Ide ‘Tebas Jalan’ dari Toton

Jumat 28-10-2016,09:20 WIB
Reporter : redaksi
Editor : redaksi

Sidang Suap Hakim Tipikor

BENGKULU, BE - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi terlibat dalam penyerahan uang suap dari terdakwa Edi Santoni kepada terdakwa Janner Purba SH MH dalam sidang lanjutan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu, Kamis (27/10) pagi.

Saksi yang dihadirkan JPU dalam persidangan tersebut ialah terdakwa sendiri yaitu, Edi Santoni, Safri Syafei, Janner Purba, Toton dan Badaruddin alias Billy.

Para terdakwa dihadirkan sebagai saksi dan terdakwa untuk mengetahui proses terjadinya suap menyuap yang berlangsung di sekitaran GOR Sawah Lebar tanggal 17 Mei 2016 sebelum sidang putusan perkara suap honor Rumah Sakit M Yunus Bengkulu tanggal 18 Mei 2016 bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu.

Uang dengan jumlah total Rp 499,8 juta itu nantinya akan dibagikan kepada dua terdakwa lain yakni Toton SH dan Baddarudin Bachsin alias Billy sebagai \'penebas jalan\'.

Saksi dan sekaligus terdakwa, Edi Santoni mengatakan, awal mula dirinya menghubungi terdakwa toton melalui telepon karena pada kasus tersebut sudah hampir masuk dalam tahap pelimpahan berkas atau P21.

Dalam kasus tersebut Toton menjadi salah satu hakim anggota pada persidangan sebelumnya, sehingga dari situlah dirinya mengenal Toton. Sebelum sidang pertama dimulai, Edi Santoni berinisiatif menelpon Toton untuk menanyakan kasusnya tersebut karena sudah masuk dalam tahap pelimpahan berkas.

Setelah membicarakan hal tersebut melalu telepon, terdakwa Toton mengajak Edi bertemu di dekat toko Enggano Pagar Dewa Kota Bengkulu.

\"Saya bertemu dengan terdakwa Toton di dekat toko Enggano Pagar Dewa dan itu merupakan ide Toton. Dari pertemuan itulah terdakwa Toton mengatakan supaya perjalanan sidang lancar kita tebas di jalan maksudnya biar tahap persidangan nanti lancar dan tidak ada penahanan nantinya,\" terang Edi Santoni.

Edi menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, ia diminta oleh terdakwa Toton untuk menyiapkan uang sebesar Rp 30 juta dan pada saat itu ia langsung menghubungi Safri Syafei, untuk menyampaikan hal tersebut. Sebab, dalam kasus Rumah Sakit M Yunus tahun 2015 lalu, ia bersama Safri Syafei yang menjadi terdakwanya.

\"Selang beberapa hari, akhirnya kita menghubungi terdakwa Toton untuk bertemu kembali dan pada saat itu saya mengajak terdakwa Safri Syafei yang sebelumnya tidak dikenal oleh Toton. Pada pertemuan tersebut saya dengan Safri Syafei menyerahkan uang sebesar Rp 30 juta yang masing-masing menyerahkan Rp 15 juta yang diletakkan di dalam satu map,\" jelasnya.

Selain itu, Edi menambahkan, setelah pemberian uang tersebut, ia meninggalkan terdakwa Safri Syafei dengan terdakwa Toton berdua didalam mobilnya Innova berwarna hitam. \"Saya tidak mengetahui apa yang mereka bicarakan karena setelah saya meletakkan duit di dalam mobil terdakwa Toton, saya menunggu di luar dahulu,\" ucapnya.

Mengenai pemberian uang Rp 100 juta, ia menyampaikan, selang beberapa hari setelah berkas masuk ke dalam Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu untuk segera di persidangkan tahap pertama, terdakwa Toton mengajaknya mengobrol di ruangan Perpustakaan PN Bengkulu yang kondisinya pada saat itu sepi.

\"Saya bertemu dengan terdakwa Toton sekitar pukul 13.00 WIB di ruang Perpustakaan PN, dalam pertemuan tersebut, terdakwa Toton meminta kepada saya untuk menyiapkan uang Rp 100 juta agar saya tidak ditahan dan uang tersebut diserahkan ke Badaruddin alias Billy yang menjadi Panitera Pengganti pada persidangan tersebut,\" paparnya.

Karena ia tidak memiliki uang sebanyak itu, akhirnya Edi mengajak terdakwa Safri Syafei untuk saling memberikan masing-masing sebesar Rp 50 juta sebanyak 2 kali yaitu sebelum sidang dimulai, dan setelah dakwaan nanti Rp 50 juta lagi.

\"Saya diminta terdakwa Toton menyiapkan uang tersebut Rp 50 juta sebelum sidang pertama, dan sesudah dakwaan Rp 50 juta lagi yang diserahkan ke terdakwa Badaruddin alias Billy yang dilakukan di dalam mobil terdakwa Safri Syafei. Ini sesuai permintaan Pak Toton,\" bebernya.

Untuk yang masalah uang sebesar Rp 500 juta tersebut, Edi menjelaskan, sebelumnya terdakwa Toton meminta kepada dirinya untuk menemui Hakim Ketua dalam hal ini terdakwa Janner Purba yang selaku Ketua Majelis pada persidangan tersebut, sehingga pada hari Sabtu sekitar jam 10 pagi dirinya langsung menuju ke Kepahiang untuk menemui terdakwa Janner Purba yang saat itu sedang berada di Kantornya PN Kepahiang.

\"Pada awal saya ketemu dengan Pak Janner Purba saya belum membicarakan mengenai suap menyuap, tetapi saya hanya menyampaikan apa yang sedang saya hadapi dan terdakwa Janner Purba hanya mengatakan jalan sesuai jalur saja,\" ucap Edi.

Ia menjelaskan, setelah semua tahapan sidang selesai, baik dari pemeriksaan saksi dan ahli dan sudah masuk dalam masa tuntutan, terdakwa Toton mengajak Edi Santoni untuk kembali bertemu di perpustakaan PN.

Terdakwa Toton mengatakan, untuk tuntutan bisa dikenakan hukuman 3 tahun 6 bulan, sehingga agar bisa aman terdakwa Toton menuliskan nominal di kertas sebesar Rp 750 juta. Melihat angka uang yang diminta sangat besar, Edi mengatakan kepada Toton, ia bisa mati.

\"Setelah menuliskan uang tersebut, terdakwa Toton menyuruh saya untuk merapat lagi ke pak ketua dalam hal ini terdakwa Janner purba dan pada pada saat itu saya bersama Safre Syafei berangkat ke Kepaihang dan bertemu dengan terdakwa Janner purba,\" ungkapnya.

Pada pertemuan tersebut, ia menuliskan uang dalam sebuah kertas yang ditunjukan kepada Janner Purba dengan nominal Rp 750 juta permintaan terdakwa Toton dan ia menuliskan Rp 300 juta atas permintaanya sendiri karena merasa tidak sanggup jika Rp 750 juta.

\"Saya menuliskan Rp 300 juta karena saya bisanya segitu dan pada saat itu Janner mengatakan hubungi lagi Toton. Menjelang putusan tanggal 18 Mei 2016, terdakwa Toton bertemu lagi dengan saya dan pada saat itu terdakwa Toton mengangkat tangan ke arah saya dengan menunjukan kelima jarinya, yang artinya Rp 500 juta dan tidak bisa turun lagi,\" jelasnya.

Karena merasa dizholimi karena kasus tersebut dan pengen bebas karena anak juga masih kecil-kecil, akhirnya Edi menyetujui permintaan tersebut dengan cara menjual ruko miliknya dan menyerahkan uang tersebut langsung kepada terdakwa Janner Purba.

\"Saat penyerahan uang tersebut, saya bersama supir Hendriansyah dan Khairulumri langsung menuju ke Gor Sawah Lebar, selang beberapa menit mobil Fortuner milik terdakwa Janner Purba tiba dan sempat berkeliling-keling di kawasan GOR, setelah berhenti saya langsung menuju mobil Janner Purba dan memasukan uang tersebut di kursi bagian belakang dan langsung bubar pada saat itu,\" bebernya.

Setelah penyerahan uang Rp 500 juta tersebut, akhirnya persidangan mengenai putusan tersebut di tunda hingga tanggal 24 Mei 2016 karena alasan berkas belum lengkap dan harus ditunda persidangannya.

\"Untuk masalah uang yang diserahkan terdakwa Safri Syefi saya tidak tahu, yang jelas setelah pemberian uang tersebut, persidangan pembacaan putusan memang ditunda dan tidak lama setelah itu keluar berita di televisi kalau Hakim Janner Purba dan Safri Syafei tertangkap tangan oleh KPK,\" terangnya.

Hal yang sama juga disampaikan Safri Syafei. Ia terlibat dalam kasus ini setelah Edi Santoni pada saat itu menghubunginya lewat telepon dan meminta kepada dirinya untuk menyiapkan uang sebesar Rp 15 juta sebagai penebas jalan, Rp 25 juta sebelum dakwaan dan 25 juta lagi setelah dakwaan yang totalnya Rp 50 juta.

\"Saya hanya mengikuti apa kata Edi Santoni dan pada saat itu juga saya diminta untuk menyiapkan uang sebesar Rp 250 juta agar bisa bebas yang dismpaikan terdakwa Toton,\" jelasnya.

Ia mengatakan, karena ia menganggap tidak memiliki uang sebanyak itu, akhirnya ia pun meminta untuk diturunkan, setelah melalui pembicaraan yang lama, terdakwa Toton meminta kepada ia untuk menyiapkan uang sebesar Rp 150 juta.

\"Saya pada saat itu menelpon Edi Santoni untuk meminjam uang, karena saya tidak lagi memiliki uang, akhirnya terdakwa Edi Santoni memberikan saya pinjaman uang sebesar Rp 20 juta dan sisanya saya cari sendiri dan uang tersebut saya serahkan ke terdakwa Badaruddin alias Billy,\" paparnya.

Pada kesempatan itu, penasehat hukum terdakwa Edi santoni dan Safri Syafei, Badrun Munir SH, mengatakan, kedua terdakwa ini hanya menjadi korban hasutan dari terdakwa Toton, karena pada saat itu tidak ada yang keluar dari mulut kliennya mengenai uang Rp 30 juta, Rp 100 juta dan Rp 500 juta, semuanya keluar dan inisiatif dari terdakwa Toton.

\"Kita mengungkap fakta yang sebenarnya, dari uang tebas jalan, uang agar tidak di penjara dan agar putusan ditunda, itu semua ide dari terdakwa Toton. Kalau klien kita dalam posisi bingung dan bimbang serta takut dipenjara akhirnya mengikuti saran dan kemauan Toton,\" ujar Badrun.

 Sidang yang dipimpin hakim Ketua Bambang Pramudwiyanto SH MH, Jonner Manik SH MH serta Rahmat SH sebagai hakim anggota dimulai sekitar pukul 09.30 WIB dan berakhir sekitar 16.00 WIB, Agenda sidang sendiri mendengarkan keterangan saksi dari para terdakwa. (529)

Tags :
Kategori :

Terkait