TENDANGAN PISANG DJOKO TJANDRA
Oleh Zacky Antony
STADE DE GERLAN, Lyon Prancis 3 Juni 1997 menjadi saksi bisu lahirnya sebuah gol spektakuler dari tendangan melengkung seorang Roberto Carlos. Mantan bek kiri Real Madrid dan Timnas Brasil tersebut melakukan sesuatu yang mustahil saat menyepak bola dengan kaki kiri. Brasil menghadapi Prancis dalam turnamen pemanasan jelang Piala Dunia 1998. Pagar betis para pemain Prancis dengan mudah dilewati
Sepintas bola seperti mengarah ke luar gawang, tapi kemudian berbelok melengkung menuju gawang. Persis seperti bentuk pisang. Kiper Prancis, Fabian Barthez hanya melongo saat bola menerobos masuk ke gawang. Karena melengkung, tendangan tersebut kemudian terkenal dengan sebutan tendangan pisang. Sudah lebih dari dua dekade peristiwa itu terjadi, namun tendangan pisang bek kiri Brasil itu selalu dikenang. Video tendangan tersebut di youtube sudah ditonton jutaan kali.
Sejatinya Roberto Carlos bukan yang pertama melakukan tendangan pisang. Banyak pemain bisa melakukan tendangan serupa. Pele, Maradona, Zico sudah sering melakukan tendangan bebas melengkung jauh sebelum itu. Namun tendangan pisang Roberto Carlos dianggap paling fantastis karena dibuat dari jarak sekitar 35 meter.
Masih ada lagi nama Andrea Pirlo (Italia), Ronaldinho (Brasil), David Beckham (Inggris) serta bintang Barcelona, Lionel Messi (Argentina). Tentu saja derajat dan arah lengkungan pisangnya berbeda-beda. Ada yang melengkung ke kanan, ke kiri atau ke atas.
Sebulan terakhir gol-gol tendangan pisang juga membuat publik tercengang. Kali ini bukan terjadi di lapangan hijau. Tapi di lapangan hukum dan pemerintahan. Pencetak gol tendangan pisang tersebut bernama Djoko S Tjandra. Tak tanggung-tanggung, lima gol tendangan pisang diciptakan sekaligus oleh buronan 11 tahun terpidana kasus penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 904 miliar tersebut.
Hebatnya lagi, tendangan pisang Joko Tjandra ini mampu melewati pagar betis intelijen kejaksaan, pagar betis Imigrasi, pagar betis Dukcapil dan kelurahan, pagar betis pengadilan dan terakhir pagar betis kepolisian. Lima gol sekaligus tercipta tanpa bisa dicegah.
Gol ke gawang intelijen kejaksaan berbuah Djoko Tjandra lolos ke Indonesia tanpa terdeteksi. Gol ke gawang Imigrasi berbuah paspor. Gol ke gawang Dukcapil dan kelurahan berbuah E-KTP. Gol ke gawang pengadilan berbuah pendaftaran PK (Peninjauan Kembali). Dan gol ke gawang kepolisian berbuah Surat Jalan dan penghapusan *red notice* Interpol.
Tentu saja Djoko Tjandra tidak bisa sendirian hingga tercipta gol-gol ciamik tersebut. Ada peranan dari pemain lain dengan posisi berbeda. Ada playmaker, ada striker dan ada bek. Hasil kerjasama yang baik, gol tercipta.
Tendangan pisang Djoko Tjandra ini semakin menegaskan keperkasaannya melepaskan diri dari jangkauan aparat hukum di Indonesia. Sejak divonis bersalah pada 2009, Aparat kita tak berdaya melakukan eksekusi. Sebab, sehari sebelum putusan PK, Joko Tjandra langsung kabur ke Port Moresby, Papua Nugini.
Sebelas tahun tanpa bisa disentuh. Tiba-tiba awal bulan lalu, pria kelahiran Sanggau, Kalimantan Barat, 26 Agustus 1950 tersebut muncul ke Indonesia. Usia menginjak 70 tahun ternyata tak mengurangi kelihaiannya membuat tendangan pisang yang semuanya berbuah gol. Satu golnya ke gawang kepolisian telah berbuah pencopotan seorang jenderal. Satu gol lainnya ke gawang kelurahan berbuah pencopotan Lurah Grogol Selatan.
Tapi sayangnya, semua gol tendangan pisang Djoko Tjandra tersebut batal dan dinyatakan tidak berlaku. Maklum, dia menendang sebelum wasit meniup peluit. Bukan hanya dinyatakan tidak sah. Gol-gol beserta prosesnya kini diusut. Bagaimana bisa bos Grup Mulia itu sanggup menciptakan gol-gol tendangan pisang melewati pagar betis institusi yang dihuni orang-orang hebat.
Gol paling menohok tentu saja ke gawang intelijen. Saat Raker dengan Komisi III DPR RI, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui intelijen kejaksaan lemah. Orang paling dicari sampai tidak terdeteksi. Tentu ada _something wrong_. Kalau tidak, bagaimana bisa Djoko S Tjandra bisa leluasa. Jangankan melakukan tendangan bebas, masuk ke lapangan pun harusnya tidak boleh. Apalagi sampai membuat gol.
Kini setelah semua golnya dibatalkan, Djoko S Tjandra kembali menghilang entah ke mana. Lagi-lagi tak terdeteksi. Dua kali sidang PK, dia tidak hadir.
Kasus yang membelit Djoko S Tjandra adalah serial drama yang panjang. Sudah berlangsung 20 tahun. Dia didakwa menyalahgunakan dana BLBI dalam kasus _cessie_ (pengalihan) tagihan piutang Bank Bali setahun setelah Soeharto lengser. Dalam persidangan di PN Jaksel, Djoko dituntut 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 30 juta. JPU nya ketika itu adalah Antasari Azhar. Pada 28 Agustus 2000, Djoko S Tjandra diputus *onslag* atau lepas dari tuntutan hukum. Hakim berpendapat kasus tersebut perdata, bukan pidana.
Pada 21 September 2000, Antasari Azhar mengajukan kasasi ke MA. Tapi kasasi ditolak lewat voting pada 26 Juni 2001. Dua hakim yakni Sunu Wahadi dan M Said Harahap sependapat dengan putusan *onslag*. Sedangkan satu hakim agung lainnya yakni Artidjo Alkostar punya pendapat berbeda *(dissenting opinion)*.
Selama 7 tahun kasus sepertinya sudah selesai. Tapi pada 2008, Kejagung mengajukan PK atas kasus tersebut. Putusan PK pada 11 Juni 2009 menyatakan Djoko S Tjandra bersalah. Dia dihukum 2 tahun penjara dan uang miliknya yang tersimpan dalam rekening sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk Negara.
Tahu bakal dihukum, Djoko S Tjandra tidak rela masuk penjara. Sehari sebelum putusan PK, dia langsung kabur ke luar negeri. Tujuannya Papua Nugini yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Inilah yang menjadi penghambat jaksa melakukan eksekusi. Pada 16 Juni 2009, Djoko S Tjandra resmi ditetapkan buronan.
Perlu dicatat, Artidjo Alkostar yang sebelumnya hakim kasasi masih bertahan sebagai hakim PK dalam kasus ini. Inilah hakim *\"killer”* yang cukup banyak memperberat hukuman di tingkat kasasi. Antara lain, Angelina Sondakh dari 4,5 tahun menjadi 12 tahun, Anas Urbaningrum dari 7 tahun menjadi 14 tahun, OC Kaligis dari 7 tahun menjadi 10 tahun, Lutfi Hasan Ishak dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Tapi kini Artidjo sudah pensiun dan mendapat tugas baru sebagai Dewas KPK.
Lalu di manakah keberadaan Djoko S Tjandra sekarang? Seperti kata lagu Ebiet G Ade, coba tanyakan pada rumput yang bergoyang.
*_Penulis adalah Ketua PWI Provinsi Bengkulu_*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: