RIO DE JANEIRO, BE - Diego Armando Maradona pasti masih mengingat betul drama yang terjadi di Stadion Olimpico, Roma, 8 Juli 24 tahun silam. Mimpinya membukukan rekor back to back sebagai juara Piala Dunia untuk kali pertama harus pupus pada lima menit terakhir. Andaikan kala itu Jerman yang masih bernama Jerman Barat tidak mendapatkan hadiah tendangan penalti, Argentina mungkin yang berpesta. Nyatanya, hadiah dari titik putih itu bisa diselesaikan dengan apik oleh Andreas Brehme yang mengakhiri keikut sertaan Le Albiceleste di laga pemuncak Piala Dunia. Setelah itu, tidak sekalipun tim Tango mempunyai kesempatan berlaga di partai final.
Babak perempat final menjadi pencapaian tertinggi Argentina sejak Piala Dunia 1994 hinggaa 2010 silam. Nah, tahun ini, Argentina mendapatkan kesempatan menebus kembali kegagalannya di Roma. Dengan musuh yang sama, dan di tempat berbeda. Bukan lagi di Roma, melainkan di tempat yang disebut sebagai kuilnya sepakbola dunia, Estadio Jornalista Mario Filho, Maracana, Rio de Janeiro. Argentina bakal berhadapan kembali dengan Jerman di laga final Piala Dunia, Senin dini hari nanti (14/7).
Kesempatan itu didapatkan setelah skuad asuhan Alejandro Sabella tersebut mampu menunaikan tugasnya dengan baik pada laga semifinal, di Arena Corinthians, Sao Paulo, Kamis dini hari kemarin (10/7). Kemenangan susah payah lewat adu tendangan penalti atas Belanda menjadi kuncinya. Drama adu penalti itu harus dilakoni Lionel Messi dkk setelah tidak mampu menjebol gawang Belanda dalam waktu normal 2 x 45 menit plus 2 x 15 menit perpanjangan waktu.
Dari empat orang penendang penalti Argentina, Messi, Ezequiel Garay, Sergio Aguero, dan Maxi Rodriguez menunaikan tugasnya dengan baik. Sementara, Belanda hanya bisa mencetak gol lewat tendangan Arjen Robben dan Dirk Kuyt. Dua tendangan dari Ron Vlaar dan Wesley Sneijder mampu ditepis oleh penjaga gawang andalan Argentina, Sergio Romero. Argentina pun mengakhiri pertandingan dengan kemenangan 4-2 lewat adu penalti.
Dalam pernyataannya seperti yang dikutip di Goal, Sabella menganggap pencapaian anak asuhnya kali ini sebagai sebuah torehan sejarah bagi Argentina. \"Saya sengat gembira dengan berbagai alasan. Yang pasti, karena kami bisa membuat sejarah dengan melenggang ke babak final Piala Dunia,\" ujarnya dalam konferensi pers setelah laga semifinal di Sao Paulo.
Pelatih yang berjuluk El Mago itu pantas menyatakan kepuasannya dengan pencapaian timnya sejauh ini. Karena, sejak babak fase grup, performa anak asuhnya banyak diragukan mampu bersaing dengan kompetitor Piala Dunia lainnya. Termasuk jika dilihat dari ketajaman pemainnya. Sekedar catatan, Argentina menjadi negara dengan produktivitas terendah dibandingkan tiga negara kompetitor semifinal lainnya. Hanya delapan gol diciptakan Argentina sejak babak fase grup. Bandingkan dengan Jerman yang menggila dengan 17 golnya, termasuk kala menghajar Brasil di babak semifinal sehari sebelumnya dengan skor telak 7-1. Dalam pernyataanya, Sabella juga menyatakan rasa hormatnya kepada Jerman yang lebih punya histori bagus ketika bersua dengan Argentina. Hanya, untuk partai final, Sabella tetap menegaskan anak asuhnya kembali mengincar korban lain demi trofi Piala Dunianya yang ketiga. Secara terbuka, Sabella memuji bagaimana tradisi sepakbola Jerman di level dunia. \"Tim Jerman selalu menunjukkan kemampuan fisik yang kuat, taktik dan mental yang hebat. Mereka juga punya banyak legenda besar, mulai dari (Karl Heinz) Rummenigge, (Wolfgang) Overath, (Franz) Backenbauer dan lainnya,\" pujinya.
Terpisah, Joachim Loew mengusung anak asuhnya ke Maracana demi mengakhiri puasa gelarnya sejak edisi Italia 1990. Bukan hanya itu, final kali ini juga menjadi titik tertinggi Loew dalam membawa Die Mannschaft menguasai Piala Dunia dan Euro beberapa tahun terakhir. Kepada Sky Sport, Loew mengakui laga final kali ini bakal jauh berbeda seperti laga-laga lainnya. Datang merepresentasikan benua Eropa, Jerman membawa target mengakhiri kutukan tim Eropa yang sulit menjuarai Piala Dunia ketika dilangsungkan di benua Amerika. \"Ini pertemuan antara tim dari benua Eropa dengan Amerika Latin Sebuah pertemuan yang menarik. Saya melihat Argentina sebagai tim yang kuat dalam urusan pertahanannya. Selain itu, mereka juga punya barisan penyerang luar biasa, seperti Messi dan (Gonzalo) Higuain,\" tandasnya. Selain pertandingan di babak final Italia 1990, kedua negara ini sebenarnya juga pernah bersua di babak final lagi. Satu edisi sebelum Italia 1990, tepatnya di Meksiko 1986, tim Tango-lah yang berpesta dengan raihan trofi keduanya. Kala itu, Argentina menang tipis 3-2 atas Jerman Barat. (ren)