BENGKULU, BE - Maraknya tindakan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur akhir-akhir ini membuat keprihatinan Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah SAg MPd. Ia pun ikut memantau perkembangan pelecehan seksual ini terlebih tindakan sodomi di media. Junaidi pun meminta persoalan ini ditangani lebih serius. \"Saya juga baru mengetahui kalau pelaku sodomi adalah korban dari sodomi, sehingga ini akan berbahaya jika selanjutnya korban menjadi pelaku juga,\" katanya.
Kedepan korban pelecehan seksual perlu direhabilitasi dengan melibatkan psikolog atau orang lain untuk menetralisir masa kelamnya. \"Kasus seperti ini harus diputus mata rantainya, jika tidak bisa berbahaya,\" bebernya.
Untuk itu dibutuhkan kepedulian bersama, bukan hanya orang tua korban. Namun kepedulian itu tanggung bersama. Dan silahkan keluarga korban bisa menempuh jalur hukum.
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi telah turun langsung ke lapangan, dan diminta agar ada pendampingan. Apakah melalui koalisi perlindungan anak atau dengan psikolog.
Junaidi menuturkan pendidikan harus komprehensif, tidak sepenuhnya diserahkan ke sekolah. Karena di sekolah hanya beberapa 14 jam di rumah, menjadi tanggungjawab orang tua, dan lingkungan. Dan perlu mewaspadai orang terdekat seperti di curup adalah tetangganya. Dalam kajian islam 40 rumah sebelah kanan dan kiri depan dan belakang adalah tetangga dekat.\"Peran pendidikan tidak ada yang salah, terlepas dari hal itu tidak menyalahkan pendidikan, \" katanya.
Hal yang sama diungkapkan anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari Komisi IV, Hj Sefti Yuslina S.Sos. Ia sangat mendukung Gubernur Bengkulu untuk memberikan pendampingan terhadap korban pelecehan seksual. Perintis Forum Muslim Peduli Ahlak Bangsa, ini menegaskan pelecehan seksual saat ini bukan di daerah saja, melainkan sudah menjadi bencana nasional. \"Seperti mengutip dari tokoh KPA nasional, bahwa pelecehan seksual lebih hebat dari tsunami di Aceh,\" katanya mengajak semua organisasi dan elemen masyarakat untuk berangkulan bersama dan harus mencarikan solusi.
3 Solusi
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bengkulu melakukan pertemuan peningkatan kapasitas perlindungan anak Provinsi Bengkulu yang berlangsung di Masjid At-taqwa kota Bengkulu. Pertemuan terbuka itu mengangkat tema Peran Ayah, Ibu dalam Perlindungan Anak. Dengan menghadirkan ibu profesional Septi Peni Wulandani beserta anaknya Elan.
Pertemuan itu, Elan dilibatkan sebagai perwakilan anak terhadap kasus kekerasan terhadap anak. Menurut Elan, kekerasan terhadap anak dimulai karena adanya pengaruh media sosial seperti televisi,yang banyak memberikan hal negatif. Kekerasan ini dapat diatasi jika dilakukan pendekatan dari kedua orang tuanya. Caranya bisa ngobrol dengan anak yakni 2x1 sendok makan, yakni ngobrol bersama di meja makan, kemudian ngobrol saat hendak tidur. \"Sehingga anak-anak lebih terbuka terhadap kejadian yg dialami setiap hari\" katanya.
Solusi lainnya, orang tua dapat melibatkan anak dengan main bareng di luar rumah sehingga ketika dapat melihat yang aneh mereka cepat tahu. \"Diajak membaca, tipsnya mulai yang banyak gambar petualang seru, pelajaran tapi banyak gambar,\" bebernya.
Apa yang diungkapkan Elan perwakilan dari sebagian ribu anak. Pelecehan seksual seperti sodomi terjadi karena kurang kebersamaanya keluarga, kesibukan keluarga, menyebabkan hilangnya figur baik ayah maupun ibu. Sehingga si anak mencari figur lain dan mengambil figur itu dari televisi.
\"Kehadiran orang tua sangat penting, saat ini orang tuanya ada,tapi si anak tidak merasa ada. Padahal mereka ini membutuhkan perhatian kasih sayang, \" katanya.
Ada tiga solusi dalam mencegah kekerasan dan pelecehan seksual yakni pengenalan pendidikan seksual sejak dini, komunikasi dan hubungan interpersonal yang baik serta kemampuan melindungi diri.
Pendidikan seksual sejak dini dapat dikenalkan dengan menjadi teman, sahabat terhadap anak, serta menanamkan kmonsep diri. Ciri korban pelecehan biasanya cenderung diam, konsep dirinya rendah, ingin menjadi orang lain, tidak biasa ekspresi secara verbal. Korban pelecehan, akan jadi pelaku berikutnya, putus mata rantainya, mulai dengan pendekatan fisik sehari-hari, dan membangun komunikasi hal ini akan teratasi.
Konsep melindungi diri, si anak bisa diajarkan bagaimana mempertahankan kehormatan dalam kemampuan melindungi diri. Misalnya anak bisa memukul terhadap lawanya jika berperilaku kurang ajar dan lainya. (247)