SIGQuEL, Perusahaan Anak Muda yang Berangkat dari Student Company

Selasa 14-03-2017,14:00 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Dividen Sudah Tiga Kali Lipat Memulai usaha memang tak pernah mudah, apalagi jika dimulai dari usia yang sangat muda. Asam manis kehidupan belum dirasakan, namun sekumpulan anak muda Putat Jaya ini tak gentar mencari pengalaman dan mendirikan perusahaan. DEBORA DANISA HARI Minggu lalu, seharusnya paling pas diisi dengan bersantai atau berkumpul bersama keluarga. Tapi, bukannya leyeh-leyeh di rumah sambil makan kudapan, anak-anak muda di Putat Jaya ini malah sibuk membuat camilan.

Produk unggulan mereka adalah keripik bayam. Proses produksinya tidak sembarangan karena mereka sudah bekerja dalam bentuk perusahaan mini. SIGQuEL namanya. Penulisannya harus besar-kecil seperti itu. Sebab, nama tersebut menjadi brand. Juga, menjadi akronim success, innovative, grow, quality, entrepreneur, and loyalty.

Tetapi, jangan bayangkan sebuah perusahaan yang menempati gedung megah bertingkat. Jangan bayangkan pula karyawan perlente dengan seragam necis. Jumlah anggota SIGQuEL tidak lebih dari 20 orang. ’’Pabrik” mereka pun sederhana.

Sampai Januari lalu, mereka berproduksi di Kantor Kelurahan Putat Jaya. Baru seminggu ini mereka usung-usung ke tempat baru di Rumah Kreatif Ikan milik pemkot. Adalah Nur Fatti Fazriati, 21, yang didapuk sebagai presiden perusahaan. Ketika ditemui Jawa Pos, mahasiswa manajemen sumber daya manusia tersebut tengah memimpin rapat bulanan SIGQuEL di tempat baru mereka.

Rapat  pagi itu berjalan dengan singkat dan efektif. Masing-masing divisi mempresentasikan hasil kerja mereka selama Februari lalu. Divisi marketing menyampaikan hasil penjualan, divisi HRD memaparkan jumlah gaji yang didapat masing-masing anggota, dan divisi PR menjelaskan tentang hasil kerja sama perusahaan dengan para stakeholder mereka.

’’Meskipun masih perusahaan kecil, kami ingin ke depannya SIGQuEL juga menjadi besar,” tutur Ria, sapaan akrab Nur Fatti. Itulah mengapa sejak awal mereka membentuk divisi-divisi layaknya perusahaan sungguhan.

Anak-anak di sana tidak bekerja secara percuma. Mereka juga mendapatkan gaji sesuai keaktifan dalam proses produksi dan pemasaran. Meski, nominalnya tidak begitu besar.

SIGQuEL berdiri pada Maret 2016, tetapi baru launching resmi pada Agustus. Kelahirannya merupakan buah CSR (corporate social responsibility) sebuah perusahaan asuransi asal Korea Selatan yang bekerja sama dengan salah satu LSM yang bergerak di bidang student company (SC). Di Surabaya ada tiga SC yang dibina. Namun, SIGQuEL terbilang paling aktif dan berkembang pesat.

Terbukti, belum genap setahun berdiri, kini SIGQuEL sudah dilepas perusahaan tersebut. ’’Mereka bilang, kami sudah bisa mandiri,” ujar Ria. Di samping itu, kontrak mereka dengan perusahaan pembina sudah habis per Desember 2016.

Sebagai puncaknya, mereka menyabet beberapa penghargaan dalam ajang lomba antar SC di bawah naungan perusahaan tersebut. Salah satunya sebagai The Best Spirit Student Company.

’’Karena cepat berkembang, sampai-sampai kami diomongin, ’Kalian itu kadohan mlayune (terlalu jauh larinya, Red),’,” ungkap Ria.

Pemilihan anggota SIGQuEL rupanya tak sembarangan. Sama dengan perusahaan umumnya, ada proses rekrutmen dan tes. Ria bercerita, ada sekitar 60 pelajar dari Putat Jaya dan sekitarnya yang mendaftar untuk SC itu. Hanya 20 orang yang diterima. Mereka juga menjalani tes psikologi untuk menentukan posisi yang cocok di perusahaan. Selain itu, latar belakang pendidikan mereka menjadi pertimbangan.

’’Sebenarnya ini dikhususkan anak-anak Putat Jaya,” ujar Wahyu Aji Prakoso, vice president PR SIGQuEL. Namun, pada awal pembentukan, tidak banyak anak Putat Jaya yang tertarik. Perusahaan pembina pun membuka kesempatan bagi anak-anak dari kelurahan lain di sekitar Putat Jaya. Ria dan Wahyu bukan dari Putat Jaya. Dia arek Banyu Urip.

Nama SIGQuEL adalah hasil rembukan para anggota. Awalnya mereka diminta membuat nama yang lebih meng-Indonesia, misalnya Jayamahe. ’’Karena bingung, saya tanya saja ke teman-teman, apa harapan mereka untuk perusahaan ini,” kata Ria. Setiap kata yang disingkat menjadi SIGQuEL. Itulah asa yang terus mereka kejar hingga hari ini. Tak lagi di bawah perusahaan swasta, SIGQuEL kini berada di bawah naungan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Surabaya. Dinas itu juga yang akhirnya mengarahkan mereka ke Rumah Kreatif Ikan. ’’Padahal, belum ada produk ikan. Masih keripik saja,” terang Wahyu.

Mau tak mau, mereka pun harus menambah inovasi produk yang berbau ikan. Jika awalnya mereka hanya punya keripik bayam, baru-baru ini SIGQuEL menjajal resep samosa ikan dan spring roll. Butuh beberapa kali trial and error. ’’Buat produk ikan itu agak sulit, terutama menghilangkan bau amis ikannya,” tutur Ria.

Di samping itu, status mereka bukan lagi SC, melainkan perusahaan pada umumnya. Sebab, anggota mereka bukan cuma pelajar lagi. Ada pula ibu-ibu dari UKM lain di Putat Jaya. Semula anak-anak SIGQuEL ditawari untuk mengurus manajemen UKM-UKM lain di sana. Namun konsekuensinya, mereka tidak bisa memproduksi keripik bayam lagi. Ria dan kawan-kawan memutuskan untuk tetap lanjut sebagai SIGQuEL agar produk mereka tetap eksis. ’’Sayang kan sudah dibuat seperti ini, tahu-tahu nanti hilang,” kata mahasiswi Universitas Negeri Surabaya itu. Produk keripik bayam tersebut merupakan ide alternatif di awal usaha mereka. Tadinya, mereka mencoba untuk memproduksi makanan ringan dengan bahan utama sayur-sayuran, sesuai dengan permintaan perusahaan pembina. Dipilihlah wortel.

’’Tapi, wortel itu selalu menghasilkan warna oranye, mau diolah seperti apa pun keripiknya jadi oranye. Mencurigakan,” cerita Ria. Lalu, mereka membuat keripik versi orisinal saja dari kulit kebab. Baru setelah itu, mereka memunculkan varian keripik bayam. Ternyata keripik bayam tersebut disukai konsumen. Jadilah mereka mengembangkan keripik bayam hingga kini. Bahkan, sekarang sudah ada dua rasa, barbekyu dan pedas.

Karena anggotanya masih mengenyam pendidikan, tentu mereka tidak bisa berproduksi setiap hari layaknya pabrik biasa. SIGQuEL biasanya melakukan produksi pada Sabtu dan Minggu. Dalam sekali produksi, mereka bisa menghasilkan 15 resep. ’’Satu resep idealnya bisa untuk 4 pak. Tapi, bisa jadi kurang atau lebih,” terang Wahyu. Proses pembuatannya memakan waktu seharian, mulai pukul 09.00 hingga 17.00. Pernah juga sampai pukul 19.00. Sementara itu, rapat diadakan pada hari biasa mulai pukul 19.00.

Kegiatan yang memakan banyak waktu itu tentu sempat menjadi pertanyaan para orang tua. Apalagi anggota yang datang dari luar Putat Jaya, seperti Banyu Urip. Ria menuturkan, mungkin ada beberapa orang tua yang masih tak nyaman dengan citra eks lokalisasi. ’’Makanya kami pernah mengadakan pertemuan dengan orang tua buat ngasih lihat, ini lho yang dikerjakan anak-anak kalian,” ujar Ria. Dia juga selalu mengingatkan anggotanya untuk segera pulang jika sudah di atas pukul 21.00. ’’Kalau nggak mau pulang, ya kami antar sampai rumah,” imbuhnya.

Sejak awal berdiri, SIGQuEL sudah membuka saham. Jumlahnya tak seberapa, tetapi jumlah investor mereka sudah mencapai 75 orang. Tentu saja, 20 di antaranya adalah anggota mereka sendiri. Sisanya adalah orang tua anggota, teman-teman, maupun warga Putat Jaya. Tidak disangka, keuntungan bagi pemegang saham mereka sampai tiga kali lipat dari saham awal. ’’Tapi, mereka memutuskan untuk tidak mengambil keuntungan itu. Semuanya dihibahkan untuk pengembangan perusahaan,” jelas Wahyu.

Sebagai sebuah perusahaan, tentu SIGQuEL harus memenuhi banyak persyaratan. Mereka harus punya surat izin usaha perdagangan (SIUP), sertifikat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta sertifikat pangan industri rumah tangga (PIRT). ’’Sudah kami ajukan akhir Februari lalu, sekarang masih proses dan dibantu oleh kelurahan dan dinas,” jelas lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga tersebut.

Mereka juga mempersiapkan inovasi desain produk dan interior. Gara-garanya, mereka mendapat masukan langsung dari Wali Kota Tri Rismaharini. ’’Waktu gelar tani di balai kota, Bu Risma bilang desain kemasannya harus diganti supaya lebih menarik,” ungkap Wahyu. SIGQuEL pun baru-baru ini menjalin kerja sama dengan Surabaya Creative Network untuk mendesain ulang produk dan ruang produksi mereka.

Kesuksesan mereka tak terlepas dari proses belajar yang tidak pernah berhenti. Ria selalu mewanti-wanti anggotanya untuk mau membagikan ilmu apa saja yang mereka kuasai demi kemajuan perusahaan. Mereka juga rutin mengikuti seminar-seminar wirausaha karena mereka sadar tak bisa memanggil pembicara sendiri. ’’Pokoknya pulang seminar, harus ada yang dibagikan ke teman-teman,” tegasnya.

Tak heran, perusahaan mini mereka cukup sering dikunjungi sebagai UKM percontohan. Baru saja mereka menerima tamu dari siswa SMA Korea Selatan pada Senin (20/2). Pada Maret ini, mereka juga bakal kedatangan tamu dari Brunei Darussalam.

Keinginan SIGQuEL saat ini adalah berkontribusi untuk mengubah wajah eks lokalisasi Dolly menjadi kampung produktif dengan banyak UKM. ’’Rencananya, rumah kreatif ini juga jadi pusat kegiatan UKM di Putat Jaya,” ujar Wahyu. Untuk itu, SIGQuEL akan membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi anak-anak muda, khususnya di Putat Jaya, untuk bergabung. Syaratnya, harus serius dan jangan sampai mengganggu sekolah. (*/c7/dos/sep/JPG)

Tags :
Kategori :

Terkait