Happy Wednesday: Pelayan Level Read and React
Level kedua, level robot, bisa dialami di restoran yang bersifat waralaba. Untuk memastikan pelayanan yang sestandar mungkin, pelayannya dipaksa untuk menghafalkan ucapan-ucapan tertentu untuk menimpali pesanan atau pertanyaan customer.
Kadang-kadang terasa berlebihan sekali. Terasa kalau itu sebuah hafalan, bukan pemikiran murni sang pelayan.
Misalnya di sebuah restoran pizza, sang pelayan langsung seperti mengikuti aturan ucapan, menyebutkan opsi dan menu-menu. Seperti anak SD zaman dulu waktu ujian menghafalkan Pancasila di depan kelas.
Lalu, setelah kami memesan sesuatu, pelayannya langsung menimpali: “Itu pilihan yang tepat”.
Lha terus yang tidak tepat apa?
Belum lagi kalau ucapan itu diikuti dengan standar gerakan tertentu, seperti menempelkan kedua tangan dan menekukkan lutut.
Susahnya jadi pelayan di tempat seperti itu, seperti harus menghafalkan undang-undang dan ikut pelajaran baris-berbaris.
Aman? Mungkin ya. Tapi jadi kurang ”hangat” dan rasanya kok tidak natural ya?
Level tertinggi, yang paling saya kagumi dan sulit dicapai, adalah level read and react.
Istilahnya saya pinjam dari permainan basket. Sama seperti jadi pelayan, strategi basket itu menurut saya juga tiga level. Yang pertama tanpa sistem alias ngawur semaunya. Yang kedua level robot di mana harus menuruti setiap set play yang ditentukan. Dan yang ketiga level read and react.
Di level read and react, pemain dituntut untuk memahami penuh semua set play atau sistem yang ditetapkan pelatih. Tapi tidak wajib menurutinya secara utuh. Kalau situasi berubah, lawan melakukan penyesuaian, sang pemain secara instan harus ikut menyesuaikan tapi masih dalam sistem yang ditentukan pelatih.
Read dulu, baca reaksi lawan, lalu react alias menyesuaikan.
Di basket, tim yang pada level read and react bisa menjadi tim yang sangat sulit ditaklukkan. Karena bisa mematahkan segala strategi yang digunakan lawan.
Sebagai bonus, tim yang read and react bisa menyuguhkan permainan yang sangat menghibur. Karena permainan jadi sangat mengalir, berirama, sehingga orang tidak sadar kalau itu sebenarnya ada sistem dan aturannya.
Di NBA, tim Sacramento Kings (favorit saya) era Chris Webber seperti itu. Chicago Bulls zaman Michael Jordan seperti itu. Phoenix Suns zaman kejayaan Steve Nash juga seperti itu. Golden State Warriors era sekarang juga mungkin di level itu.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

