Pemkab Bengkulu Utara Kaji Penutupan PT BRS

Sabtu 22-07-2017,12:37 WIB
Reporter : redaksi
Editor : redaksi

ARGA MAKMUR, Bengkulu  Ekspress - Kesepakatan Komisi II DPRD Bengkulu Utara (BU) dengan masyarakat Bengkulu Utara yang mengajukan penutupan PT Bimas Raya Sawitindo (BRS) ke Pemkab Bengkulu Utara sepertinya masih dikaji.

Wakil Bupati (Wabup) Bengkulu Utara, Arie Septia Adinata SE mengatakan Pemda Bengkulu Utara masih melakukan kajian mendalam sebelum mengeluarkan nota secara resmi untuk membahas pembubaran PT BRS tersebut.

‘’Makanya masih kita pelajari dulu. Kita teliti secara mendalam, jangan sampai nantinya malah menjadi masalah. Karena imbasnya tentu akan berdampak pada pemerintah daerah,’’ ujar Wabup.

Wabup menambahkan, penutupan PT BRS akan dilihat sejauh mana perusahaan ini tidak memberikan kontribusi kepada masyarakat. Kemudian juga dilihat aturan mengenai perkebunan yang telah dilanggar perusahaan oleh perusahaan tersebut. Ini menjadi dasar yang kuat bagi Pemda Bengkulu Utara untuk mengambil sebuah kebijakan.

‘’Kalau memang tidak ada kontribusi ke masyarakat. Tidak pula ada kontribusi kepada pemerintah daerah, jadi untuk apa PT BRS berdiri di wilayah Bengkulu Utara hanya mengambil keuntungan saja tanpa memperdulikan kewajibannya,’’ ungkap Wabup. Disamping itu, Wabup menyampaikan agar masyarakat tetap tenang dan tidak berbuat aksi anarkis lainnya kepada pihak perusahaan. Karena jangan sampai tindakan yang diambil malah mengarah pada perbuatan kriminal yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri.

‘’Jangan bertindak gegabah, pemerintah daerah masih mengkajinya. Tentu pemerintah juga menginginkan yang terbaik bagi masyarakat dan tidak pula merugikan pihak investor,’’ terangnya. Dalam tuntutan masyarakat yang disampaikan secara tertulis kepada Pemda Bengkulu Utara melalui Bupati Ir Mian cukup jelas menerangkan berbagai rician pelanggaran aturan yang telah dilakukan PT BRS. Mulai dari penanaman kelapa sawit yang tidak mematuhi garis sempadan sungai dan jalan, tidak ada kepedulian sosial terhadap desa penyangga mayoritas pekerja hanya berupa buruh harian lepas untuk menghindari pembayaran kewajiban lebih terhadap karyawan.

Kemudian HGU yang hanya mampu dikelola 700 hektare (Ha) dari luas keseluruhan mencapai 3 ribu Ha, penggunaan jalan pemerintah tanpa ada izin dan perbaikan serta tuntutan lainnya yang keseluruhan berjumlah 11 point. Untuk itu, masyarakat melalui Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Kecamatan Air Napal dan 2 kecamatan lainnya yang masuk dalam HGU perusahaan itu sepakat meminta Pemda Bengkulu Utara mengambil langkah penutupan PT BRS dan tidak lagi memperpanjang HGU yang berakhir pada Desember 2018 mendatang. Kemudian masyarakat berharap HGU ini dapat dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk meningkatkan ekonomi masyarakat desa.

‘’Kita sudah serahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah untuk mengambil keputusan penutup PT BRS. Nanti apakah ingin diserahkan kepada investor baru atau dikelola BUMDes, kita siap menerimanya. Asalkan itu berpihak kepada masyarakat,’’ pungkas Ketua FKKD Kecamatan Air Napal, Fauzul Kabir.(816)

Tags :
Kategori :

Terkait