Syuting Disetujui Pimpinan RS

Jumat 28-12-2012,08:28 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BIKIN TAMBAH SAKIT. Pasien di Poliklinik RSUD Gunung Jati Kota Cirebon, menunggu giliran diperiksa. Hal ini dikarenakan sejumlah dokter yang datang terlambat. FOTO: ALAM DARUSALAM/RADAR CIREBON
PALMERAH – Pasien Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, Ayu Tria Destiani, 7,  pengidap leukemia sejak umur dua tahun, meninggal dunia Kamis dini hari (27/12).Berita itu langsung menyedot perhatian karena berbuntut dugaan sang anak terlambat mendapat pertolongan, lantaran ada syuting sinetron di ruang ICU rumah sakit itu. Saat ditemui Jawa Pos di ruang kerjanya, Kepala Instalasi Humas RSAB Harapan Kita, Syahrida langsung membantah dugaan yang berkembang di berbagai media itu. Menurut dia, memang ada syuting di ruang ICU, tapi sama sekali tidak mengganggu pelayanan, karena lokasinya terpisah dengan ruang pasien. Pasien dinyatakan masuk ke ICU dengan kondisi kritis Rabu (26/12) sekitar pukul 20.00, di tengah pelaksanaan syuting sinetron yang terjadwal mulai pukul 19.00 sampai 21.00. Sebelum masuk ICU pertolongan terlebih dahulu telah diberikan petugas di UGD sejak sekitar pukul 18.30. Di ICU ditangani langsung dokter yang bertugas malam itu, yakni dokter Agnes. ”Anak ini memang pasien lama kami. Semalam itu dia diantar dalam kondisi sudah mengkhawatirkan atau kritis. Petugas menerimanya dengan baik. Pertama di UGD kemudian diteruskan ke ICU,” kata Syahrida. Dia menegaskan, kematian Ayu sama sekali tidak berkaitan dengan syuting sinetron di ruang peralatan siap pakai yang letaknya berdampingan dengan ruang pasien di dalam ruang ICU. ”Ruang siap pakai itu berada di dalam ruang ICU tetapi terpisah dengan ruang pasien,” ucap dia. Mengenai syuting sinetron, dia mengatakan pelaksanaannya sudah melalui persetujuan pimpinan tertinggi di rumah sakit pemerintah itu. Pelaksanaan syuting di rumah sakit dinyatakan sah-sah saja, karena juga berfungsi memberikan informasi kepada masyarakat. Ditanya soal pemilihan ruangan syuting, dia mengakui, pemohon tidak meminta izin melaksanakan syuting di ICU. Namun mereka menginginkan lokasi yang tampak seperti ICU. Pihak rumah sakit memilih ruang peralatan siap pakai yang merupakan bagian dari ICU. ”Ruang itu memang kami yang pilihkan. Kita setting seperti ICU. Dan itu sama sekali tidak mengganggu pelayanan di ruang pasien. Informasi yang saya baca di berbagai media ini simpang siur,” ujarnya. Ayah Ayu Destiani, Kurnianto, 47, membenarkan, dia tiba di rumah sakit beberapa saat setelah azan maghrib. Awalnya anak bungsunya ditangani di UGD. ”Setelah dicek katanya ada pembuluh darah yang pecah. Dokter kemudian mengecek kondisi ruang ICU,” ujar dia. Sebelum memasuki ruang ICU, dia dan keluarganya diminta mengenakan baju steril. Sesampainya di ICU, Kurnianto merasa kurang nyaman karena adanya pelaksanaan syuting. Kru-kru sinetron yang tidak mengenakan baju steril menurutnya sibuk keluar masuk ruangan. Mereka memasang lampu sorot di luar dan dalam ruang ICU. ”Lalu lalang, jadi terganggu, bahkan sempat dialihkan ke pintu samping,” katanya saat dihubungi Jawa Pos. Pada pukul 02.00, dia dipanggil dokter. Anaknya dinyatakan koma. Saat dimonitor detak jantungnya sempat berhenti, dokter kemudian memompanya. Setengah jam kemudian anaknya dinyatakan meninggal dunia. Hingga pukul 04.00, menurut dia, para kru sinetron masih tertidur di lokasi. Peralatan syuting mereka belum dirapikan. ”Saya tidak pernah diberi tahu sebelumnya mengenai syuting itu,” katanya. Kasus ini kini mulai didalami kepolisian. Pihak rumah sakit menyatakan anggota Polsek Palmerah sudah mengecek lokasi syuting di dalam ICU itu. (ydh/mby/jpnn/ib)
Tags :
Kategori :

Terkait