Bawaslu Hentikan Tahapan Pilkada

Kamis 05-02-2015,10:50 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, BE - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bengkulu menghentikan sementara tahapan Pilkada Gubernur dan sejumlah bupati di Provinsi Bengkulu. Tahapan yang dihentikan sementara itu adalah proses perekrutan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) tingkat kabupaten/kota se Provinsi Bengkulu. Tahapan ini dihentikan sejak tuntas melaksanakan tes wawancara dan mendapatkan calon Panwaslu 6 besar yang diumumkan 19 Januari lalu. Hingga saat ini Bawaslu belum melanjutkan tahapan perekrutannya berupa fit and proper test untuk mendapatkan 3 besar yang akan dilantikan menjadi Panwaslu kabupaten/kota. Anggota Bawaslu Provinsi Bengkulu, Ediansyah Hasan SH tak menampik bahwa pihaknya menghentikan sementara tahapan tersebut hingga batas waktu yang tidak ditentuka. Ia berdalih, belum dilanjutkannya tahapan seleksi Panwaslu tersebut dikarenakan belum jelasnya pelaksanaan Pilkada dan anggaran dari Pemerintah Provinsi Bengkulu. \"Kita menunggu hingga adanya kejelasan, baik kejelasan regulasi maupun kejelasan mengenai anggarannya. Jika kami lanjutnya tahapan ini, maka konsekuensinya para Panwaslu ini harus dilantik dan setelah dilantik mereka berhak mendapatkan honornya setiap bulan, sedangkan kita tidak memiliki anggaran sama sekali,\" terangnya. Karena itu, pihaknya menunggu ada regulasi pasti dan anggaran untuk pelaksanaan Pilkada, sebab pihaknya tidak mau mengambil risiko jika tahapan perekrutan Panwaslu tetap berjalan sedangkan anggarannya tidak ada kejelasan. \"Memang untuk tahapan perekrutan kita mendapatkan dana tunjangan dari Bawaslu RI yang bersumber dari APBN, namun setelah Panwaslu ini dibentuk semua anggaran, baik operasional maupun honornya tidak ditanggung oleh APBN, melaikan APBD. Karena itu kami masih menunggu kejelasan anggaran baru melanjutkan tahapannya,\" terang Ediansyah. Karena itu, ia juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk segera menganggarkan dana Pilkada tersebut. Sebab provinsi lain seperti Sumatera Barat dan Jambi yang juga akan melaksanakan Pilkada Gubernur serentak dengan Bengkulu sudah menganggarkan anggarannya. Sedangkan di Provinsi Bengkulu anggaran untuk Pilkada masih kosong. \"Sebenarnya sudah jelas dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang sudah disahkan menjadi undang-undang Pilkada itu, bahwa semua anggaran ditanggung oleh pemerintah daerah atau APBD, tapi saya kurang paham apa yang menyebabkan Pemerintah Provinsi Bengkulu belum juga menganggarkannya, padahal untuk menyelenggarakan Pilkada ini bukan hanya tanggungjawab KPU dan Bawaslu, namun juga tanggungjawab Pemerintah Daerah, DPRD dan semua pihak, termasuk media massa,\" ujarnya. Ediansyah juga mengaku mempertaruhkan nama Provinsi Bengkulu dalam penyelenggaraan Pemilu tersebut bila batal melaksanakan Pemilu, karena hampir dapat dipastikan hanya Bengkulu yang tidak melaksakan Pilkada karena tidak ada anggarannya. \"Ini menyangkut nama Provinsi Bengkulu. Jika gagal melaksanakan Pilkada, maka yang dianggap gagal adalah pemerintah daerah dan DPRD-nya, sedangkan KPU dan Bawaslu hanya sebagai penyelenggaranya saja,\" imbuhnya. Ditanya mengenai jumlah anggaran yang dibutuhkan, Ediansyah mengaku akan tetap seperti yang diusulkan ke DPRD beberapa waktu lalu, yakni sebesar Rp 56 miliar. Angka itu pun kemungkinan akan bertambah jika Pilkada dilakukan 2016, karena ada dua kabupaten yang ikut melakukan Pilkada Bupati, yakni Bengkulu Utara dan Kaur. \"Jika dana untuk Pilkada di dua kabupaten itu tidak dianggarkan melalui APBD kabupaten masing-masing, maka kebutuhkan kita meningkat. Sebaliknya, jika kedua kabupaten itu ikut menganggarkan melalui APBD-nya, mungkinan anggaran yang kita butuhkan bisa berkurang,\" tutupnya.

Sengketa Pilkada Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah, menilai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang memuat kewenangan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) menangani sengketa proses pilkada perlu direvisi. Alasannya, Panwaslu merupakan lembaga ad hoc yang bersifat sementara. \"Lembaganya tidak permanen. Jadi dikhawatirkan putusannya sangat subjektif. Jauh dari objektif karena terlalu banyak kepentingan. Untuk itu pembuat undang-undang perlu segera melakukan revisi pasal yang dimaksud,\" katanya, Rabu (4/2). Nasrullah menambahkan, alasan lain tentang perlunya revisi agar Panwas tidak menangani sengketa pilkada juga karena keberadaannya yang ada di kabupaten/kota. Menurutnya, saat sengketa proses pillkada tengah ditangani Panwas nantinya, maka kondisi itu bisa rawan dengan munculnya konflik horizontal. \"Jarak pengambil keputusan dengan jarak lokasi kontes, sangat dekat. Ini rawan konflik horizontal. Pembuat undang-undang harus betul-betul memertimbangkannya. Bawaslu sudah memprediksi bisa muncul peta konflik,\" katanya. Karenanya Nasrullah menyarankan agar sengketa proses pilkada sebaiknnya ditangani Bawaslu Pusat. Sementara untuk proses penanganan sengketanya, Bawaslu tingkat provinsi bisa dikerahkan untuk melakukan supervisi dan pemeriksaan. \"Jadi dijauhkan saja jaraknya. Selain itu kita juga lebih percaya karena lembaga ini permanen. Sisi akuntabilitasnya lemah kalau panwas kabupaten/kota. Mudah-mudahan ini menjadi bahan koreksi pembuat undang-undang,\" katanya.(400/**)

Tags :
Kategori :

Terkait