Di Indonesia, kelapa sawit semakin dipojokkan dengan memanfaatkan popularitas politik serta mengatasnamakan kepentingan rakyat.
“Persaingan ini memanfaatkan kelompok tertentu yang berbicara dan bertindak dengan mengatasnamakan rakyat, dan merasa paling benar. Hanya saja, rakyat mana yang mereka bela,itu tidak jelas,” ujarnya.
“Apakah rakyat Indonesia atau masyarakat Eropa di sana yang tidak mampu bersaing dengan Indonesia dalam memenangi peta persaingan minyak nabati dunia,” kata Christianto.
Christianto juga menyayangkan, di tengah perjuangan Indonesia untuk menjadi produsen minyak nabati dunia ini, kelompok ini justru menunggangi isu-su yang bergulir seperti lingkungan dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Seolah-olah industri sawit di Indonesia merupakan pelaku kriminal yang harus diburu.
“Mereka bertindak seperti pro rakyat, padahal agenda lain di dalamnya untuk menghambat pembangunan di Indonesia. Ini memang dinamika yang tidak bisa dihindari. Selalu ada orang-orang oportunis seperti ini,” ujarnya.
Untuk itu, Christianto menyarankan, semua pihak seperti para pakar, akademisi, wartawan, kepolisian, dan para pemangku kepentingan lain, tidak tinggal diam dan melakukan perlawanan melalui tindakan yang benar.
“Seharusnya, semua pihak menyadari bahwa keberadaan Indonesia menjadi produsen sawit nomor satu dunia merupakan langkah awal untuk menjadikan masyarakat sejahtera. Karena itu, perlu lebih banyak dukungan banyak pihak untuk berjuang bersama demi kesejahteraan Indonesia,” katanya.
Christianto juga mengingatkan Indonesia telah menjadi bagian penting dalam kancah persaingan global. Disadari atau tidak, banyak kepentingan asing terutama dengan memanfaatkan lembaga swadaya atau NGO untuk meredam potensi-potensi sumber daya alam Indonesia. (lum/jos/jpnn)