Harga Batu Bara Tambah Anjlok
BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Harga komoditas batu bara tambah anjlok. Bahkan harganya saat ini turun ke level US$ 67,85/ton dari US$ 70/ton. Penurunan ini terjadi sejak September 2019 akibat melemahnya kinerja impor dari negara-negara Asia.Kepala BPS Provinsi Bengkulu, Dyah Anugrah Kuswardani MA mengatakan, ekspor batu bara di Bengkulu terus mengalami penurunan, bahkan sejak Januari-Agustus 2019 penurunan mencapai 2,56 persen.
Hal ini diakibatkan permintaan batu bara dari beberapa negara di asia yang menurun.\"Permintaannya tidak begitu baik, masih menurun terus, soalnya kalau China mesan batu bara kalau sedang musim dingin saja, sementara perusahaan industri kemungkinan saat ini masih memiliki banyak persediaan batu bara digudangnya,\" terangnya.
Sementara itu, Pakar Ekonomi Universitas Bengkulu, Prof Dr Kamaludin SE MM mengatakan, berdasarkan perhitungan sementara mengutip data refinitiv, impor batu bara India, China, Korea Selatan dan Taiwan pada periode 15-22 Oktober 2019 cenderung turun.
Hanya Jepang yang mencatatkan kenaikan impor batu bara pada periode tersebut dibanding minggu sebelumnya. \"Impor India turun menjadi 1,6 juta ton dari sebelumnya 2,9 juta ton. Impor China juga turun menjadi 3 juta ton dari sebelumnya 4,5 juta ton,\" kata Kamaludin, kemarin (24/10).
Selain itu, impor batu bara di Korea Selatan juga turun dari 2,2 juta ton jadi 1,3 juta ton. Begitu juga Impor Taiwan turun dari 1,5 juta ton jadi 700 ribu ton. Pada periode yang sama, impor Jepang justru naik jadi 3,1 juta ton dari sebelumnya 2,2 juta ton.
\"Kita melihat Jepang masih cukup baik, kemungkinan karena udara disana sedang dingin jadi memerlukan banyak persediaan batubara,\" ujar Kamaludin.
Beberapa sentimen lain yang cukup memberatkan harga batu bara minggu ini, antara lain tingginya pasokan gas di wilayah Northwest-Europe, produksi batu bara domestik China yang mulai kembali normal dan tingginya stok batu bara di berbagai pelabuhan serta penurunan konsumsi batu bara India.\"Kalau dalam minggu ini harganya belum akan naik, karena China juga produksi masih normal, kemudian pasokan gas di Eropa juga cukup tinggi,\" tutupnya. (999)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: