Panjanganya 3 KM, Kini Tak Terawat
Kabupaten Bengkulu Selatan (BS) memiliki banyak peninggalan sejarah. Termasuk peninggalan penjajah pada zaman Jepang hingga saat ini masih ada. Salah satunya gua dengan panjang sekitar 3 km di Desa Pagar Dewa. Apa saja fungsi dan bukti dari peninggalan gua tersebut, berikut laporannya.
ASRIANTO – Bengkulu SelatanSelain meninggalkan meriam Honosoit - meriam terbesar yang pernah dibawa Jepang ke Indonesia –, Jepang juga banyak meninggalkan bukti sejarah di Kabupaten BS. Salah satunya gua di Desa Pagar Dewa, Kota Manna tepatnya berjarak sekitar 1,5 km dari kantor Bupati BS.
Menurut keterangan warga sekitar, gua tersebut merupakan peninggalan tentara Jepang saat perang melawan tentara Indonesia tahun 1945 lalu. Panji (41), warga Desa Pagar Dewa, yang mengaku anak dari salah satu mantan tentara Nasional Indonesia (TNI) BS, mengungkapkan, dia mengetahui cerita gua itu dari orang tuanya.
Dari cerita yang diperolehnya baik itu dari orang tuanya maupun dari warga lain, gua tersebut sangat panjang. Bahkan dulunya, di dekat pintu masuk mulut gua ada satu unit mobil jeep milik tentara Jepang. Tidak hanya itu, bahkan di sekitar lokasi gua juga ada kabar jika ada peninggalan senjata tentara Jepang pedang Katana milik para Samurai. “Memang saya tidak pernah melihatnya, namun informasi itu saya dengar langsung dari tetua desa kami ini,” ujarnya.
Ditambahkan Resonif (62), juga warga setempat, pada tahun 1983 lalu anaknya pernah masuk ke dalam gua tersebut. Dari keterangan anaknya yang menyelusuri langsung dalam gua, jika di dalam gua itu sangat gelap. Maka harus memakai penerangan jika mau masuk. Dalam gua ditemukan ada bentuk bilik atau kamar yang lokasinya dibagian pinggir gua. Adapun ukuran pintu masuk gua dengan berdiameter 1,5 meter serta di dalam gua dengan diameter 2 meter. Untuk pintu masuk gua sendiri ada tiga. Satu di pangkal desa, namun saat ini sudah tertutup oleh rumpun mambu yang berdiri di bagian depan gua, kemudian pintu kedua di atas desa ada dua pintu, kemudian pintu berikutnya di Jalan Belimbing, Padang Pematang atau belakang Panti Sosial Tresna Werdha.
“Gua itu dibangun oleh rakyat Indonesia secara romusha tanpa dibayar, gunanya untuk tentara Jepang bersembunyi saat perang melawan tentara Indonesia,” ujarnya.
Resonif menambahkan, gua tersebut panjangnya sekitar 3 km, mulai dari pangkal Desa Pagar Dewa hingga jalan Belimbing Padang Pematang. Bahkan di Jalan Belimbing tersebut ada peninggalan dapur tentara Jepang untuk masak dan memberi makan tentara Jepang dalam gua dan yang sedang berperang. “Hanya saja, saat ini, kondisi gua sudah sangat memprihatinkan sebab tidak ada yang mau memeliharanya,” imbuh Resonif.
Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Pagar Dewa, Zairin Mulyadi yang juga mantan Kepala Desa Pagar Dewa dua periode, kepada BE saat mengunjungi pintu masuk gua, menuturkan, dari beberapa pintu gua tersebut, ada dua pintu yang disemen agar tidak ikut tertimbun yakni di pinggir sawah Desa Pagar Dewa. Sebab kedua pintu itu berdekatan dan mudah disambangi warga.
Diceritakannya, sekitar tahun 2008 lalu, dirinya bersama warga pernah masuk dalam gua tersebut. Konon kabarnya, sambung Zairin, di sekitar gua ada seng plat yang digunakan untuk menimbun senjata tentara Jepang saat kalah perang sebelum mereka kembali ke negaranya. Saat itu, ada beberapa warga yang disuruh untuk menimbun senjata itu yang kemudian ditutup dengan seng plat.
Setelah selesai menimbun, warga tersebut ditembak hingga tewas supaya tidak ada yang tahu tempat penimbunan senjata itu. “Sudah banyak warga yang mencari harta benda peninggalan Jepang, hingga pejabat pun pernah memasuki gua itu. Namun tidak ada yang berhasil menemukannya,” ungkap Zairin.
Ditambahkan Zairin, saat ini pintu gua tersebut sebagian sudah tertimbun tanah, meskipun sudah disemen. Bahkan pintu masuk sudah tertutup rumpun dan dedauan.
Diamater pintu masuknya juga tidak lagi sampai satu meter. Dengan kondisi gua yang tidak terawat ini, Ziairin berharap Pemda BS dapat merawatnya. Sebab jika dirawat dengan baik, maka selain sebagai salah satu bukti sejarah, gua itu juga bisa menjadi tempat obyek wisata yang tentunya akan ramai pengunjung yang mau masuk membuktikan ke dalaman gua tersebut. Terlebih lagi lokasinya tidak jauh dari desa dan bisa digapai dengan kendaraan roda empat.
“Harapan kami pemda dapat memeliharanya, sehingga bukti sejarah ini bisa diketahui hingga anak cucu pada tahun-tahun mendatang, dan juga bisa menjadi obyek wisata,” harap Zairin. (**)