Omnibus Law Berpotensi Rusak Lingkungan

Omnibus Law Berpotensi Rusak Lingkungan

BENGKULU, bengkuluekspress.com - Pemerintah tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law untuk segera diserahkan ke DPR. Namun dalam prosesnya, omnibus law banyak mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Bahkan RUU tersebut diperkirakan berpotensi merusak lingkungan hidup di Indonesia, termasuk Provinsi Bengkulu. Direktur Genesis Bengkulu, Uli Arta menilai, RUU Omnibus Law bisa memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Kemunculan omnibus law dinilai berpotensi mengganggu lingkungan tambang dan hutan di Indonesia, termasuk Bengkulu.

\"Menurut saya, rancangan omnibus law akan resmi melakukan pengusiran, peracunan dan akan membentuk pengungsian sosial ekologi kolosal di Indonesia,\" kata Uli, kemarin (23/1).

Ia melanjutkan, dalam omnibus law itu nantinya ada pasal yang memuat tentang tidak adanya batas waktu untuk proyek tambang yang terintegrasi pemurnian. Dimana kewenangan terhadap proses pemurnian mineral rencananya akan berpindah tangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Apabila pemurnian dilepaskan dari definisi pertambangan, dan kewenangannya beralih ke Kemenperin, maka sejumlah hal yang patut dipertimbangkan.

Pertama, jika kewenangan hanya dibatasi hingga proses pengolahan, maka dikhawatirkan bisa menghambat Peningkatan Nilai Tambah (PNT) mineral. Sebab, kewenangan untuk mewajibkan pemegang izin usaha pertambangan melakukan PNT masih berada di Kementerian ESDM. \"Sebab untuk beberapa komoditas, proses bisnis yang telah berjalan harus terintegrasi sampai pemurnian dan Kemenperin melalui UU Perindustrian tidak dapat mewajibkan,\" kata Uli.

Kedua, ada potensi penurunan penerimaan negara. Ia mencontohkan, apabila pemurnian tak lagi dimasukan dalam proses tambang, maka perhitungan royalty terhadap komoditas emas hanya berdasarkan bijih batuan. Sebagai ilustrasi, dengan tingkat produksi bijih emas sebesar 3,4 juta ton, maka iuran pajak daerah yang akan dibayarkan ke kas daerah hanya sebesar US$ 0,8 juta. Sedangkan apabila dimurnikan sampai dengan produk dore bullion, maka emas yang dihasilkan akan mencapai 75.000 oz dengan penerimaan negara dari iuran produksi atau royalty sebesar US$ 3,5 juta.

\"Jika dipisahkan maka produknya akan dihargai sebagai batu biji emas, sehingga PNBP menurun dan proyek menjadi tidak ekonomis,\" jelasnya.

Tak hanya itu, pasal-pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan juga banyak dihilangkan. Sehingga omnibus law ini sangat dikhawatirkan bisa mengganggu keseimbangan lingkungan. Ia melihat ada tiga undang-undang yang akan terintegrasi dengan RUU Omnibus Law tersebut. Ketiga UU tersebut yakni yakni UU Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Ia menyoroti dihapusnya pidana lingkungan hidup. Langkah ini menyebabkan ketika misalnya terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi maka bukan sanksi pidana yang dikedepankan melainkan sanksi dalam bentuk administrasi saja. \"Yang parah juga hilangnya pidana lingkungan hidup. Jadi, kalau terjadi persoalan terhadap terkait dengan hukum lingkungan ada pelanggaran oleh, korporasi misalnya dan Itu dikedepankan bukan sanksi pidana, tapi sanksi administrasi,\" tuturnya.

Selain itu, ia juga menyoroti hilangnya pembatasan alokasi lahan. Sehingga setiap provinsi diatur agar alokasi ruang untuk hutannya itu 30 persen saja.\"Kalau itu dihilangkan maka dampaknya juga akan buruk bagi daerah, oleh karena itu kita sangat tidak setuju dengan RUU omnibus lawa ini,\" tutupnya.(999)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: