Waspada Kredit Macet

Waspada Kredit Macet

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Turunnya harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, hingga kini semakin parah. Harga jualnya di tingkat petani saat ini, sudah mencapai titik terendah. Bila kondisi ini terus terjadi, ancaman akan datangnya kredit macet sudah berada di depan mata. Pakar Ekonomi, Dr Ahmad Badawi Saluy mengatakan, kondisi ekonomi masyarakat khususnya petani kelapa sawit di Bengkulu sangat lemah. Bahkan laporan terbaru, harga TBS sawit telah mencapai Rp500 per kilogram, jauh turun dari harga normalnya Rp1.400 sampai Rp1.500 per kilogram. Kondisi ini sangat memengaruhi tingkat ekonomi petani, karena hampir 60 persen penghasilan masyarakat petani di Bengkulu berasal dari perkebunan sawit.

\"Bila kondisi ini terus berlangsung, dikhawatirkan kemampuan ekonomi para petani akan makin tergerus,\" kata Ahmad, kemarin (11/7).

Petani yang biasanya mengandalkan pinjaman bank untuk menjalankan usaha kebunnya, akan kesulitan membayar pinjaman setiap bulan dan ujungnya meningkatkan potensi kredit macet. Karena sekitar 30% petani sawit di Bengkulu meminjam kredit ke bank, untuk itu pihaknya berharap ada solusi terbaik yang ditawarkan otoritas keuangan seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewaspadai meningkatnya potensi kredit macet itu.  \"Kami harap nanti perlu dibahas bersama Pemprov, BI dan OJK serta pihak terkait lainnya agar bisa menyelesaikan masalah yang saat ini terjadi di Bengkulu,\" tukas Ahmad.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bengkulu, Yan Syafri mengatakan, rasio NPL sektor perkebunan di Bengkulu tidak begitu besar masih dibawah 2%. Sehingga meskipun harga TBS kelapa sawit mengalami penurunan, hal tersebut tidak akan terlalu berpengaruh terhadap peningkatan kredit macet di Bengkulu.\"TBS kelapa sawit baru turun beberapa bulan ini, kami memprediksi sumbangan kepada NPL hanya sekitar 0,1-0,2% pada Agustus mendatang,\" kata Yan, kemarin (11/7).

Seperti diketahui, rasio NPL sektor perkebunan di Bengkulu pada Desember 2017 hanya sebesar 1,04% kemudian mengalami peningkatan pada April 2018 sebesar 1,12%. Peningkatan NPL tersebut secara rupiah meningkat dari Rp 17 miliar menjadi Rp 20 miliar.\"Peningkatannya tidak begitu signifikan, jadi pada Agustus nanti kalaupun harga sawit turun paling tidak hanya meningkat sekitar Rp 10 miliar dari total kredit yang dikucurkan,\" jelas Yan.

Total kredit sektor perkebunan yang dikucurkan oleh Perbankan Konvensional di Bengkulu mencapai Rp 1.8 triliun sementara itu untuk Perbankan Syariah mencapai Rp 1.07 triliun. Jika NPL atau kredit macet mengalami peningkatan akibat TBS kelapa sawit mengalami penurunan maka angka Rp 10 miliar masih dalam kategori wajar.

\"Kalaupun kredit macet meningkat kemungkinan cuma sekitar Rp 10 miliar, itu masih kecil dibandingkan dengan total kredit perkebunan yang dikucurkan,\" terang Yan.

Meskipun masih dalam kategori wajar, pihaknya mengaku bisa saja pada bulan depan sektor perkebunan di Bengkulu tidak mencatatkan peningkatan rasio NPL. Hal tersebut dapat terjadi jika harga TBS kelapa sawit kembali normal. \"Kalau harga TBS kelapa sawit sudah normal bisa saja tidak ada peningkatan NPL, karena NPL itu dihitung setiap 3 bulan sekali dan baru bisa dilihat pada Agustus mendatang,\" tutupnya.(999)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: