Koperasi Perlu Dilibatkan

Koperasi Perlu Dilibatkan

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat beberapa hari belakangan disebabkan karena tidak dilibatkannya industri kecil seperti koperasi dan usaha kecil dan menengah atau UKM di sektor riil, apalagi untuk menyumbang ekspor. Hal tersebut yang membuat fundamental ekonomi Indonesia dinilai masih lemah.

Pakar Ekonomi Unib, Prof Dr Kamaludin MM mengungkapkan, pemerintah maupun Bank Indonesia salah dalam menangani pelemahan nilai tukar Rupiah. Keduanya dianggap menangani pelemahan Rupiah hanya dari sisi moneter, sehingga timbul double defisit yakni trade defisit dan financial defisit. Di mana defisit neraca berjalan, diungkapkannya, mencapai US$8 miliar sampai Juli 2018 dan utang telah mencapai 34 persen dari PDB.

\"Kami mencermati pelemahan Rupiah dalam jangka panjang harus diselesaikan pada upaya membangun sektor riil yang tangguh dengan melibatkan koperasi dan UKM di negeri ini. Jika pembangunan koperasi berjalan benar, koperasi yang berbasis sektor riil akan hidup dan fundamental ekonomi akan kuat,\" kata Kamaludin, kemarin (6/9).

Menurutnya, fundamental ekonomi yang kuat harus digerakkan pada upaya membangun industri yang bukan hanya mampu mencukupi kebutuhan ekonomi dalam negeri namun juga berorientasi ekspor. Sayangnya, saat ini nyaris tidak ada koperasi yang mampu bergerak di sektor riil, apalagi untuk menyumbang ekspor.

\"Seperti yang kita ketahui bersama, ekspor Indonesia saat ini paling banyak didominasi oleh ekspor bahan mentah. Pemerintah harusnya membangun koperasi lebih kuat dalam tata perekonomian kita, seperti ekspor kopi atau jeruk kalamansi,\" lanjut Kamaludin.

Ia menjabarkan, dari jumlah koperasi aktif di Bengkulu yang pada 2017 tercatat sebanyak 6.500 unit dan yang bergerak di sektor riil, apalagi berkontribusi pada ekspor masih bisa dihitung jari. Hal ini menurutnya, sebuah ironi di tengah usia koperasi Indonesia yang usianya sudah lebih dari 71 tahun.

\"Harusnya pemerintah, baik pusat dan daerah mendorong koperasi untuk berorientasi ekspor sehingga mampu menekan pelemahan rupiah,\" tuturnya.Dia berharap, pemerintah tidak lagi selalu berorientasi menyelesaikan masalah dengan jalan pintas. Intervensi Bank Indonesia dengan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk perbaikan nilai tukar Rupiah juga dianggapnya telah menguras ekonomi Indonesia karena sudah menghabiskan Rp18,5 triliun. Bahkan, sejak beberapa hari ini dalam sehari, pembelian SBN di pasar sekunder menghabiskan Rp 3 triliun.

\"Kami melihat saat inilah tepat untuk menumbuhkan dan membangun koperasi sektor riil berbasis produksi yang mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri dan berorientasi ekspor,\" tukasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Nopian Andusti SE MT mengaku akan mendorong koperasi di Bengkulu agar berorientasi ekspor. Tetapi hal tersebut membutuhkan proses, karena untuk mencapai itu koperasi harus mampu naik kelas dahulu yaitu dengan cara peningkatan kapasitas SDM dan mutu produk.\"Kita sudah mengarah kesana, kami harap hal tersebut akan cepat terwujud dan dapat membantu meningkatkan devisa negara melalui kegiatan ekspor di Bengkulu melalui produk unggulan daerah seperti kopi dan hasil perkebunan lainnya,\" tukasnya.(999)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: