Punya Properti sejak Muda, Why Not?

Senin 04-05-2015,11:36 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Memiliki aset properti, misalnya apartemen, rumah, atau tanah, selagi muda bukan hal mustahil. Baik bagi yang sudah berkeluarga maupun lajang. Baru-baru ini muncul gerakan Muda Menabung Properti. Prinsipnya, mengalihkan dana simpanan untuk bidang properti.

* * *

TIDAK perlu menunggu tua dan mapan untuk memiliki properti. Harga properti yang menanjak setiap tahun menjadi alarm penyemangat untuk sesegera mungkin meraihnya. Itu sebenarnya tidak (terlalu) sulit. Jangan berkecil hati bila belum memiliki dana dalam jumlah besar yang cukup untuk membeli properti secara cash. Itu bisa diganti dengan cara menabung properti.

Profil gaya hidup di kota-kota besar, pengeluaran untuk bersenang-senang, shopping, atau hangout bersama teman cenderung besar. Misalnya, setiap weekend menghabiskan Rp 500 ribu–Rp 700 ribu, bahkan lebih. Sebulan dana yang bisa disisihkan Rp 2 juta–3 juta. Belum dari pos-pos lain yang bisa dihemat.

Bila ditabung secara konvensional, nilainya tidak bertambah banyak karena terkena inflasi. Dalam jangka lima atau sepuluh tahun mendatang, nilai uang tersebut justru turun cukup tinggi.

Berbeda halnya jika dana tersebut dialihkan untuk mengangsur properti. Bisa tanah, rumah, atau apartemen yang kini menjadi favorit kalangan muda, terutama di kota-kota sibuk. Let’s say…. Dana Rp 3 jutaan bisa digunakan untuk mencicil apartemen. Banyak pula yang menawarkandown payment bisa diangsur selama kurun waktu tertentu dengan berbagai kemudahan.

Baru-baru ini muncul gerakan Muda Menabung Properti. Pencetusnya, Marcellus Chandra. ’’Mengapa pakai istilah menabung? Sebab, kalau mencicil, terasa sebagai beban. Sedangkan dengan campaign menabung, lebih ringan. Ini perubahan mindset,’’ ujar Presdir PT Prioritas Land Indonesia (PLI) tersebut saat ditemui di kawasan Jakarta Barat pada Kamis (4/9).

Pria 35 tahun itu ingin mengajak generasi muda semakin aware terhadap keuntungan sektor properti. ’’Pertumbuhan properti tiga kali lipat daripada tingkat inflasi. Bila dipersentase, kenaikannya bisa mencapai 20–25 persen. Rata-rata dalam setahun 15–20 persen,’’ urainya.

Dalam tiga tahun belakangan, profil customer pun semakin muda. ’’Lebih dari 50 persen berusia kurang dari 35 tahun. Pasangan baru, profesional muda. Ada yang berusia 25-an, masih lajang, sudah mulai menabung properti,’’ lanjut pria asal Surabaya itu.

Yang tidak kalah menarik dicermati, peran perempuan sebagai decision maker. Baik yang sudah menikah maupun yang masih lajang. Pada perempuan lajang, kemandirian finansial menjadi alasan kuat untuk memiliki aset properti pribadi sebelum menikah. Ketika sudah menikah, bisa saling men-support dengan pasangan.

Menurut perencana keuangan Fauziah Arsiyanti SE MM ChFC, fenomena tersebut sangat menggembirakan. Awareness untuk berinvestasi sejak muda harus ditularkan kepada lingkungan sekitar. Kecenderungannya, bila melihat teman sudah mulai menabung properti, yang lain akan tergerak untuk mengikuti jejaknya.

Lantas, seberapa besar alokasi dana yang bisa ditabung ke properti?Independent financial advisor dari Fahima Advisory tersebut mengungkapkan, tidak selalu menggunakan persentase baku jumlah cicilan maksimal 30 persen dari pendapatan. ’’Breakdown dulu kebutuhan utama serta dana darurat. Apabila sanggup menyisihkan 50 persen untuk dialihkan untuk investasi properti, boleh saja. Asalkan, itu tidak mengganggu pos-pos main needs,’’ ujarnya.

Meski risiko investasi properti cenderung kecil, tetap harus dipertimbangkan banyak hal sebelum membuat keputusan. Di antaranya, lokasi serta kemudahan akses, developer menyangkut konsep dan struktur bangunan, perizinan, kepemilikan, dan fasilitas yang diberikan, serta prospek.

Mengenai pilihan untuk membeli tanah, rumah, atau apartemen, disesuaikan selera dan kebutuhan. ’’Ada yang lebih suka tanah, ada yang memilih rumah, ada pula yang prefer apartemen. Kalau apartemen, sudah termasuk membeli suasana dan fasilitas yang melengkapi, misalnya taman, sport centre, dan tempat belanja,’’ papar Victor Irawan, komisaris PT PLI.

Dalam berinvestasi, sudah pasti prospek jangka panjang menjadi perhatian. Bila lokasi berada di kawasan yang sudah sangat maju dan penuh, harga cenderung sangat tinggi. ’’Bila ingin yang lebih ringan, namun menguntungkan, pilih yang sedang tumbuh dengan prospek menjanjikan pada lima hingga sepuluh tahun mendatang,’’ tuturnya.

Single Utamakan Akses, Berkeluarga Fasilitas

Tinggal di apartemen bukan lagi barang aneh dan mahal. Selain lebih terjangkau daripada rumah, apartemen memungkinkan untuk dijadikan sarana investasi.

Njo Anastasia SE MT, pengajar mata kuliah penilaian aset di Universitas Kristen Petra, mengatakan, pada 2005 ada subsidi pemerintah sehingga apartemen begitu terjangkau. Saat itu mulai bermunculan apartemen dengan harga jual kurang dari Rp 100 juta. Dengan syarat warga Surabaya dan belum pernah mempunyai rumah. ’’Saat ini tidak semuanya murah. Hanya 30 persen yang bersubsidi. Yang lainnya harga normal,’’ ujarnya.

Perempuan anggota Masyarakat Profesi Penilai Indonesia itu melanjutkan, makin ke sini, makin banyak apartemen yang bermunculan. Bukan hanya laki-laki yang berinvestasi apartemen, perempuan juga ikut berperan. ’’Dari penelitian yang saya buat pada 2013, ada 23 persen perempuan yang kini melirik apartemen untuk investasi, sisanya laki-laki,’’ ungkapnya.

Investasi di sini berarti ditinggali atau sengaja disewakan. Menurut Anastasia, investor apartemen umumnya berusia 31–35 tahun dari kalangan profesional dan wiraswasta. ’’Kebanyakan orang memilih apartemen karena harganya yang murah dan aksesnya yang mudah dijangkau,’’ papar perempuan berkacamata itu. Kalaupun single, biasanya pribadi yang mandiri. Contoh, perempuan yang bekerja.

Dosen program studi manajemen keuangan itu menambahkan, jenis apartemen yang lagi tren adalah model studio yang cocok untuk single atau keluarga muda. ’’Untuk keluarga besar, biasanya masih memilih rumah sebagai hunian. Apalagi, masih ada anggota yang berpikiran konservatif,’’ tuturnya. Berbeda lagi kalau orang tuanya pernah tinggal di luar negeri. Mereka pasti betah.

Investornya pun beragam. Menurut Anastasia, pribadi yang single dan fokus bekerja biasanya memilih apartemen di tengah kota ataupun yang berada di dekat tempat kerja. Berbeda dengan kalangan yang sudah berkeluarga. Mereka memperhatikan fasilitas yang tersedia di lokasi properti. Misalnya, sekolah, tempat belanja, pasar, dan tempat wisata.

Dian Aprilliana Dewi, promotion manager Tunjungan Plaza dan Pakuwon Residential, menyatakan hal senada. Dia mengatakan, Apartemen Educity yang terletak di Surabaya Timur banyak diminati mahasiswa dan pelajar. Alasannya, lokasi apartemen dekat dengan sekolah.

Ada juga pemilik dari kalangan pribadi yang mapan. ’’Kebanyakan mereka memilih apartemen karena praktis dan lebih murah ketimbang ngekos,’’ ujar perempuan berambut panjang tersebut. (nor/cik/c4/c17/nda)

Tags :
Kategori :

Terkait