya masyarakat kecil menjadi susah karena harus mengantri karena langkanya minyak goreng tersebut,” kata Burhannudin dalam keterangan rilisnya di Jakarta. Ia menambahkan, negara juga harus menguncurkan bantuan langsung tunai minyak goreng yang nilainya tidak kecil. Dalam kondisi kelangkaan minyak goreng yang menyulitkan masyarakat, negara harus hadir dan hari ini adalah langkah hadirnya negara untuk mengatasi dan membuat terang tentang apa yang sebenarnya terjadi tentang kelangkaan minyak goreng ini. “Adapun 4 orang tersangka yaitu IWW selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, MPT selaku Komisaris PT. Wilmar Nabati Indonesia, SM selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG), dan PTS selaku General Manager di Bagian General Affair PT. Musim Mas,” ucap Burhanuddin. Ia juga menjelaskan, sejak akhir tahun 2021 terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran, maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO (Domestic Market Obligation) serta DPO (Domestic Price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya, serta menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit, namun dalam pelaksanaannya perusahaan ekportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekpor dari pemerintah. Oleh karena itu, para tersangka melakukan perbuatan melawan hukum berupa bekerja sama secara melawan hukum dalam penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE), dan dengan kerja sama secara melawan hukum tersebut, akhirnya diterbitkan Persetujuan Ekspor (PE) yang tidak memenuhi syarat, yaitu mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO), dan tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20% dari total ekspor). “Akibat perbuatan para tersangka, mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian Negara yaitu kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat,” tutup Burhanuddin. (TRI).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: