Sebuah terobosan terbaru dalam dunia teknologi informasi yang memungkinan proses pengolahan, penyimpanan dan analisis data dalam beragam format, yang akurat, cepat, mudah dan murah.
Berlatar belakang dari itu, Wakil Ketua Forum Masyarakat Statistik (FMS) Indonesia M Iksan, melalui portal industry.co.id menyebut pihaknya men-support penggunaan Big Data (Mobile Positioning Data) oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Terutama dalam penghitungan data wisatawan mancanegara (wisman) bulan Januari hingga Desember 2016. \"Dengan adanya program ini, kami dari pihak FMS akan terus men-support dengan penggunaan Big Data,\" sebut Iksan.
Sebenarnya, sejak Oktober-November-Desember 2016, proses penghitungan wisman di 19 Kabupaten dan 46 kecamatan di Pos Lintas Batas (PLB) Non Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) sudah dimulai.
Sebanyak 19 titik itu memang belum ada petugas Imigrasi, dan selama ini dihitung dengan menerjunkan surveyor dengan metode sampling, di beberapa titik di dalam rentang waktu yang tertentu.
Dengan Big Data Mobile Positioning itu, sudah seperti disensus. Tidak lagi di survey yang mengambil sampling beberapa, dan rentang waktu pendek.
Semua pelintas batas yang membawa HP, secara otomatis ter-record. Karena itu, manfaat pencatatan wisman berbasis Big Data ini sangat besar.
Pertama, penghitungan dilakukan secara otomatis dengan mesin, tidak ada campur tangan manusia. Kedua, dilakukan nonstop selama 24 jam x 7 hari x 52 minggu dalam setahun.
Ketiga, memberikan profil wisman yang lebih lengkap, soal lama tinggal (length of stay), frekuensi kedatangan, kota asal mereka. Keempat, mampu mencatat wisman yang tidak melalui jalur pintu PLB.
Indonesia sudah membuat program Big Data, yang merupakan program perhitungan wisman. Tidak semua pintu masuk menggunakan Big Data, tetapi di pos lintas batas atau yang lebih popular disebut “daerah terdepan” itu.
Metode yang digunakan berbasis penggunaan data selurer yang tepercaya bakal meningkatkan kualitas data pariwisata.
Melalui BPS, jumlah wisman yang terdeteksi lewat roaming selular di 19 kabupaten tersebut sebanyak 68.112 dan mengalami peningkatan pada November 2016 menjadi 71.169.
M.Iksan menambahkan bahwa penghitungan BDMP itu tidak semua kota. Hanya sebagian lokasi crossborder. Selama ini, data pariwisata masih mengandalkan metode lama, yaitu dengan perhitungan data imigrasi.
Hanya saja ada 19 titik di daerah perbatasan yang tidak bisa di-cover oleh Imigrasi. Akibatnya, banyak wisman yang berkunjung tapi tidak terhitung.
Bukan hanya Wakil Ketua FMS yang sependapat. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika R Niken Widiastuti juga sependapat dengan BPS yang cepat memutuskan pemanfaatan Big Data Mobile Positioning itu, dalam penghitungan wisman. Terutama untuk daerah perbatasan.
“Saya setuju sekali, jika Big Data Mobile Positioning digunakan untuk menghitung wisman di perbatasan. Yang penting, system harus dibangun, dan ada koneksi internet. Untuk Entikong dan Aruk-Sambas Kalbar, sudah terbangun Palapa Ring – BTS, internet sudah ada. Hanya masih agak lambat,” jelas Niken.
Ketua Gabungan Industry Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Djunaedi juga berpendapat sama. Go Digital itu tidak boleh setengah-setengah, dan harus cepat diimplementasi di semua sector.
“Kami dari GIPI, mewakili industry pariwisata mendukung sepenuhnya implementasi BDMBD itu. Saya percaya, teknologi akan membuat perhitungan itu semakin cepat, mudah, murah dan akurat. Bahkan lebih cepat lebih baik,” kata Didien.
Bagi industry, evaluasi itu penting. Tapi bagaimana bisa mengevaluasi, jika data kunjungan wisman itu baru didapat 2-3 bulan sesudahnya. Untuk menganalisis event yang sudah dibuat itu sukses atau tidak dari mana?
“Maka nanti industry akan lebih cepat mendapatkan akses informasi soal customers profile, dan itu penting dalam membuat keputusan perusahaan,” jelas Didien yang juga menyebut model penghitungan dengan digital juga sudah diadakan di Eropa. (jos/jpnn)