BENGKULU, BE - Polda Bengkulu bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menggelar sosialisasi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran dan etika jurnalis. Kegiatan ini dihelat demi mewujudkan sinergisitas Polri dengan media massa dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dalam mendukung kebebasan pers yang profesional dan beretika.
Wakapolda Bengkulu Kombes Pol Drs Adnas MSi yang membuka kegiatan tersebut, mengatakan melalui sosialisasi tersebut diharapkan, UU No 32 Tahun 2002 bisa menjadi landasan bagi pers dalam melaksanakan tugas kedepannya.
\"Saya berharap UU ini bisa dijadikan acuan dalam melaksanakan tugas kedepannya. Untuk itu, Polda melakukan kerjasama dengan media sebab keberhasilan akan menjadi lebih baik jika dikerjakan secara bersama-sama. Sehingga tidak akan terjadi lagi miss komunikasi antara awak media dan masyarakat terkait pemberitaan yang telah dibuat,\" ucap perwira berdarah Minang ini.
Kegiatan tersebut dimulai mukul 09.00 WIB di Grage Horizon Hotel Bengkulu. Hadiri pula, Sekjen PWI Pusat Hendry Ch Bangun, Kapenrem 041 Gamas, Mayor Inf Fakthul, Ketua PWI Bengkulu Sukatno SPd, Ketua KPID Bengkulu Zairin Bastian MD SP, GM RBTV Dedy Wahyudi, jajaran pejabat Polda dan Polres Bengkulu serta pimpinan media cetak mapun elektronik yang ada di Kota Bengkulu.
Sekjen PWI Pusat Hendri Ch Bangun dikesempatan itu mengatakan, dalam pembuatan berita diharapkan agar pemilik media jangan hanya mencari keuntungan atas pemberitaan yang telah dimuatnya dengan mengabaikan kode etik pers. \"Ini yang menjadi sorotan adalah kebanyakan saat ini pemilik media hanya memikirkan keuntungan. Terkadang mereka membiarkan pelanggaran kode etik, bahkan pesristiwa yang kecil pun dibesar-besarkan hanya untuk mengejar keuntungan,\"ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, saat ini pers harus memiliki badan hukum dan ada penanggung jawab. Siapapun yang nantinya membuat kesalahan, maka penanggung jawablah yang bertanggung jawab. Selain itu, Hendry juga mengimbau agar semua wartawan harus mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Sebab wartawan sebagai peluru terdepan dalam pembuatan sebuah berita sehingga harus memiliki kompetensi.
\"Wartawan harus tunduk pada kode etik jurnalis dan harus memiliki standar kompetensi. Jika tidak, itu akan mengganggu kemerdekaan pers. Oleh sebab itu diimbau kepada wartawan untuk mengikuti ujian kompetensi wartawan (UKW),\" tukasnya.
Selain itu, ia juga berpesan, dalam mencari berita, pers harus mementingkan keakuratan dan tidak boleh beritikad buruk. \"Yang terpenting pers tidak boleh hanya mementingkan kecepatan dibandingkan keakuratan sebuah pemberitaan. Masyarakat pun juga boleh memahami kode etik jurnalis, jika memang pemberitaan yang dibuat tak sesuai dengan kode etik, maka hal tersebut bisa dilaporkan,\" ujarnya.
Senada dengan apa yang disampaikan Hendry, Ketua KPID Bengkulu Zairin Bastian MD SP mengatakan dalam kebebasan menjalankan tugasnya, hendaknya para insan pers tetap berpegang teguh terhadap peraturan yang berlaku. \"Untuk mengembangkan kreatifitas dalam penyelenggaraan penyiaran, hendaknya berpedoman pada aturan yan ada dengan mngedepankan etika profesi, berdaya, santun, bermoral dan beradab,\" paparnya.(135)