Dewan Ngotot Tunjangan Naik

Jumat 18-09-2015,10:00 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

JAKARTA, BE - Pemerintah bersama DPR telah menyetujui kenaikan jumlah empat item tunjangan anggota dewan. Kenaikan tunjangan itu menuai pro dan kontra tidak hanya di kalangan eksternal. Kalangan internal anggota dewan pun juga menyuarakan penolakan. Terhitung sejak hari Selasa (15/9) lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah menyampaikan bahwa pemerintah telah menyepakati kenaikan tiga jenis tunjangan anggota dewan. Tiga jenis tunjangan yang dimaksud adalah tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, serta bantuan langganan listrik dan telepon. Menkeu ketika itu menyatakan bahwa kenaikan tunjangan disepakati, karena pihaknya juga menyepakati kenaikan tunjangan untuk lembaga pemerintah lain. Kenaikan tunjangan anggota DPR sendiri tercantum dalam Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2015. Pembahasan kenaikan tunjangan itu diinisasi dan dibahas oleh Badan Urusan Rumah Tangga. Di tengah keributan dugaan pelanggaran kode etik kehadiran Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon di kampanye kandidat calon presiden Amerika Serikat Donald Trump, BURT diam-diam sudah mengusulkan kenaikan tunjangan itu mulai pekan lalu. BURT pada awalnya membantah, dengan menyebut usulan kenaikan tunjangan itu adalah inisiatif Sekretariat Jenderal DPR. Namun, pasca anggaran itu disetujui, BURT menyatakan bahwa memang sudah sepantasnya tunjangan anggota DPR dinaikkan. \"Ini untuk menunjang kerja wakil rakyat, jangan ditunda-tunda lagi,\" kata Ahmad Dimyati Natakusumah, Wakil Ketua BURT, kemarin (17/9). Dimyati beralasan, anggota DPR memiliki konstituen di daerah pemilihan. Tunjangan yang diberikan itu digunakan untuk masyarakat. Sebagai contoh, tunjangan komunikasi intensif anggota dewan yang kini naik di kisaran Rp 16 juta. \"Itu digunakan anggota DPR berhubungan dengan konstituen di daerah pemilihan, supaya aspirasi tidak terabaikan,\" ujarnya memberi contoh. Menurut Dimyati, seharusnya item tunjangan terhadap anggota dewan bisa ditambah. Ini karena, ada anggota DPR yang aktif berkomunikasi dengan konstituennya. Bisa-bisa, jumlah yang disepakati saat ini masih jauh dari kebutuhan sebenaranya. \"Kalau komunikasi anggota DPR yang bekerja dengan aktif itu malah lebih dari ratusan juta,\" kata politikus Partai Persatuan Pembangunan itu. Dimyati menyatakan, dengan kesepakatan pemerintah menaikkan tunjangan anggota dewan, maka pencairan kenaikan itu bisa segera dinikmati anggota dewan. Menurut dia, pencairan itu tidak perlu menunggu realisasi APBN 2016 disepakati. \"Cair pada siklus bulan depan,\" tandasnya. Meski sudah disepakati, suara penolakan terhadap kenaikan tunjangan itu muncul dari para anggota dewan. Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera M Nasir Jamil menyatakan, kenaikan tunjangan anggota dewan belum perlu jika melihat kinerja setahun terakhir. \"Sebaiknya (kesepakatan kenaikan tunjangan itu) dievaluasi,\" kata Nasir saat dikonfirmasi. Menurut Nasir, jika tunjangan anggota dewan naik, seharusnya hal itu diimbangi dengan kinerja yang maksimal. Namun kenyataannya, saat ini belum ada kinerja optimal ditunjukkan oleh anggota dewan. \"Rapat-rapat dewan masih banyak yang malas. Mereka boleh beralasan ada kegiatan lain. Tapi itu malah mengurangi kewibawaan anggota dewan,\" ujarnya. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menegaskan bahwa partainya tidak setuju dengan kenaikan tunjangan itu. Dari sisi kebutuhan, dana kenaikan tunjangan itu lebih dibutuhkan oleh rakyat. Ini karena, pengaruh krisis ekonomi sudah membebani daya beli masyarakat. \"Pengangguran nambah, rakyat gak bisa beli, inflasi tinggi. Rakyat itu untuk makan saja susah. DPR harus prihatin,\" kata Syarief secara terpisah. Menurut Syarief, apa yang sudah didapat anggota DPR sekarang ini sudah lebih dari cukup. Jika  diatur dengan baik, gaji dan tunjangan yang didapat sekarang bisa digunakan juga untuk membantu konstituen. \"Kita harus prihatinlah. Demokrat intinya tidak sepakat,\" tandasnya. Sementara itu, sekjen Gerindra Ahmad Muzani menolak kenaikan tunjangan itu. Sebab saat ini kondisi ekonomi Indonesia sedang memburuk. \"Saat ekonomi melambat terus DPR menaikkan tunjangan sangat tidak pas,\" ucapnya. Muzani mengaku, salah satu cara menolak kenaikan tunjangan itu dengan merevisi Surat persetujuan Menteri Keuangan terkait kenaikan tiga tunjangan itu. Dia mencontohkan, perpres uang kenaikan tunjangan DP kendaraan dinas DPR yang dulu sempat hangat diberitakan. Saat itu, presiden sudah sepakat akan memberikan DP pembelian mobil Rp 250 juta pada DPR, MA, MK, KY dan DPD. \"Setelah diprotes kan presiden mencabut perpres itu,\" ucapnya. Anggota komisi I itu mengatakan, selama ini tunjangan yang diterima anggota dewan lebih dari cukup. \"Saya rasa masih cukup,\" ujarnya. Senada dengan Muzani, Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto juga menolak kenaikan tunjangan DPR itu. Dia mengaku PDIP sudah melakukan pembahasan di dalam rapat koordinasi fraksi di kantor DPP PDIP kemarin (18/9). Menurut dia, kenaikan tunjangan itu tidak sejalan dengan kinerja DPR. \"Saat ini kinerja dewan masih dipersepsikan negatif. Akan timbul kemarahan rakyat,\" ucapnya. Dia mengaku, sebagai wakil rakyat, seharusnya anggota dewan mampu melihat kondisi saat ini. Keadaan Ekonomi Indonesia saat ini masih berada di titik nadir. Akibatnya PHK marak terjadi di setiap daerah. Pria yang dulunya menjabat wasekjen itu meminta kebijakan itu ditunda. Selain itu, PDIP akan memberikan masukan pada pemerintah terkait politik anggaran. Menurut dia, saat ini anggaran harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. \"Harusnya untuk pengentasan fakir miskin, peningkatan pendidikan serta kesehatan,\" ucapnya. Dukungan untuk mencabut surat kemenkeu itu juga datang dari PKB. Partai berlambang bumi dengan sembilan bintang itu mengatakan kebijakan kenaikan tunjangan itu tidak urgen. \"Saya rasa harus dievaluasi lagi,\" ucap Malik Haramain Wasekjen PKB. Salah satu alasan mengapa tunjangan DPR harus naik yakni minimnya dana reses. Hal itu mengakibatkan, anggota dewan tidak bisa turun ke dapilnya. Dia mengaku, tunjangan DPR saat ini masih cukup. Anggaran itu bisa digunakan untuk membina konstituen. Untuk dana reses, Malik mengaku masih lebihdari cukup. Bahkan, dalam satu tahun anggota dewan reses lima kali. \"Masih cukup,\" tuturnya. Anggota komisi VIII itu mengatakan, seharusnya anggota DPR berkaca diri. Sebab, saat ini produktifitas anggota dewan masih buruk. Tidak ada prestasi yang bisa dibanggakan. Misalnya pembahasan legislasi. Dari 39 program legislasi nasional (prolegnas), baru dua yang bisa diselesaikan menjadi UU. \"Harusnya pacu produktifitas baru naik,\" jelasnya. Presiden Joko Widodo ikut terserempet wacana kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR. Meski bukan sikap resmi fraksi, sejumlah politisi PDIP juga sempat menggulirkan wacana tentang perlunya gaji presiden turut dinaikkan. Angka usulannya bervariasi. Mulai dari naik sekitar 4 kali lipat menjadi Rp 200 juta, hingga naik sekitar 6 kali lipat menjadi Rp 300 juta per bulan. Saat ini, gaji presiden diluar tunjangan adalah Rp 62 juta per bulan. \"Jangan aneh-aneh lah, wong  ekonomi melambat kayak begini, (bicara) urusan gaji, tunjangan, malu,\" tutur Presiden Jokowi, saat dimintai tanggapannya atas usulan sejumlah politisi PDIP, di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin (17/9). Dia memastikan kalaupun memang ada wacana kenaikan gaji presiden, hal tersebut bukan dari pemerintah. Saat disinggung, kalau usulan tersebut muncul dari sejumlah politisi PDIP yang notabene partai utama pemerintah, presiden memilih untuk tidak menanggapinya secara langsung. Dia meminta untuk menanyakan hal tersebut langsung ke PDIP.\"Hanya sekali lagi, dalam ekonomi yang melambat seperti ini, malu kita urus hal-hal yang terkait tunjangan, gaji, uda gitu aja,\" tandasnya, kembali. Presiden juga menolak memberikan respon atas kenaikan tunjangan bagi para wakil rakyat di parlemen. Termasuk, bahwa kenaikan tersebut telah pula mendapat persetujuan menteri keuangan, presiden juga memilih tidak mau masuk ke area tersebut. \"Tanyakan ke menkeu, saya tidak tahu,\" elaknya. Senada dengan Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga menilai jika usulan kenaikan tunjangan untuk DPR maupun usulan kenaikan gaji presiden dan wakil presiden, belum pas. \'\'Ekonomi sedang seperti ini, kita sama-sama hemat lah,\'\' ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin. JK mengakui, dengan gaji presiden Rp 62,4 juta dan wakil presiden Rp 42,5 juta, nilainya memang relatif kecil jika dibandingkan dengan gaji kepala negara atau kepala pemerintah negara-negara lain. Tapi, kenaikan itu baru tepat diberlakukan ketika kondisi ekonomi sudah baik. \'\'Dalam keadaan sekarang, kita harus menjaga situasi, jadi tak perlu dinaikkan,\'\' katanya. Terkait kenaikan tunjangan DPR yang katanya sudah disetujui oleh anggota dewan, JK mengaku kurang faham. Sebab, dia sudah mengecek di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 dan tidak menemukan adanya program kenaikan tunjangan tersebut. \'\'Kalau tidak disetujui di APBN yang disahkan, (kenaikan) itu tidak bisa berlaku,\'\' ucapnya. (bay/aph/dyn/owi)

Tags :
Kategori :

Terkait