Ada Rekayasa Tes Kesehatan Pilkada

Selasa 15-03-2016,09:00 WIB

JAKARTA, BE - Belum genap dua bulan dilantik menjadi Bupati Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Ahmad Wazir Noviadi, 27, ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN). Saat ditangkap di rumahnya di Jalan Musyawarah, Palembang, Minggu (13/3), Noviadi diduga menghilangkan barang bukti berupa sabu dan alat pakainya.

BNN juga memperoleh indikasi bahwa tes kesehatan sebagai persyaratan mengikuti pilkada telah direkayasa sehingga tes laboratorium itu menunjukkan Noviadi tidak menggunakan narkotika. Kepala BNN Komjen Budi Waseso menuturkan, BNN sudah mendapatkan informasi sejak tiga bulan lalu. Namun, lembaga pemberantas narkotika ini menahan diri karena saat itu masuk dalam masa pilkada. ”Kami tidak ingin dianggap ikut arus politik,” katanya di Jakarta kemarin.

Setelah sabar menguntit, dua hari lalu terdeteksi seorang lelaki berinisial MU membeli narkotika dari pengedar yang juga seorang pegawai negeri sipil (PNS) berinisial ICN alias FA. Penyidik BNN langsung menangkap keduanya. ”Ternyata, MU ini mengaku kalau disuruh Bupati Ogan Ilir,” paparnya.

BNN lantas berupaya menangkap bupati tersebut di rumah pribadinya. Namun rumah itu dijaga begitu ketat. Ada puluhan orang sekuriti dan juga satpol PP yang menjaga rumah tersebut. Mereka menghalangi petugas BNN untuk menangkap Noviadi. ”Kami kesulitan dan akhirnya terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan. Barulah kemudian Noviadi bisa ditangkap,” ujarnya.

Karena perlawanan itu Noviadi diduga sempat menghilangkan barang bukti berupa sabu dan alat hisapnya. Saat rumah itu diperiksa sama sekali tidak ada barang bukti yang didapatkan. ”Namun, cara lainnya ditempuh untuk membuktikan Bupati ini memakai narkotika,” jelasnya.

Akhirnya tes urine dilakukan pada bupati tersebut. Hasilnya, sesuai dugaan, bupati tersebut positif menggunakan narkotika jenis sabu. ”Tidak hanya bupati ini yang positif. Ternyata ada beberapa kaki tangannya yang positif narkotika, yakni MU, yang bertugas menyiapkan sabu, seorang PNS berinisial DA dan sekuriti rumah berinisial JU,” paparnya.

Buwas, panggilan akrab Budi Waseso, menuturkan, BNN akan melanjutkan tes narkotika dengan mengecek darah dan rambut bupati berumur 28 tahun tersebut. ”Tes dilakukan secara lengkap untuk memastikannya,” ujarnya.

Dalam pemeriksaan selama hampir dua hari ini, bupati tersebut masih dalam keadaan terpengaruh dengan narkotika alias teler. Karena itulah, pemeriksaan pada Noviadi masih belum secara mendalam dilakukan. ”Kami periksa kembali setelah efek narkotika berhenti,” tuturnya.

Yang lebih mengerikan, BNN mendapatkan indikasi bupati yang baru dilantik pada 17 Februari 2016 itu melakukan rekayasa hasil tes kesehatan pilkada. Sebab, Bupati ini sudah lama terindikasi menggunakan narkotika. ”Rekayasa ini kemungkinan besar dilakukan agar lolos dalam pilkada,” jelasnya.

Untuk itu, BNN akan mendalami indikasi rekayasa tersebut. Rencananya, rumah sakit dan dokter yang melakukan tes kesehatan itu akan diperiksa BNN. ”Ini pemalsuan dokumen sehingga bisa dijerat berlapis,” tuturnya.

Dia mengatakan, Bupati Ogan Ilir yang terlibat narkotika ini telah dilaporkan ke Presiden Jokowi dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. ”Tentunya, ada rekomendasi yang diberikan, tapi keputusannya tergantung pemerintah,” paparnya.

Buwas memastikan tidak hanya bupati Ogan Ilir yang menjadi pengguna narkotika. BNN dipastikan memantau sejumlah kepala daerah lain yang juga diduga terlibat dengan narkotika. ”Kepala daerah memang ada yang lain, tapi tidak bisa diungkapkan,” tegasnya.

Namun, yang utama harus ada perbaikan dalam pendeteksian pengguna narkotika. Untuk kepala daerah, BNN merekomendasikan agar dilakukan tes narkotika, seperti tes urine, darah dan rambut secara berkala. ”Kalau perlu sebulan sekali dites,” ujarnya.

Terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku kecewa dengan apa yang dilakukan Bupati Ogan Ilir. Sebagai kepala daerah, seharusnya yang bersangkutan bisa memberi contoh yang baik kepada warganya.

Disinggung soal langkah yang diambil pihaknya, Tjahjo menjelaskan, pihaknya langsung mengusulkan pemberhentian dari jabatannya selaku kepala daerah. Namun hal itu akan dilakukan sambil menunggu perkembangan proses hukum yang dijalainya. “Tentunya ada proses dan mekanisme yang harus diikuti. Ini kan katagori tertangkap tangan,” kata Tjahjo kemarin.

Juru Bicara Presiden Johan Budi SP mengatakan, presiden sudah menerima laporan tentang bupati Ogan Ilir. ’’Presiden sudah memerintahkan kepada mendagri untuk melakukan upaya yang diperlukan sesuai undang-undang, misalnya pemberhentian sementara dan lain sebagainya,” tutur Johan. Dia juga mempersilahkan aparat penegak hukum untuk mengusut dokter atau rumah sakit yang melakukan seleksi kesehatan kepala daerah. Mengingat yang bersangkutan merupakan kepala daerah yang baru saja dilantik bulan lalu.

Sementara itu, Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi menyatakan, aparatur sipil negara yang terlibat tindak pidana apapun bisa langsung dinonaktifkan. Aturan itu sudah dituangkan dalam Surat edaran yang disebar ke seluruh pejabat Pembina kepegawaian di pusat dan daerah. ’’Dia bisa menonaktifkan pejabat di daerahnya yang diduga terlibat atau dalam proses hukum,’’ terangnya di kantor Staf Kepresidenan kemarin (14/3).

Penonaktifan itu berlaku bagi semua ASN, baik dalam perkara korupsi atau tindak pidana lain yang tidak mencerminkan keteladanan sang ASN. Artinya, setiap ASN bisa langsung dinonaktifkan ketika menjadi tersangka dalam sebuah kasus pidana. Termasuk di antaranya penersangkaan sebagai dampak operasi tangkap tangan.

Penonaktifan itu berlaku sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Bila dinyatakan tidak bersalah, dia akan dikembalikan ke posisinya semula. ’’Bisa saja toh, operasi tangkap tangan tapi dia lagi apes, mampir ke situ waktu ada pesta narkoba,’’ lanjutnya. Pihaknya tidak bisa terburu-buru menyatakan ASN tersebut terlibat kejahatan atau tidak.

Sanksi disiplin diberlakukan setelah ada keputusan hukum. Bila terbukti hanya menjadi pengguna, tentu sanksinya berbeda dengan pengedar. Sanksinya bisa berupa penurunan pangkat atau dicopot dari jabatannya. ASN tersebut juga harus menjalani rehabilitasi narkoba. Namun, bila dia pengedar, maka dipastikan bakal dipecat dari statusnya sebagai ASN.

Sementara, untuk kepala daerah, tutur Yuddy, kewenangan ada di Menteri Dalam Negeri. ’’Gubernur bisa menyampaikan ke Mendagri untuk dinonaktifkan,’’ tutur Yuddy. Tujuannya, agar sang kepala daerah bisa fokus mengikuti proses hukum atas dirinya. Untuk sementara, bisa ditunjuk pelaksana tugas. Bisa wakil kepala daerahatau pejabat lainnya sesuai arahan Mendagri.

 Yuddy menambahkan, pihaknya terbuka apabila BNN sewaktu-waktu hendak mengadakan tes narkoba bagi ASN. Kemen PAN-RB sudah terikat MoU dengan BNN mengenai hal tersebut. ’’BNN tidak perlu lagi izin kalau mau mengadakan tes narkoba, cukup beritahu saja,’’ ucapnya.

Karena itu, saat ini bola berada di tangan BNN. Apakah memiliki anggaran yang cukup untuk menggelar tes narkoba bagi setiap instansi ataupun ASN yang dicurigai. Jumlah ASN saat ini mencapai lima juta orang. ’’Butuh dana miliaran untuk itu,’’ tutupnya. (idr/byu/far)

Tags :
Kategori :

Terkait