BENGKULU, bengkuluekspress.com - Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu Khairul Anwar tidak menyetujui rasionalisasi anggaran yang dilakukan Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti, yang memangkas anggaran di setiap SKPD. Berdasarkan koordinasi dengan pemerintah provinsi Bengkulu, diketahui anggaran masing-masing SKPD dipangkas sebesar 30 persen dari anggaran yang sudah disepakati dalam APBD 2016. \"Kalau mau memangkas anggaran atau membatalkan sebuah mata anggaran harus melalui DPRD. Karena APBD itu kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif. Kalau mau merubah ya nanti, jalankan dulu yang ini,\" ujarnya, Rabu (06/04/2016). Menurutnya, kalaupun tetap ingin melakukan rasionalisasi anggaran, jangan pada program melainkan melakukan penyesuaian pada harga satuan. \"Tapi kalau sistem pangkas atau dialihkan, ya nanti dulu. Bersabarlah, tetap jalankan APBD ini. Nanti kalau ada program di luar APBD silahkan di APBD Perubahan,\" sambungnya. Politisi PDIP ini menambahkan, Gubernur seharusnya mengerti betul bagaimana aturan perundang-undangan mengenai APBD. Dia juga memastikan jikalau hal ini nantinya berdampak luas kepada masyarakat, maka tidak menutup kemungkinan pihaknya menggunakan hak angket. \"Kita belum sejauh itu, ini baru semester pertama karena kita mau lihat dulu bagaimana pelaksanaan rasionalisasi ini. Kalau tidak sesuai, tentu dewan ambil tindakan,\" tandasnya. Hal senada diucapkan oleh Ketua Komisi III Jonaidi. Dirinya mendapat banyak laporan dari SKPD terkait surat edaran gubernur untuk melakukan rasionalisasi anggaran. Hal inilah yang dianggap dapat memperlambat penyerapan anggaran. Rasionalisasi anggaran,dianggap bertentangan dengan Perda APBD.
“Instruksi gubernur yang bertentangan dengan APBD ini tidak boleh. ABPD itukan perda, perda adalah undang – undang di tingkat daerah,” terang Jonaidi.
Sementara itu, Anggota Komisi IV Agung Gatam menegaskan seorang Gubernur tidak boleh merubah APBD yang telah disahkan oleh Gubernur di periode sebelumnya.
“Gubernur sekarang tugasnya, menjalankan APBD yang telah disahkan. Nanti kalau ada Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) baru bisa di APBD-P. Baru masuk ke program visi misi beliau (Gubernur),” terang Agung Gatam. Namun, apabila gubernur memaksakan untuk merubah APBD dinilai akan berbahaya ke depannya. Sebab, APBD merupakan produk hukum berbentuk perda.
“Menunda APBD untuk tidak dibelanjakan dan dijadikan Silpa pun tidak boleh. Uang yang ada dibelanjakan, kecuali ada kejadian yang sangat luar biasa seperti bencana alam,” terang Politisi PDIP ini. (Dil)