Emosional Pengaruhi Simpatik
BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Pelaksanaan debat kandidat ketiga dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (Pilwakot) 2018 yang diselenggarakan Kamis lalu, berlangsung menarik dan panas. Karena hampir di setiap segmen tak jarang terjadi saling serang argumen dan pendapat antar pasangan calon (Paslon) dalam menjawab pertanyaan dari moderator.
Pengamat Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu, Dr Gushevinalti MSi dari proses debat kesatu, kedua dan ketiga secara langsung sudah menampakkan karakter, sikap, etika, serta intelengensi dari masing-masing kandidat. Selain itu, jika dilihat dari segi komunikasi, ia mengakui bahwa ada salah satu kandidat yang lebih menampakan emosional dibanding yang lainnya.
\"Ada yang terlalu emosional, tapi ada juga yang tenang dan ada yang santai saja. Saya kira itu wajar-wajar saya sesuai dengan karakter. Tapi kalau setiap penampilan harus emosional kan juga tidak baik,\" kata Gushe, kemarin (22/6).
Pengunaan bahasa yang emosional atau bernada tinggi ini memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap lawan bicara atau seluruh orang yang menyaksikan, bisa dikatakan sebagai sosok yang tegas, bisa juga dinilai sosok yang ambisius atau memang memiliki emosi yang tidak terkontrol. Apalagi dalam debat kandidat, tentu kata per kata akan mendapat penilaian, dari masyarakat begitu juga dengan jawaban atau pandangan yang diberikan terhadap suatu persoalan.
\"Mungkin orang menilai kenapa orang ini dari nadanya saja sudah tinggi seperti orang tidak terkontrol. Apapun itu yang namanya debat kandidat pasti semua pasangan menjual diri dalam tanda kutip, supaya orang bisa bersimpati dan memilih,\" ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyoroti dari pengunaan bahasa atau istilah dari setiap Paslon, yang menjadi perhatiannya adalah Paslon nomor urut 1 dan 2. Karena, dalam pengunaan bahasanya masih ada kata-kata yang belum bisa dimengerti oleh masyarakat umum, tetapi hanya bisa dicerna oleh kalangan menengah keatas. Tentu hal ini juga memiliki pengaruh, jika lawan politiknya atau kompetitor bisa mengimbangi dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami oleh masyarakat seluruh kalangan.
\"Saya melihat pada paslon 1 dan 2 yang banyak bahasa atau pengunaan istilah yang menurut saya hanya bisa dicerna kalangan menengah keatas, bisa dikatakan terlalu tinggi. Karena memang tuntutan dari pertanyaan tim penyusun,\" pungkasnya. (805)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: