\"\"Tradisi mangulosi itu menjadi kearifan lokal di Sumatera Utara. Memberikan ulos kepada saudara kita atau siapa saja dari luar suku Batak adalah cara orang Batak menghargai orang lain. Tradisi ini sudah berjalan sejak zaman dulu,\"\" tegas Korwil Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) Drs Gandi Parapat.
Pakar Sosiologi dari Universitas Indonesia (UI) Kastorius Sinaga bahkan blak-blakan menyebut cagub dari PDI Perjuangan itu tidak punya etika. \"Itu statemen yang tidak beretika sama sekali, yang tak pantas dikeluarkan dari mulut seorang calon pemimpin,\" ujar Kasto kepada koran ini di Jakarta, kemarin (17/1).Seperti diberitakan, di acara serah terima Bandara Silangit dari Kemenhub ke BUMN yakni PT Angkasa Pura (AP) II pada 11 Januari 2013, sejumlah tokoh adat Batak di Taput memberikan tongkat Tunggal Panaluan sebagai simbol kepercayaan dari tokoh adat Batak di Tapanuli kepada Dahlan Iskan. Ulos bulang-bulang juga diberikan ke Dahlan, yang dinilai punya perhatian besar terhadap pengembangan bandara tersebut.
Sejumlah warga Batak juga memberikan ulos kepada Dahlan di gedung Kementerian BUMN di Jakarta, Rabu (9/1) lalu, guna mendoakan Dahlan yang saat itu baru saja mengalami kecelakaan mobil listrik Tucuxi.
Effendi Simbolon menyebut Dahlan tak pantas mendapatkan ulos, dengan menyebut pria asal Jawa Timur itu sebagai orang gila. Dia mengatakan kalimat itu di Simalungun, dan diulang lagi di Medan.
\"Ia, memang benar Dahlan Iskan itu gila. Bagi kami di DPR RI Komisi VII dari mana tokohnya \"Apakah dia (Dahlan, Red) memberikan kontribusi membangun Tanah Batak\" Kalau memberikan, apa kontribusinya?” ucapnya kepada Sumut Pos, Rabu (16/1) yang menemuinya di Hotel Grand Antares, Medan.
Kastorius Sinaga menilai, Effendi Simbolon justru tak paham nilai-nilai kultural orang Batak. Dikatakan Staf Ahli Kapolri itu, orang Batak sangat menjunjung tinggi persaudaraan antaretnis.
\"Dahlan yang orang Jawa, diberi ulos Batak, itu bagus untuk mempererat hubungan kultural antaretnis, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalau Effendi keberatan, itu menunjukkan watak dan karakter dia yang jauh dari nilai-nilai interaksi kultural,\" beber Kasto.
Kasto menilai, Effendi punya persoalan pribadi dengan Dahlan. Namun, sebagai seorang cagub, mestinya Effendi bisa menyembunyikan persoalan pribadi itu demi kepentingan yang lebih besar, yakni persaudaraan antaretnik. \"Tapi rupanya, dia tak bisa mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Inilah tipe calon penguasa yang sangat buruk. Bergaya otoriter,\" tegas Kasto.
Kasto mendesak Effendi mencabut pernyataannya dan meminta maaf kepada Dahlan dan kepada warga Batak. \"Karena pernyataan itu sangat tidak mendidik,\" ujar Kasto.
Salah Besar Mengkritik Pemberian Ulos
Tokoh muda batak yang sekaligus Sekretaris Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, menyatakan salah besar jika ada orang yang mengkritik pemberian ulos kepada Dahlan Iskan.
“Seharusnya, pemberian ulos kepada Pak Dahlan itu menjadi titik bangkit kita sebagai orang Batak untuk kembali menghormati budaya yang ada. Karena nilai budaya Batak sarat bermuatan nilai-nilai positif. Sangat salah besar kalau ada kritikan dari orang batak atas pemberian tersebut,” ujarnya.
Menurut pria yang tengah getol mengampanyekan penggunaan ulos dan tali-tali (ikat kepala khas orang Batak) di kalangan orang muda ini, pemberian ulos merupakan simbol penghormatan tertinggi kepada seseorang. Dimana itu dilakukan dengan tulus tanpa ada penistaan di dalamnya. Alasannya, karena ulos dibuat seorang perempuan batak penuh dengan doa, cinta, ketulusan dan konsentrasi yang luarbiasa.
“Nah hasil akhir dari doa itu diterjemahkan dalam bentuk ulos tersebut. Karena itu dikerjakan penuh konsentrasi dan doa yang tulus sembari menunggu sang suami pulang dari ladang. Jadi secara ritualisasi adat, sangat tinggi nilainya, karena berasal dari doa terbaik perempuan-perempuan batak,” ujarnya.
Karena itu kalau ada seseorang yang mengkritik pemberian ulos yang tulus dari orang batak kepada orang yang dihormatinya, artinya orang tersebut perlu mengetahui historis adat Batak. “Kenapa kita mengkritik, sementara kita sendiri tidak mau memelihara budaya yang begitu luhur nilainya?” ujarnya.
Seharusnya menurut Hinca, langkah pemberian ulos terus dibudayakan, bukan justru mengkritiknya. Pandangan ini menurutnya perlu terus dilestarikan, karena prinsip orang batak sedari dulu, tidak hanya tulus dalam memberi. Namun juga dipanggil memberikan yang terbaik bagi orang lain. Menurutnya, pemberian ulos juga tentunya tidak sembarangan.
Karena itu kalau ada komunitas Batak yang melakukan hal tersebut, maka dipastikan langkah tersebut telah melalui kajian secara mendalam dan karena melihat figur tersebut layak untuk menerima penghormatan yang ada. “Jadi pemberian ulos bagi orang Batak, itu merupakan penghormatan yang tertinggi,” katanya. (val/sam/gir)
Sekilas Pejabat Negara Non-Batak Diulosi Elemen Masyarakat Sumut
Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono diulosi oleh Ephorus HKBP dalam acara Perayaan Jubileum 150 tahun HKBP di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta pada 4 Desember 2011
.
Mendagri Gamawan Fawzi menerima ulos dan pakaian adat Batak dari anggota DPRD Sumut dalam kunjungan kerja ke Medan pada 9 Juli 2012
Ketua DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Oesman Sapta dan Kasad Jenderal TNI George Toisutta diulosi Wali Kota Medan Rahudman Harahap dalam acara pembukaan Rakernas HKTI di Medan pada 27 April 2011
Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal diulosi oleh mantan Rektor USU Chairudin P Lubis saat melakukan kunjungan ke Universitas Sumatera Utara (USU) pada 16 Mei 2011
Dirjen Kesbangpol Kemendagri Achmad Tanribali Lamo diulosi oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut Prof Maratua Simanjuntak, Ketua FKDM Nurdin Soelistyo, Ketua FPK Bahri Damanik dalam kunjungan ke Medan pada 17 Oktober 2012.
Meneg BUMN Dahlan Iskan diulosi elemen masyarakat Batak yang terdiri atas Marulam Hutasoit, Zainal Pangaribuan, Hikmad Siregar, Hermanto Manullang, Jeffri Siregar, dan Kennorton Hutasoit, dan Gandhi Parapat di Kementerian BUMN di Jakarta pada 9 Januari 2013.