Mengenal Lebih Dekat Penyakit Thalassaemia
BENGKULU, BE-Banyak masyarakat bengkulu yang sangat awam dengan penyakit thalassemia. Penyakit yang disebabkan oleh turunan genetik ini cukup berbahaya jika tak dikenali oleh pasien Thalassaemia. Penyakit ini hampir serupa dengan anemia, Karena penyakit ini sering tak terdiagnosa. Thalassemia menurut Eva Afrianti (44), Sekretaris POPTI (Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalassemia) Provinsi Bengkulu adalah penyakit kelainan sel darah merah yang diturunkan oleh kedua orang tua, dimana janin yang berumur 30 hari tidak bisa membentuk sel darah merah, disebabkan oleh kerusakan hemoglobin atau juga bisa disebebkan oleh hemeglobi tidak bisa membentuk sel darah merah dengan sempurna. \" Thalassaemia adalah kelainan penyakit yang diturunkan oleh kedua orangtua, dimana sel darah merah tidak bisa membentuk secara sempurna disebabkan oleh rusaknya hemoglobin seperti anak-anak normal lainnya,” Eva. Jika anak yang sehat atau normal itu 120 hari atau berumur selama 4 bulan sel darah merahnya akan terbentuk secara sempurna. Akan tetapi jika anak yang menderita Thalassaemia, sebelum usia 30 hari sel darah merahnya akan pecah, jadi mereka tidak bisa membentuk sel darah merah dengan sempurna. Secara klinis, Thalassaemia dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Thalassaemia minor dan Thalassaemia mayor. Thalassaemia minor merupakan jenis yang ringan, sehingga penderitanya tidak perlu melakukan transfusi darah. Sedangkan Thalassaemia mayor merupakan jenis yang paling parah, penderita thalassaemia jenis ini harus melakukan transfusi darah secara terus-menerus sejak didiagnosis. “Dikatakan Thalassaemia minor adalah ketika salah satu dari orangtuanya, ayah atau ibu memiliki sifat Thalaasaemi, sehingga dapat menurunkan sifat tersebut kepada anaknya,” katanya. Kemudian Thalassaemia mayor, yaitu Thalassaemia dengan jenis berat yang diderita sejak lahir. Dimana anak-amak yang menderita jenis ini tidak bisa membentuk hemoglobin yang cukup didalam darah mereka dengan sempurna, “sehingga mereka harus melakukan transfusi lewat si pendonor setiap bulan dan seumur hidupnya”, tambah Eva. Eva juga menambahkan tentang turunan sifat Thalassaemia dari orangtua kepada anaknya. “Jika seorang ayah membawa sifat Thalassaemia dan ibunya pembawa sifat, maka nanti akan melahirkan 25% normal, 50% pembawa sifat Thalassaemia, dan 25% Thalassaemia mayor. “Akan tetapi jika ayahnya pembawa sifat dan ibunya normal, maka nantinya akan melahirkan anak 25% pembawa sifat, 50% normal, dan 25% Thalassaemia mayor, ” ujarnya. Eva juga menjelaskan bagaimna penanganan penderita Thalassaemia. Selain dengan transfusi darah secara terus menerus, Thalassaemia juga bisa diobati dengan operasi pencangkokan sum-sum tulang belakang. Akan tetapi, hasil dari pencangkokan sum-sum tulang belakang tersebut belum bisa dikatakan sembuh total, hanya akan menyembuhkan sekitar 50%-60% dan diorgan tubuhnya masih terdapat sifat Thalassaemia bawaan. Penderita tidak perlu transfusi darah lagi, namun harus kontrol secara rutin dan mengkonsumsi kolasi besi yang cukup. Karena sampai saat ini penyakit Thalassaemia tidak bisa disembuhkan secara total dan harus melakukan transfusi darah seumur hidup. Penanganan penderita Thalassaemia dengan cara tranfusi darang secara terus menerus juga mengakibatkan hal-hal buruk. Efek samping dari transfusi darah tersebut salah satunya adalah memiliki zat besi yang berlebihan, sehingga dapat merusak organ tubuh dan jaringan pada tubuh seperti jantung, paru-paru, hati, otak, dan lain-lain. Untuk mencegah supaya Thlassaemia tidak diturunkan kepada anak, bisa melakukan cek darah secara rutin 3-6 bulan sekali, transfusi darah pada HB tinggi,mengkonsumsi vitamin E, makan makanan yang bergizi dan hindari mengkonsumsi zat besi yang berlebihan, seperti danging dan lainnya. ”Jadi untuk memutus mata rantai penyakit Thalassaemia periksalah diri anda sebelum manikah, InsyaaAllah jika anda sehat dan pasangan anda sehat, maka akan melahirkan keturunan yang sehat”. Pungkas Eva. (Mg6)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: