Deklarasi Singapura 7 Maret 1957, Perjuangan Awal Menuju Provinsi Bengkulu

Deklarasi Singapura 7 Maret 1957, Perjuangan Awal Menuju Provinsi Bengkulu

18 November 1968, hari lahirnya provinsi Bengkulu, eks Keresidenan Bengkulu resmi ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Bengkulu sebagai provinsi ke 26 dalam negara kesatuan republik Indonesia.

Berdirinya provinsi Bengkulu adalah rangkaian panjang sejarah perjuangan yang mengalami pasang surut sejak awal kemerdekaan. Perjuangan ini merupakan upaya mewujudkan hasrat otonom yang melekat dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Bengkulu secara tradisi.

Dalam tatanan sosial masyarakat Bengkulu, kepemimpinan dan pemerintahan mulai tingkat terbawah mengenal sistim demokrasi dengan hak otonomi untuk mengurus rumah tangga sendiri.

Kepemimpinan tradisional Bengkulu didasarkan atas kepercayaan akan kekuatan dan pengaruh seseorang dalam kesatuan kelompok genealogis (primus interpares) yang kemudian berkembang menjadi dusun/desa otonom.

Beberapa desa kemudian bersatu dalam federasi membentuk kerajaan yang bercorak Islam, yang terkuat dan paling berpengaruh pada federasi memberikan proteksi pada semua anggota kelompoknya dalam ikatan kesatuan sosial budaya, adat istiadat dan ekonomi.

Kondisi inilah yang melahirkan sikap patriotisme dan optimistis yang tinggi dalam pengelolaan hidup dan kehidupan sebagai masyarakat yang mandiri.

Kolonial Inggris dan juga Belanda, membentuk pemerintahan keresidenan dengan kewenangan mengurus rumah tangga sendiri terutama masalah sosial kemasyarakatan dan adat istiadat. Elit pribumi dimanfaatkan untuk kepentingan kaum penjajah sehingga mereka merasa dimarginalkan, hal inilah yang menjadi pemicu utama terjadinya konflik dengan kaum penjajah. Di awal kemerdekaan, Bengkulu juga mendapatkan hak sebagai wilayah administratif.

Kondisi sosial ekonomi Bengkulu yang tertinggal pasca penjajahan Belanda dan awal kemerdekaan mendorong Hazairin, M. Hasan dan Hi. M. Hosen pada tahun 1946 memelopori tuntutan hati nurani rakyat untuk berdiri diatas kaki sendiri sebagai provinsi otonom. Situasi negara yang sedang menghadapi perang kemerdekaan menyebabkan ide ini sulit direalisasikan.

Pada tahun 1952-1954 tuntutan ini kembali mengemuka, namun kerena situasi politik nasional yang kurang kondusif, akhirnya redup dengan sendirinya. Sementara itu hancurnya infrastruktur akibat perang kemerdekaan menyebabkan kondisi sosial ekonomi tambah terpuruk. Hal ini selalu menjadi topik diskusi para tokoh Bengkulu yang pada umumnya adalah para veteran pejuang kemerdekaan.

Seperti halnya Hazairin, tokoh lainnya juga berkesimpulan bahwa ketertinggalan Bengkulu harus diakhiri. AW Affan veteran pejuang pengusaha perkapalan yang sukses dan Hamid Murni pebisnis yang bergerak di bidang ekspor kayu. Pada pertemuannya dengan Amin Azhari (konsulat Jenderal RI untuk Singapura yang juga berasal dari Bengkulu) menyadari bahwa ketertinggalan sosial ekonomi harus dientaskan melalui perjuangan Bengkulu menjadi provinsi otonom.

Di rumah dinas Amin Azhari di Patterson Road 15 Singapura pada tanggal 7 Maret 1957 mereka berikrar akan memperjuangkan dengan segenap upaya untuk mewujudkan berdirinya provinsi Bengkulu apapun risikonya. Ikrarnya adalah : “ Mulai saat ini kita memperjuangkan Daerah Bengkulu dengan segala konsekwensinya menjadi provinsi daerah tingkat I dalam negara RI “.

Pernyataan tiga tokoh ini kemudian dikenal dengan nama Ikrar Singapura. Pada pertemuan ini Amin Azhari menyatakan bahwa dia akan dipindah ke New York sebagai duta di kantor PBB sehingga tidak bisa aktif merealisasikan ikrar ini, namun demikian tetap akan tetap mendukung perjuangan Bengkulu menjadi provinsi dengan sepenuhnya.

Langkah pertama yang dilaksanakan AW Affan dan Hamid Murni untuk merealisasikan ikrar adalah berkoordinasi dengan tokoh Bengkulu di Jakarta seperti Hazairin, Alamsyah Hasan, Z. Anwar Sulaiman, Hasan Bachsin dan lain. Pada tahun 1958 terbentuklah panitia perjuangan Bengkulu menjadi provinsi yang diketuai oleh Prof. Hazairin, SH, Wakil Ketua : A. Wahap Affan, Sekretaris: Alamsyah Hasan, bendahara : H. Hamid Moerni, dan Hasan Bachsin, serta Z. Anwar Sulaiman dan Moechtar Azhari sebagai anggota.

Badan perjuangan Bengkulu menjadi provinsi di Jakarta segera melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat Bengkulu di Jakarta dan sekitarnya seperti : Hasandin, R. Mahyudin, Abdullah Isa, Ismail Syamsi dan juga para pemuda. AW Affan merekrut para pemuda agar mereka mengenal dan bisa mencintai daerahnya asalnya. Para pemuda dipercaya sebagai ujung tombak penyebarluasan informasi. Sementara itu St Yakup Bachtiar yang pada waktu itu tercatat sebagai pegawai perusahaan AW Affan dipindahkan ke Bengkulu dengan tugas mengobarkan semangat juang dan menyatukan persepsi masyarakat mewujudkan Bengkulu menjadi provinsi.

St Yakup berkewajiban menyampaikan laporan secara berkala pada panitia Jakarta. Pada tanggal 29 Agustus 1962 atas prakarsa dari St Yakup Bachtiar (wakil ketua DPRD-GR kabupaten Bengkulu Utara) dilaksanakan rapat di rumah R. Abdullah (residen purnawirawan) yang dihadiri oleh beberapa pemuka masyarakat Bengkulu baik yang bertindak sebagai wakil partai politik maupun organisasi masa lainnya juga beberapa pejabat daerah. Semua peserta rapat sepakat membentuk badan perjuangan yang kemudian dikenal dengan nama Panitia 9, yang terdiri dari ; Ketua ; Sutan Yakup Bachtiar, Penulis : M. Thaher Dayok, dan 7 orang.

Panitia 9 melaksanakan sosialisasi secara berantai dari mulut kemulut dan pendekatan kepada tokoh masyarakat, para pejabat, anggota dewan perwakilan rakyat serta partai politik dilakukan secara informal. Hampir semua unsur masyarakat menanggapi positif, demikian juga pihak pemerintah walaupun pada dasarnya setuju namun belum berani memberikan dukungan secara terbuka.

Pada sidang pertama November 1962 panitia merasa perlu mengembangkan anggota dengan melibatkan kabupaten serta pembentukan panitia kabupaten. Badan Perjuangan Pendirian Provinsi Bengkulu selanjutnya dikenal juga dengan nama tim 16, ketua umum R. Abdullah; Sekretaris Umum: Z. Hasan Karimuddin, Juru Bicara Resmi : Mr. Thabri Hamzah dan Zainul Hasan dibantu sembilan orang anggota.

Pada tanggal 5 Juni 1963 ditandatangai ikrar bersama berupa kebulatan tekad rakyat Bengkulu berjuang menuju provinsi otonom. Perjuangan selanjutnya diusahakan melalui badan resmi pemerintahan. Dukungan dari DPRD-GR Bengkulu Utara tanggal 17 Oktober 1963 keputusan No. 15/DPRD-GR II BU/1963, DPRD-GR Rejang Lebong no. 2/Kpts/DPRD-GR/1963 tanggal 14 November 1963, DPRD-GR Bengkulu Selatan no. 3.a/pts/DPRD-GR/II.BS/1963, Kota praja Bengkulu no. 9/DPRD-GR/1963 tanggal 14 Desember 1963 dan terakhir keputusan DPRD-GR Daswati I Sumetera Selatan No. 20/DPRD-GR-SS/1965 tanggal 27 November 1965.

Dengan dukungan legalitas DPRD-GR, maka tugas badan perjuangan lebih terfokus kepada pemerintah pusat yaitu departemen Dalam Negeri dan DPR-GR. Kerja sama yang saling mendukung antara badan perjuangan dan panitia pendukung Jakarta mempercepat proses perjuangan Bengkulu menjadi provinsi. Setiap delegasi badan perjuangan Bengkulu yang datang ke Jakarta selalu didampingi oleh panitia pendukung Jakarta.

Pendekatan dan diplomasi juga dilakukan oleh Prof. Hazairin di tingkat pusat membuahkan hasil dengan keluarnya pernyataan sekjen Depdagri bahwa mulai tanggal 1 Januari 1967 Bengkulu akan dijadikan provinsi administratif sebagai langkah pertama mencapai provinsi berotonomi, diharapkan pada pertengahan tahun 1967 semuanya telah rampung.

Berdasarkan amanat presiden no. 1710/HK/1966 tanggal 12 Februari 1966 diajukan Rancangan Undang-Undang pembentukan provinsi Bengkulu ke DPR-GR. Tanggal 18 Februari 1967 RUU tersebut diteruskan ke Komisi B DPR-GR, selanjutnya ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 9 tahun 1967 tanggal 12 September 1967, dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 19 tahun 1967.

Wilayah provinsi Bengkulu meliputi wilayah bekas Keresidenan Bengkulu dengan luas 19.813 km2, terdiri dari empat Daerah Tingkat II, yaitu Kotamadya Bengkulu dua kecamatan, Kabupaten Bengkulu Utara 13 kecamatan ibukota Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Selatan 11 kecamatan ibukota Manna, dan Kabupaten Rejang Lebong 10 kecamatan ibu kota Curup. Wilayah kecamatan dibagi lagi ke dalam Marga dipimpin oleh seorang pasirah dan Pasar yang dipimpin oleh datuk.

Peresminan provinsi Bengkulu dilaksanakan berdasarkan surat keputusan presiden RI tanggal 4 November 1968 No. 43/M/1968 tentang pengangkatan M. Ali Amin SH sebagai Pj Gubernur Bengkulu terhitung tanggal pelantikan 18 November1968.

Sistem pemerintahan lokal Bengkulu berdasarkan ikatan genelogis dalam bentuk dusun atau desa yang kemudian membentuk federasi dalam kesatuan sosial budaya dan ekonomi telah melahirkan optimisme masyarakat pendukungnya. Pada abad ke 16 sistem ini tetap bertahan walau kesultanan Banten menjadikan kerajaan-kerajaan pesisir Bengkulu sebagai daerah vatsalnya, kolonialisme Inggris mengakhiri semuanya. Namun sikap optimis tetap tumbuh dan kembali muncul di awal kemerdekaan serta berdirinya provinsi Bengkulu.

Menjelang peringatan ulang tahun emas provinsi Bengkulu, marilah sejenak kita kenang kembali ungkapan bapak H Hamid Murni (93 tahun) satu diantara tiga tokoh Ikrar Singapura dikediaman beliau di Jakarta 22 Agustus 2018 lalu : “ Bagi kami yang berikrar, tidak ada keinginan utnuk mendapatkan sesuatu imbalan dalam perjuangan ini setelah berhasil nantinya seperti ingin mendapatkan kedudukan atau fasilitas tertentu selaku pengusaha sebagai imbalan, tidak ada sama sekali. Tugas kami adalah untuk mengantarkan daerah Bengkulu menjadi Provinsi, titik.”

Semoga nilai kejuangan para pendiri provinsi ini dapat kita teladani dan apa yang ungkapkan ayahanda H Hamid Murni dapat menjadi panduan bagi kita untuk membangun Bengkulu yang lebih maju. Terakhir marilah kita berdoa semoga beliau selalu diberi rahmad kesehatan dan kesempatan untuk melepas kerinduan beliau melihat Bengkulu bisa terwujud, aamiin   Oleh: Drs. Muhardi, M.Hum.*)

Bengkulu, 14 November 2018 *) Penulis : Museolog FIB UNPAD. Anggota de Jenang Bengkulu. Bekerja di UPTD Balai Latihan Koperasi Prov. Bengkulu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: