Pernah Kekurangan Bahan Makanan, Terpaksa Makan Ubi Kayu dan Capung
Makan serba terbatas, capung dan kulit ubi pun tak luput dilahap I Made Mangku Pastika kecil, saat sempat menghabiskan masa kecilnya di Bengkulu Utara. Tak hanya itu, aktivitas mencari rebung bambu pun dilakoni guna memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan tiap hari harus berhadapan langsung dengan beruang yang juga turut mencari makan. Kondisi hutan belantara yang baru saja dibuka masyarakat transmigrasi membuat hidup jauh dari kata layak.
Julian Syafri, Bengkulu Utara
Letusan dahsyat Gunung Agung Provinsi Bali, 17 Maret 1963 membawa I Made Mangku Pastika yang baru saja tamat sekolah rakyat (SR) yang saat ini setingkat Sekolah Dasar (SD) terpaksa mengikuti trasmigrasi bersama kedua orang tuanya I Ketut Meneng dan Ni Nyoman Kinten serta 4 orang saudaranya ke Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
Selama tinggal di Bengkulu Utara tepatnya di Desa Rama Agung Kecamatan Arga Makmur, I Made Mangku Pastika hanya membantu orang tua yang hidup dengan keadaan sangat serba kecukupan dan terbatas. Kehidupan pahit yang dialaminya membuat MP menatap jauh kedepan.
Mulai menginjakkan kaki di Provinsi Bengkulu, I Made Mangku Pastika bersama kedua orang tuanya dan 4 saudaranya sempat transit selama sebulan di Desa Pekik Nyaring Kecamatan Pondok Kelapa yang dulunya masih merupakan bagian dari Kabupaten BU.
Setelah pembukaan hutan, I Made Mangku Pastika pindah ke Desa Rama Agung Kecamatan Arga Makmur untuk menjalani kehidupan.
\"Saat itu semua kondisi di sini (Rama Agung, red) masih dalam bentuk hutan lebat, bahkan ketika pembukaan pohon-pohon besar bergelimpangan,\" ujarnya.
Selama menjalani hidup di Kabupaten BU, tak banyak yang dapat dilakukannya. Keseharian hanya dihabiskan membantu orang tua berkebun. Janji pemerintah yang akan memberikan kebutuhan hidup selama 9 bulan terhenti setelah 3 bulan menetap di BU. Akibatnya kesulitan bahan makanan mulai melanda seluruh warga transmigrasi.
\"Apa saja kita makan. Saya bahkan masih ingat betul, saat itu makan ubi kayu yang dibakar, karena ubinya sudah habis namun masih lapar, kulitnya yang sudah di cuci bersih dimakan untuk menganjal perut kosong. Capung dan rebung bambu juga turut kita makan dari pada kelaparan,\" ungkapnya sembari mengenang masa itu.
Bahkan tiap hari ada saja warga Bali yang meninggal dunia terkena wabah penyakit malaria.
\"Saya tahu betul warga yang meninggal dunia tiap harinya. Karena bapak saya yang tukang catat warga yang masuk dan meninggal. Bahkan warga yang membawa jenazah orang mati pulang dari itu juga meninggal sanking mencekamnya saat itu,\" tuturnya.
Lantaran mempunyai tekad yang kuat untuk meneruskan sekolah kejenjang lebih tinggi, akhirnya I Made Mangku Pastika yang saat itu berusia 12 tahun berangkat sendiri menuju Kota Bengkulu pada tahun 1964 demi meraih cita-cita. Tiba di Kota Bengkulu, I Made Mangku Pastika tinggal dirumah keluarga Tionghoa di Kampung Cina Kota Bengkulu selama 3 tahun sembari menyelesaikan studi di SMPN 1 Kota Bengkulu.
\"Bayangkan masa itu, anak usia 12 tahun berangkat sendiri ke Bengkulu untuk meneruskan sekolah. Saya juga disana (Kota Bengkulu) tinggal dirumah keluarga Tianghoa sebagai pembantu demi pendidikan,\" terangnya.
Usai menamatkan pendidikan SMP, Made Mangku Pastika meneruskan ke SMA Taruna di Palembang. Disana kedua orang tuanya dan saudaranya sudah menunggu karena sudah menetap di Lubuk Linggau. Namun beratnya kehidupan tidak ada perubahan. \"Di sana (Palembang, red) saya hanya tidur di dalam ruang kelas di atas meja yang dikumpulkan menjadi satu,\" kenangnya.
Setelah menamatkan pendidikan di SMA Taruna Palembang, I Made Mangku Pastika mencoba melamar menjadi Taruna AKABRI Kepolisian. Alasannya bahwa pendidikan di AKABRI gratis sehingga dapat meneruskan pendidikan. Setelah berbagai menjalani seleksi yang ketat, I Made Mangku Pastika diterima sebagai calon taruna AKABRI Polisi dan selanjutnya menjalani pendidikan selama 4 tahun di Magelang dan Sukabumi hingga tamat pada tahun1974.
Usai pensiun dari kepolisian dengan pangkat terakhir Komisaris Jenderal (Komjen), I Made Mangku Pastika mencoba keberuntungan dijabatan politik yakni mencalonkan diri menjadi Gubernur Bali hingga terpilih sampai saat ini.
Disamping itu, I Made Mangku Pastika memberikan pesan kepada seluruh generasi yang menikmati kehidupan yang serba mudah saat ini untuk selalu bersyukur, rendah diri dan ingat dengan asal usul.
\"Apa yang ada saat ini merupakan perjuangan yang sangat berat. Kedatangan saya ke Bengkulu untuk mengingatkan kembali diri saya. Dari mana saya berasal hingga menjadi seperti ini. Saya ingin anak cucu saya juga mengingat dari mana ayah dan kakeknya berasal sebelum saya meninggal. Untuk seluruh anak-anak Jangan membuang sia-sia waktu dan kesempatan untuk terus menempuh pendidikan. Bersyukurlah saat ini punya makanan yang berlimpah ruah,\" tutupnya.
I Made Mangku Pastika mempunyai istri bernama Made Ayu Putri dengan 3 orang anak yakni Putu Pasok Sandos, Made Dyah Sekar Mayang Sari dan si bungsu yang belum menikah Nyoman Wijaksana Wirajati.(**)