HONDA BANNER
BPBD

16 Menteri Batal Hadiri HUT Kemerdekaan RI ke-71 di Pulau Enggano

16 Menteri Batal Hadiri HUT Kemerdekaan RI ke-71 di Pulau Enggano

Ia meminta negara harus menjalankan perintah konstitusi dalam mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat Enggano.

\"Sebagai mana tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dimana Undnag-undang ini pada Bab XI, pasal 60 hingga 62 menegaskan peran, hak dan keterlibatan masyarakat adat dalam projek-projek pembangunan yang akan dilakukan di wilayah adat,\" bebernya.

Ditambahkannya, Pasal 61 ayat I menyebutkan pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun. Sementara Pasal 61 ayat II juga menyebutkan, pengakuan hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal sebagaimana pada ayat (i) dijadikan acuan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan.

Sementara, Pasal 62 (i) masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

\"Ini harus terlaksana secara keseluruhan, minimal ada peraturan daerah (perda) maupun peraturan bupati (perbub) untuk melakukan perlindungan adat. Karena masyarakat adat Enggano memiliki hukum adat dan kesepakatan itu telah terdokumentasi secara turun-temurun. Hukum tersebut hendaknya menjadi acuan negara dalam melakukan pembangunan di Pulau Enggano,\" tegas Deff.

Deff menilai, pulau yang sangat eksotis dan terjaga ini sering menjadi sasaran untuk dijadikan objek pendorong pembangunan. Namaun demikian, ketika kebijakan pembanguan tersebut dilakukan. Masyarakat setempat jarang untuk dilibatkan. Oleh karena itu, pihaknya meminta ada sinkronisasi dan pemerataan dengan melibatkan semua unsur masyarakat yang ada di pulau tersebut.

\"Masyarakat harus dilibatkan dan masyarakat tidak boleh tersingkirkan dari arah kebijakan pembangunan daerah,\" ungkapnya.

Pembangunan Harus Merata

Disisi lain, masyarakat Pulau Enggano juga mendesak pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, baik provinsi maupun Kabupaten BU untuk melakukan pembangunan di Pulau Enggano. Masyarakat menilai pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini masih tebang pilih.

\"Kita contohkan saja, seperti pembangunan pengolahan air laut menjadi air tawar dengan sistem reverse osmosi (RO), masih tidak merata. Satu desa ada yang dapat dua unit bantuan dan ada desa yang tidak mendapatkan sama sekeli. Termasuk desa kami,\" terang Kepala Desa Apoho Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, Reddy Heloman, saat dikonfirmasi BE, kemarin.

Reddy mengatakan pembangunan RO pada zaman Gubernur Bengkulu, Junaidi Hamzah hanya dilakukan di 3 desa, yaitu Desa Malakoni 2 unit, Desa Meok 2 unit sedang proses pembangunan dan 1 unit lagi di Desa Kaana. Sementara di Desa Banjar Sari, Apoho dan Desa Kayapu sama sekali belum menerima bantuan pengelolahan air laut menjadi air tawar tersebut.

\"Apa salahnya kalau merata dengan satu desa diberi satu unit alat ini. Jadi kita tidak ada lagi desa yang tidak dapat bantuan alat tersebut. Padahal semua desa yang tidak dapat alat ini sudah menyiapkan tanah atau lahan untuk dijadikan pembangunan,\" tegasnya.

Tak hanya itu, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di 3 desa tersebut juga tidak dilakukan. Sementara di tiga desa lainnya yaitu Desa Malakoni, Meok dan Desa Kaana sudah mendapatkan bantuan tersebut.

\"Bantuan dari pemerintah banyak tidak merata. Padahal seperti didesa kita ini, sudah menjadi pusat kecamatan, tetapi bantuan didesa kita palah minim. Ini harus menjadi catatan pemerintah. Dimana pembangunan harus dilakukan secara merata. Sehingga apa yang telah diberikan oleh pemerintah dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Pulau Enggano,\" tandas Reddy. (151/cw2)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber: