Harga Darah Dipastikan Naik

Jumat 27-01-2017,10:50 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, BE - Harga atau biaya pemeliharaan darah dipastikan mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan Palang Merah Indonesia (PMI) telah mengusulkan kenaikan harga kantong darah.

Usulan itu untuk mendapatkan kantong darah yang berkualitas, karena selama ini kantong darah seharga Rp 250 ribu dinilai masih berkualitas rendah.

Sedangkan, harga standar kantong yang kualitas tinggi setidaknya mencapai Rp 360 ribu per kantong.

“Kalau 3 tahun lalu Kemenkes sudah menetapkan Rp 360 ribu perkantongnya. Tapi memang di Bengkulu juga diupayakan, mudah-mudahan saja di 2017 ini terealisasi,” ujar Kepala Unit Transfusi Darah (PMI) Kota Bengkulu, dr Anita Kurniati.

Menurut Anita, upaya pihaknya meningkatkan pelayanan, keamanan dan kualitas serta keterjangkauan darah bagi masyarakat masih terhambat karena biaya operasional yang dibawah standar.

Ia pun mengaku biaya penganti pengolahan darah memang cukup tinggi karena dihitung dari pengambilan darah hingga pendistribusian darah ke pasien, yang meliputi bahan habis pakai termasuk kantong darah dan penyaringan virus yang terdapat dalam darah tersebut. Sedangkan, PMI sebagai penanggungjawab disetiap daerah bukanlah Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) yang dibiayai melalui APBD, sehingga biaya operasional dari unit transfusi darah memang berdasarkan biaya penganti pengolahan tersebut. Selain itu, sesuai peraturan dan undang-undang yang berlaku, dalam penetapan biaya penganti pengolahan darah ini adalah kepala daerah dalam hal ini gubernur. “Karena ini targetnya adalah penyeragaman untuk Provinsi Bengkulu, saya pikir konteksnya memang di gubernur yang mengeluarkan penetapan harga darah itu,” ucapnya.

Jika usulan kenaikan harga ini dapat direalisasikan, maka yang menjadi fokus pihaknya yakni memperbaiki sistem screening darah atau pemeriksaan darah yang mendeteksi virus HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan berbagai virus berbahaya lainnya. Sementara selama ini pihaknya masih menggunakan metode yang sangat sederhana dalam melakukan screening darah yakni metode Rapid Test. Sedangkan standar dari World Health Organization (WHO) maupun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengingingkan screening dengan metode ELISA (Enzyme Linked Immune Sorbent Assay).

“Itu belum dapat dilakukan karena terkendala dengan biaya pengolahan darah yang sangat rendah di Bengkulu. Padahal screening itu harus sensitif dan harus bisa menyaring atau mendeteksi semua virus dalam pencemaran darah,” jelas Anita.

Disisi lain, dengan kenaikan harga kantong darah ini bukanlah menjadi persoalan yang membebankan masyarakat. Karena, 90 persen pengguna darah merupakan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan, dan sebagian lain adalah mereka yang dicover Jasa Raharja. Sehingga jika bicara dampak langsungnya ke masyarakat, sebagian besar tidak membayar langsung biaya pengganti pengolahan darah ini, tetapi dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. (805)

Tags :
Kategori :

Terkait